Buku 14

879 77 0
                                        


Hampir seminggu sejak Aira diantar pulang oleh Ken. Semingguan ini pula Ken tak tampak dimanapun.

Cukup sepi ternyata tanpa ada Ken dimana-mana. Aira bahkan sudah hampir terbiasa dengan keberadaan cowok pucat satu itu.

Biasanya Ken akan selalu muncul ketika Aira sarapan pagi, atau saat gadis itu di perpus atau bahkan hanya berjalan di lorong sekolah.

"Dapet lagi Ai?" Anggar duduk di samping Aira yang termenung di bangkunya.

Aira mengangguk pelan, "Iya,"

"Lah, terus kenapa gak semangat? Emang isinya apa?" Anggar beralih pada kotak bekal lavender dan membukanya. "Cumi goreng kesukaan lo nih,"

Aira tak menjawab. Memang menu kesukaannya kalo mama lagi masak. Tapi, entah kenapa, ketika dia tau Ken tidak masuk dan kotak bekal itu selalu muncul, artinya bukan Ken yang memberikan.

Sekali lagi, Aira mendengus kecewa.

"Ayo, makan dulu. Jam pelajaran pertama olahraga nih. Kita dituker sama kelas 10," Anggar menarik Aira dari kursinya dan berjalan menuju kantin untuk melakukan sarapan pagi.

Aira berjalan tanpa semangat, bahkan rambutnya hari ini dibiarkan tergerai biasa tanpa aksesori apapun. Kacamata bundar dengan setia mendampingi wajah cantiknya.

"Amara?" Tanya Aira ketika melihat Amara sudah duduk manis di salah satu bangku kantin dengan senyuman lima jari khasnya.

"Hei, gue dengan spesial bangun pagi hari ini. Karena kata Anggar, lo lagi gak semangat sekolah karena Ken gak ada," Kata Amara lembut sambil bermain mata dengan Anggar.

Aira merengut, "Apaan coba, gue tu butuh kesabaran ekstra kalo bergaul sama kalian-kalian," Lalu ia duduk di depan Amara untuk memakan cumi kesukaannya.

"Makanya itu, cobalah untuk sekali-kali tersenyum. Muka kayak papan triplek gitu gak ada manis-manisnya," Balas Anggar sambil memakan pecel yang sudah dipesankan Amara.

"Oh, c'mon Ai. You even look prettier kalo kamu senyum lebih banyak. Emang apa susahnya sih senyum lima jari kayak gue?" Amara menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Aira tersenyum tipis, "Orang yang masa lalunya gak kelam-kelam amat, gak bakal ngerti rasanya jadi gue," Bisiknya, hingga Anggar dan Amara bahkan tak bisa mendengarnya.
.
.
.

"Aira?"
Merasa ada yang memanggil namanya, Aira menoleh ke belakang, matanya langsung menangkap sosok Dimas.

"Eh, Dimas, lama gak liat lo, ngapain ke perpustakaan?" Aira memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Dimas.

Dimas tertawa sedikit, mana mau dia ke perpustakaan kalo gak disuruh Ken. "Gue nyari buku sejarah, ada tugas biografi,"

"Oh.." Aira menjawab pendek. Gadis itu ingin bertanya sesuatu, tapi diurungkannya.

"Lo gak penasaran Ken kemana?" Tiba-tiba Dimas bertanya hal yang tak terduga.

Aira menggeleng cepat-cepat, "Gak,"

"Walaupun lo gak mau tau, gue tetep kasih tau aja deh. Temen gue kena DBD sama tipes, sekarang dirawat di Rumah Sakit," Kata Dimas sambil meneliti perubahan raut wajah Aira.

Aira menggigit bibirnya pelan, 'rumah sakit mana?' tapi tentu saja Aira takkan berani bertanya seperti itu pada Dimas.

"Rumah sakit Advant Bandung, kamar 304 lantai 2," Dimas berkata lagi, seakan-akan dia bisa membaca pikiran Aira.

Aira mendongak, membiarkan rambutnya berantakan dikuncir satu.

"Udah ah, gue gak bermaksud nyuruh lo kesana," Dimas tertawa melihat wajah datar Aira.

"Maksud lo?"

"Lo gak kesana gak papa. Lo kesana dia pasti seneng,"

"Gak tau deh. Tapi, makasih infonya ya, gue balik duluan,"

"Gitu doang ?"

"Maunya gimana?" Aira balik bertanya, menaikkan satu alisnya. "Oh, lo gak perlu bohong mau nyari buku sejarah kalo aslinya lo mau ngasih tau gue keadaan Ken,"

Dimas melongo menatap kepergian Aira, lalu teringat percakapannya dengan Ken kemaren lusa.
.
.
.
Dimas membuka jeruk untuk dia makan sendiri di sofa rumah sakit kamar inap Ken.

"Nyokap lo mana?" Tanya Dimas.

"Biasa, balik kerja lagi, habis ini juga dateng," Jawab Ken sambil mencari posisi duduk yang nyaman.

"Hm," Dimas mengunyah jeruk tanpa menjawab lagi.

Ken memainkan hpnya, tampak tak sakit,"Dim, gue bego gak sih kalo tetep ngejar Aira?"

"Kenapa bego? Jatuh cinta itu harafiah. Lo sebelum jatuh cinta aja udah bego, yaudahlah," Jawab Dimas.

Ken menatap Dimas tajam, mulut temannya ini memang suka bener.

"Jagain dia dulu deh, jangan sampe ada cowok yang deketin dia,"

"Lo suka Aira banget ya?"

Ken menghela nafas, "Selain suka, gue juga sayang sama dia. Entah sejak kapan, gue ngerasa familier aja sama matanya,"Dimas terdiam, soalnya baru kali ini dia ngeliat Ken tampak sangat menyukai seseorang.

.
.
.
Tbc

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang