Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Dhani masih sibuk memasukkan semua alat tulis ke dalam tasnya. Kelasnya juga sudah terlihat kosong, hanya menyisakan dirinya saja. Ia segera mempercepat beberesnya karena dia pasti sudah ditunggu kedua sahabatnya di parkiran. Ia mulai melangkahkan kakinya menyusuri setiap lorong koridor yang sudah terlihat sepi. Dari sini, ia bisa melihat Rana dan Rahma yang sedang menunggu dirinya dengan raut wajah yang kesal. Rasain lo, gua juga sering digituin. Tawa Dhani dalam hatinya.
Karena terlalu senang menertawakan kedua sahabatnya itu, Dhani sampai tidak memperhatikan jalan yang terlihat agak ramai karena masih ada beberapa siswa yang berlalu lalang menuju gerbang sekolah.
Bruuuuuk
Entah apa yang sudah Dhaji tabrak sekarang. Ia merasa, keningnya sudah merah sekarang, bahkan bisa jadi benjol karena kerasnya ia menabrak sesuatu. Apa mungkin dia menabrak tembok? Kenapa tidak sekeras itu ya rasanya? Karena penasaran, Dhani mendongakkan kepalanya dengan segera.
"Sakit?" tanyanya memastikan.
"Ya sakitlah. Dada lo udah kaya tembok aja sih." gerutu Dhani sembari mengelus keningnya yang terasa sakit.
"Ya udah sorry sorry." katanya sembari mengelus kening Dhani dengan lembutnya.
Dhani terdiam membeku merasakan tangan besar Adit mengelus keningnya. Ingin sekali ia menepis tangan itu dari keningnya, tapi tangannya terasa kaku untuk bergerak sedikit saja. Ia juga merasa gugup seketika sekarang. Jarak wajahnya dengan Adit hanya beberapa jengkal saja, dan hal itu membuat jantung Dhani senam sekarang. Dan tanpa sengaja, matanya beralih menatap mata Adit yang begitu sama. Tatapannya itu sangat sama dengan orang yang sangat ia rindukan.
"Gua tahu gua ganteng, tapi nggak gitu juga kalee lihatnya." kata Adit tersenyum geli.
"Ish, pede amat sih lo." kata Dhani langsung menepis tangan Adit dan langsung berlalu meninggalkannya. Tapi langkahnya langsung terhenti kala ia mendengar bisikan seseorang.
"Jadi cewek ganjen amat sih ya, kemarin sama adiknya sekarang sama kakaknya. Masih kurang apa ya?"
"Jangan-jangan adiknya meninggal karena tahu dia selingkuh sama kakaknya lagi?"
"Katanya sih anak teladan, tapi kelakuannya murahan banget sih."
"Orang cantik mah bebas yah."
Deg
Dhani merasa tersentak mendengar semua bisikan itu. Tanpa berpikir panjang, dia langsung membalikkan tubuhnya ke sumber suara. Ditatapnya cewek-cewek itu dengan tatapan emosi. Dhani tak bisa menahan emosinya sekarang. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak sekarang.
"Kalau ngomongin orang itu, mending di depannya sekalian." kata Dhani tersenyum miring.
"Eht Dh--Dhani." kata salah satu cewek itu dengan tergagap.
"Kenapa? Takut lihat gua? Bukannya tadi lo udah ngomongin gua. Emangnya kenapa kalau gua deket sama si kutu kebo? Lo iri sama gua? Lo denger ya cewek tukang gosip, jangan pernah nilai seseorang dari gosip. Dan asal lo tahu, gua sama Adit nggak ada hubungan apa-apa. Jadi berhenti ngomongin gua sama Adit. Satu hal lagi, jangan pernah ngomongin tentang meninggalnya Rama di depan ataupun di belakang gua. Lo tahu kan? Nggak baik ngomongin orang yang udah meninggal." kata Dhani penuh penekanan pada setiap kata yang diucapkannya. Tanpa ia sadari, omongan yang setengah berteriak itu telah menarik perhatian para siswa yang berlalu lalang di dekatnya.
"Harusnya lo ngaca sebelun ngomongin gua? Lo lebih baik atau lebih buruk dari gua. Seenggaknya gua bukan cewek murahan yang bisa jatuh cinta sama kakak pacar gua sendiri. Gua nggak setega itu girls. Gua tahu dia udah pergi ninggalin gua. Tapi gua beruntung punya pacar kayak dia, dia emang berandal tapi dia tahu gimana cara perlakuin cewek. Senakal-nakalnya dia, dia nggak pernah ngatain cewek itu murahan. Nah lo? Lo nggak nyadar kalau lo juga cewek? Dengan lo ngomong gitu, secara otomatis lo juga ngrendahin harga diri lo sendiri bego. Dan ingat, jangan pernah ngomongin orang sebelum lo tahu kebenarannya." tambah Dhani dengan wajah yang sudah memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Fiksi Remaja"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...