Dhani tampak melirik ke arah mana Rani menunjuknya tadi. Meja rias. Kenapa harus disana? Tanpa menunggu di suruh dua kali, Dhani mulai bangkit dari duduknya. Ia merasa ragu untuk mendekati meja itu. Kakinya terasa kaku untuk mengetahui apa yang akan Rama berikan sekarang. Hatinya belum siap untuk menerima luka baru lagi. Ia masih belum sanggup menerima semua ini sekarang.
Hatinya memang menolak keras untuk mendekati meja itu. Ia masih belum siap menanggung semuanya setelah ini. Tapi entah kenapa pikirannya memaksa dia untuk mendekati meja itu. Entah kenapa, pikiran dan hatinya tidak sinkron sekarang. Dengan langkah kaki yang berat, Dhani mulai melangkahkan kakinya mendekati meja itu.
Samar-samar, ia bisa melihat beberapa foto terpajang di cermin lebar itu. Perlahan, ia bisa melihat semua foto itu dengan jelas. Foto dirinya, juga Rama.
Lutfia Dhani Fadlika, gimana kabar lo pacar gua yang paling jelek?
Dhani menahan tangisnya mati-matian membaca notes yang tertulis dengan jelasnya di bawah foto dirinya. Ia tengah tersenyum dengan lebarnya disana. Ia ingat dimana foto itu diambil. Di taman favoritnya, saat ultahnya di adakan kecil-kecilan disana. Saat dimana ia terakhir kali bertemu Rama.
Matanya beralih menatap foto berikutnya, potret itu berisi foto dirinya dan Rama yang tengah saling bertatapan satu sama lain. Tatapan mereka jelas bertemu di foto itu. Dan tak bisa di pungkiri, guratan kebahagiaan terlihat dengan jelasnya terukir di kedua wajah dua insan itu.
Tatapan mata lo bikin hati gua tenang waktu gua natap lo. Dan gua juga tahu, tatapan mata gua juga bikin jantung lo senam nggak karuan kan? Hehe. Semoga jantung lo bisa setenang dan senam gituan terus waktu gua nggak ada ya nyet.
Dhani menahan tawanya mati-matian sekarang. Bisa-bisanya dia menulis notes seperti itu. Garing dan nggak lucu sama sekali.
Lo bego apa gimana sih Rama? Lo masih ngarep jantung gua bisa tenang dan senam gituan disaat lo nggak ada disisi gua? Bego kok dipelihara sih. Harusnya lo sadar, jantung gua bisa setenang dan senam nggak karuan gitu cuma bisa dibuat sama lo Rama, nggak bisa sama yang lain.
Matanya kembali beralih menatap foto berikutnya. Potret itu berisi foto tangan Rama yang terlihat tengah menggenggam tangan Dhani dengan eratnya.
Tangan lo kecil amat sih, makanya makan yang banyak ya nyet, nggak usah sok-sokan diet dech, makanya tangan lo nggak sekecil ini.
Gua nggak tahu sampai kapan gua bisa genggam tangan mungil lo, maka dari itu sebisa mungkin gua selalu genggam tangan lo disetiap detik terakhir gua.
Dhani tak bisa menahan air matanya lebih lama lagi sekarang. Air matanya turun semakin derasnya sekarang. Ia menyesali masa-masa itu. Harusnya ia tak pernah melepaskan genggaman tangan Rama supaya ia tak merindukan genggaman tangannya lagi sekarang, supaya ia takkan pernah meninggalkannya lagi.
Lutfia Dhani Fadlika, gua nggak tahu sejak kapan gua bisa jatuh cinta sama lo. Tapi gua ingetin, gua cinta banget sama lo. Dan gua harap, lo bisa selalu cinta dan sayang sama gua walau gua nggak ada disisi lo lagi.
Dhani semakin terisak kala membaca notes dibawah foto itu. Bisa ia lihat foto dirinya dan Rama yang tengah bersama dengan senyum yang tak hilang dari wajah mereka. Dhani masih ingat kapan itu terjadi, itu terjadi saat dimana Dhani dan Rama menjalani hari pertamanya sebagai sepasang kekasih. Dan foto itu diambil oleh sahabat jahilnya tentu saja.
Setelah selesai membaca notes terakhir itu, mata Dhani langsung beralih ke sebuah kotak berwarna biru muda yang tergeletak disana. Tanpa menunggu lagi, Dhani langsung membuka kotak itu. Matanya terbelalak kala melihat apa isi dari kotak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Roman pour Adolescents"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...