Buku 32

608 31 4
                                    

.
.
.

Aira berjalan tertatih-tatih ke kamar mandi, hari ini Dokter memutuskan untuk memulangkan Aira karena Aira sudah menuntaskan terapinya hari ini. Gadis itu mengganti baju rumah sakit yang sudah menemaninya selama hampir dua bulan dengan baju santai yang dibawakan sang Mama dari rumah.

"Dek, kamu jalan sendiri ke kamar mandi?" tanya Alea dari luar kamar mandi.

"Iya Kak, kebelet soalnya,"

"Yaudah, jangan buru-buru. Mama sama Papa masih ngurus administrasi,"

Aira berlama-lama di dalam kamar mandi, bermain air. Ia masih memikirkan ucapan Mika kemarin. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Bagaimanapun juga Ken sudah memilihnya.

Dengan langkah pelan, Aira membuka pintu kamar mandi, menatap Alea yang setia berdiri tak jauh dari sana. Ken duduk di kursi biasa ia duduk, membaca buku.

"Udah dek?" 

Ken ikut menoleh dan berdiri. Aira terdiam sebentar, Ia masih canggung untuk berbicara dengan Ken.

"Ayo, Ai. Pulang," ajak Ken sambil membawa ransel tas Aira yang berwarna biru tua, menggandeng tangan gadis-nya. Alea mengikuti di belakangnya sambil tersenyum kecil.

.
.
.

"Mama, Aira berangkat dulu," pamit Aira kepada Mamanya. Alea mendongak dari sarapannya.

"Ken belum dateng Ai, tunggu bentar kenapa," kata Alea.

Aira melirik jam tangannya, dua puluh menit lagi gerbang sekolah ditutup, "Tapi, udah mau telat. Aira sama Pak Man aja deh,"

"Yakin? Ken terus gimana?" tanya Mama.

"Ken kayaknya gak sempet kesini ma, Gak papa kok. Aira ada ujian susulan," pamit Aira kepada Mama dan Alea lalu berlari pergi.

"Pak Maaan, anterin Aira berangkat yaa," suara Aira terdengar dari teras. Mama menatap Alea yang hanya dijawab gelengan kepala.

Aira menguncir satu rambutnya ketika Ia memasuki gerbang, "Aira! " panggil seseorang.

Aira menoleh, mendapati Ken yang langsung melepaskan pegangan seorang perempuan dari lengannya. "Ken, kok gak ke rumah?" mata Aira melirik gadis tadi, Ia memicingkan matanya ketika tahu bahwa itu Mika. Gadis itu ikut menatap Aira.

"Itu Mika?" tanya Aira sambil menunjuk Mika dengan dagunya.

Ken meneguk ludah, "I--Iya,"

"Kok bisa bareng kamu?" 

"Gak bareng, waktu aku mau markir sepeda, aku dicegat dia, makanya aku panggil kamu biar bisa kebebas dari dia,"

Aira mengangguk-angguk, "Oh," balasnya pendek.

Ken menyadari perubahan wajah gadis itu, Ia dengan senang hati menggenggam tangan gadis-nya. "Jangan cemburu terus, cepet tua,"

"Nggak, ngapain cemburu? Alay banget, "Aira mengibaskan tangan di wajahnya.

"Emangnya Mika sekolah disini? Kok seragamnya beda dari SMA kita?"

"Nggak tau, tanya aja sendiri," balas Aira ketus. Ken tertawa dalam hati.

"Oke-oke. Kamu udah belajar kan semalem? Kita langsung susulan empat mapel lo,"

Aira mengangguk, "Aku sekalian 10 aja, biar gak lama-lama,"

"Kok gitu? Aku cuma belajar empat mapel," protes Ken.

"Ya terserah kamu, emangnya aku peduli,"

Ken menghembuskan nafasnya, apa cowok itu sudah pernah bilang, Kalo Aira cemburu bisa sangat mengkhawatirkan?

"Ai ih, masih cemburu kamu?"

Aira mengedikkan bahu, "Aku gak mau tua, thanks," Aira berbelok menuju ruang guru untuk menjalani ujian susulan.

.
.
.

Aira mengeratkan jaket levis kesayangannya, hujan rintik-rintik sudah mulai membasahi tanah sedari tadi. Aira sudah menunggu Ken hampir setengah jam. Cowok-nya itu sedang dicekat wali kelasnya karena ikut tak masuk hampir dua bulan mengikuti Aira.

Kasian memang, tapi Aira tetap tertawa sendiri melihat Ken memasang wajah melas tadi di ruang guru.

"Permisi, siswa bernama Ken udah pulang belum ya?" tanya seseorang. Aira menoleh, mendapati Mika berdiri bersebelahan dengannya.

Mika terbelalak, "Aira, ngapain lo disini?"

Aduh, cewek ini gak tau malu apa gimana? "Aku sekolah disini, Kamu yang ngapain disini?"

"Nunggu Ken," balas Mika ketus.

"Emangnya Ken udah janji mau nganterin kamu pulang?" tanya Aira perhatian.

Mika menggaruk kepalanya, "Nggak, tapi kan sebagai calon pacar yang baik, gue harus perhatian,"

"Bacot,"

Mika menoleh, "Lo bilang apa barusan?"

"Gue bilang Lo bacot," Aira tetap menatap depan.

Mika dengan cepat menjambak rambut Aira yang terkuncir rapi, "Apa maksud Lo?" 

Aira mengaduh, bisa-bisanya Mika main tangan, "Sakit Ka, jangan pake tangan napa,"

Mika malah mengencangkan tarikan rambutnya, setelah dirasa Aira melemah dalam genggamannya hingga terduduk, Ia melepas tarikannya.

"Apa maksud lo?"

"Lo sadar gak sih? Lo berhadapan sama siapa? Maaf, tapi gue gak bisa terus bersikap baik-baik sama lo," kecam Aira. kepalanya pusing dan berdenyut-denyut.

Mika tertawa miring, "Gue yakin lo bakal meninggal dalam waktu dekat,"

"Lo gila,"

Mika mengeraskan wajah, Ia berdiri lalu menendang Aira hingga seragamnya ikut kotor terkena genangan air hujan. Aira terduduk dengan kepala berdenyut-denyut.

"Aira!" Ken datang dengan berlari-lari hingga Aira tak bisa membedakan peluh keringat atau air hujan di pelipis cowok itu. Dengan lembut, Ken membantu Aira berdiri, aura cowok itu benar-benar dingin. Ia menatap Mika yang masih berdiri terpaku.

"Mau apa lo kesini? Udah puas nyakitin cewek gue?" tanya Ken dengan wajah mengeras.

Mika tergagap, "Lo gak sadar? Dia hampir mati Ken!"

"Berhenti omongin cewek gue yang gak gak! Gue gak kenal Lo sama sekali tapi Lo udah berani nyakitin cewek gue sampe kayak gini?! Ngaca! kebanyakan Bacot lo!," Aira berdiri memegang lengan Ken. Bisa-bisa Ken malah memukul Mika nanti.

"Lo bisa dapetin cewek yang lebih dari dia Ken, Dia sekarat," bisik Mika, matanya menyiratkan luka. Aira menatap Mika iba, "Ken, Aku pusing," rengek Aira.

Ken kembali memusatkan pandangannya kepada Aira, "Gue mau lo jauh-jauh dari kehidupan gue dan Aira. kalo Gue sampe liat Lo lagi, Gue gak segan-segan,"

Ken menuntun Aira ke mobil cowok itu, meninggalkan Mika yang sudah berdiri di bawah hujan dengan perasaan benci yang teramat dalam, "Gue bisa pastiin cewek lo gak lama lagi bakal mati di tangan gue,"

.
.
.
Tbc

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang