.
.
.Ken melirik Aira yang masih terduduk sendirian di sofa kamar inap.
Ken menghembuskan nafas pelan, cowok itu merasa gugup."Kenapa Ken?" Aira berdiri dan berjalan mendekati Ken.
Ken menggeleng, "Gak papa,"
"Lo laper? atau kebelet? Atau ada yang sakit?" Aira duduk di kursi.
Ken melirik Aira, wajahnya datar.
"Gue gak papa, gak laper, gak kebelet, dan gak ada yang sakit,"
Aira mengerutkan kening mendengar intonasi suara Ken. Gadis itu lalu berdiri dan menguncir satu rambutnya yang tergerai.
"Hm," Aira beralih pada nakas di samping ranjang Ken dan mengambil buah apel serta pisau.
"Gue bilang gue gak laper," Kata Ken. Matanya belum beralih dari gerak-gerik Aira.
"Siapa juga yang ngupas buat lo? Orang gue mau makan sendiri kok," Balas Aira sarkatik. Tangannya mulai mengupas apel.
Rona wajah Ken kembali memerah, dengan cepat dia berbaring membelakangi Aira, membuat Aira terkekeh kecil.
"Ken, bangun dulu," Aira pelan menyentuh lengan Ken, berusaha membangunkan.
Ken bangun dan terduduk, "Apa?" Wajahnya cemberut.
"Makan dulu apelnya. Ini udah jam 1 siang. Lo belum makan nasi," Aira menyodorkan sepiring apel yang sudah bersih dari kulitnya.
Ken menerima piring kecil berisi apel itu dan mulai memakannya. Aira tersenyum tipis lalu kembali duduk di sofa memainkan hpnya.
Anggar lama sekali menjemput Amara di rumah pacarnya itu. Kan kesal sekali harus berduaan bersama Ken.
Pintu ruang inap terbuka dan menampakkan seorang gadis cantik berambut coklat terang yang bergelombang.
Gadis itu dengan segera masuk dan membuka pintu, "Ken, gue dateng,"
"Leana," Ken sedikit terkejut melihat gadis itu berada di sini. "Ngapain lo disini?"
"Bukannya lo nyari gue ya? Gue cepet-cepet kesini dari Malaysia waktu denger lo sakit," Leana memegang tangan Ken yang tak tertutup infus.
Dengan cepat Ken menarik tangannya kembali, "Makasih udah mau sempet-sempet kesini,"
Aira menaikkan alisnya, melihat interaksi keduanya yang terlihat tak bagus."Siapanya Ken ya?" Leana tiba-tiba beralih kepada Aira. Aira terdiam.
"Dia temen gue," Ken yang menjawab.
"Temen? Kenalin, nama gue Leana. Sepupu jauh Ken," Leana tersenyum.
Aira memasukkan hpnya ke dalam canteen bagnya yang berwarna pink muda.
"Aira, " Balas Aira pada Leana. "Gue ada janji lain, cepet sembuh lo," Aira beralih kepada Ken.
Ken menatap punggung Aira yang menghilang di balik pintu. Raut wajah gadis itu datar, tapi matanya menyiratkan luka. Apa Aira berpikir ia dan Leana memiliki hubungan khusus? Tentu saja tidak!
.
.
.Aira menaiki taksi online yang telah dia pesan, dan pergi ke klinik psikologi yang biasa dia datangi bersama Alea.
Bayang-bayang Leana dan Ken kembali memenuhi kepalanya dan rasanya menyakitkan.
Alea tak bisa menemaninya hari ini. Dia sudah terbang ke Jakarta dua hari yang lalu. Tapi, kakaknya itu tetap memberikan semangat lewat telpon dan sms tadi pagi.
Yang mengetahui Aira konsultasi kepada psikolog hanya kakaknya seorang. Mama bahkan papa tak ada yang tahu, itu karena Aira yang melarang Alea untuk memberitahu kedua orang tuanya.
Aira berjalan di dalam lorong-lorong rumah sakit yang terlihat bersih. Sudah sepi walau matahari masih bersinar terik di luar.
Aira memasuki ruangan putih bersih, wangi apel langsung menyeruak masuk menyerbu indra penciumannya. Salah satu hal yang dia suka dari psikolog ini adalah selera wangi mereka sama.
"Masuk Ai, tumben gak sore-sore banget," Suara lembut itu menginterupsi.
Aira tersenyum kecil dan duduk di depan meja Tante Melly, nama psikolognya selama beberapa bulan ini.
"So? Gimana kabarmu hari ini? Alea gak ikut ya? Kamu sudah makan? Mau makan sama tante? Atau kita mulai dulu?" Pertanyaan beruntun langsung keluar dari tante Melly tepat setelah Aira menduduki kursi.
"Tante, c'mon. Satu-persatu,"
Tante Melly tertawa, itu artinya Aira ingin mulai lebih dahulu.
Aira dan tante Melly lalu memulai sedikit tanya jawab.
"Hmmm, sepertinya perkembanganmu sangat bagus Ai. Sekarang kamu tak menghindari tatapan anak cowok lagi, kamu mulai berjalan dengan anak cowok, dan melakukan hal selayaknya anak remaja. Bagus sekali," Puji tante Melly. Tapi, Aira tak mendengarkan.. Gadis itu sibuk mengeyahkan pikiran buruk antara Leana dan Ken, hal itu terus memaka masuk ke pikiran Aira hingga rasanya pasokan oksigen Aira menipis.
"Aira! Hey, ada apa?" Tante Melly tiba-tiba sudah berlutut di sampingnya.
Aira tersadar, "Apa? Kenapa?"
"Tante nanya, apa kamu sedang menyukai seseorang?" Tante Melly menghembuskan nafas pelan, lalu kembali ke tempat duduknya.
"Nggak, Aira belum berpikir kesana," Aira menjawab.
" Belum berarti ada kemauan. Apa ini ada hubungannya dengan Anak bernama Ken?" Goda tante Melly.
Wajah Aira merah padam, "Kok tante tau? Bagaimana bisa?"
"Barusan kamu ngucapin nama itu beberapa kali," Tante Melly meminum air putih yang tersedia di mejanya. "Apa ada masalah?"
"Aira cuma memikirkan hal yang seharusnya gak dipikirkan."
"Hmmm. Tapi, tante salut karena perkembanganmu pesat sekali, sepertinya Ken yang berhasil membuatmu hampir sembuh. Presentasenya sekitar 75 persen," Ucap tante Melly, lagi. Ditangannya sudah berisi berkas-berkas yang bersangkutan dengan phobia Aira.
"Beneran? " Aira tersenyum tipis.
"Yaampun Aira, coba senyum lebih lebar dikit. Kenapa cuma senyum segaris begitu?" Tante Melly menyerahkan kertas-kertas yang sudah berada di dalam map merah untuk disimpan Aira
"Masih nyoba tante. Doain aja," Aira terkekeh sedikit.
"Pasti tante do'ain. Gih sana pulang. Bula depan balik lagi sama Alea ya. Tante kangen," Usir tante Melly sambil menggiring Aira menuju pintu.
"Nanti Aira bilang ke kak Alea, Aira pulang dulu tan,"
Tante Melly tersenyum,"Kapan-kapan bawa Ken kesini. Tante pengen tau orangnya," Mata tante Melly berkedip dua kali, membuat Aira segera mencubit pelan lengan wanita senja itu dan berlarian kecil menuju pintu keluar rumah sakit.
"Tante harap, Ken bisa membuat kamu sembuh total Ai. Tante selalu berdoa buat itu,"
.
.
.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why {SELESAI}
Fiksi Remaja"Kecapekan lo ya? Sini, lo gak bersih banget," Kata Aira. Tangan kanannya memegang wajah Ken, sedangkan tangan satunya membersihkan hidung dan pipi Ken yang masih agak penuh dengan bercak darah. "Ai," "Hm?" "Gue boleh minta sesuatu gak?" Tanya Ken s...