Chapter 4 - Cenayang

679 36 9
                                    

Ternyata apa yang terjadi tak semuanya sesuai dengan rencana. Awalnya, kedua sahabat Dhani berniat ingin berkunjung ke rumahnya. Tapi rencananya gagal karena mereka berdua ada urusan mendadak. Dan sebenarnya, Dhani juga ragu mengajak kedua sahabatnya itu ke rumahnya. Karena yah, ada masalah. Dan Dhani sendiri tak ingin kedua sahabatnya itu mengetahui semuanya.

"Assalamu'alaikum." sapa Dhani sambil membuka pintu rumahnya.

"Wa'alaikumsalam. Tumben banget kamu jam segini udah pulang?" tanya Lina, ibunya.

"Hari ini Dhani enggak ada jadwal rapat organisasi ma." jawab Dhani singkat.

"Oh gitu. Udah sana mandi, habis itu makan. Makanannya udah mama siapin di meja makan." kata Lina.

"Papa belum pulang ma?" tanya Dhani heran.

"Ngapain kamu tanya papamu itu? Mana mungkin dia jam segini pulang." jawab Lina dengan ketusnya.

Dhani hanya terdiam mendengar jawaban mamanya itu. Yah, memang selalu seperti ini. Setiap ia bertanya, pasti akan dijawab seperti ini. Tak bisakah mereka bicara manis sekali saja di hadapan Dhani? Dhani merasa sakit hati setiap hari. Kenapa orang tuanya tak pernah sekali pun mencoba berdamai demi putrinya itu? Kenapa mereka tak pernah sekali pun memikirkan Dhani?

Rasanya, Dhani ingin sekali keluar dari rumah ini. Tapi kemana? Ia bahkan tak mempunyai siapa-siapa selain kedua orang tuanya itu. Tak mungkin ia pergi ke rumah neneknya. Neneknya sudah lanjut usia, dan dia tak mungkin merepotkan nenek serta kakeknya.

Dan tentu saja ia tak punya pilihan lain selain menerima semuanya. Dhani harus lebih bersabar. Tapi sampai kapan? Terkadang ia juga merasa lelah hidup seperti ini terus-menerus. Ia bosan mendengar semua teriakan, cacian, pertengkaran, bahkan semua tangisan itu.

Tapi, apa yang dikatakan mamanya itu ada benarnya juga. Kenyataan itu tak bisa disalahkan sama sekali. Dan Dhani sendiri sadar, sejak hari itu papanya bukanlah sosok papa yang bisa dibanggakan. Terkadang, Dhani juga merasa malu jika mengingat bagaimana identitasnya. Ia merasa sangat kecewa pada papa yang selama ini dia banggakan itu.

"Kenapa malah bengong di situ? Udah sana mandi." kata Lina menyadarkan Dhani dari lamunannya.

Dhani langsung terlonjak kaget mendengar seruan mamanya. Ia langsung bergegas naik ke kamarnya untuk membersihkan diri. Tapi entahlah, sesampainya di kamar, Dhani justru langsung merebahkan diri di kasur ternyamannya. Hari ini terasa melelahkan sekali bagi Dhani. Ia terus saja menatap langit-langit kamarnya, tiba-tiba nama Rama terbesit dalam otaknya. Ia terus saja memikirkan cowok itu sampai ia menuju alam mimpinya.

***

I have died
Everyday waiting for you
Darling don't be afraid
I have love for a thousand years
I love you for a thousand years

Terdengar lagu A Thousand Years milik Cristinna Perri menggema di seluruh ruangan kamar Dhani. Segera ia mengerjapkan matanya dan mencari-cari letak handphone-nya. Namun tak disangka, handphone-nya tak kunjung ia temukan. Segera ia membuka matanya dan beranjak dari tempat tidurnya. Ia merogoh tasnya yang ada di atas meja belajarnya dan segera meraba-raba isi tasnya.

"Woy kemana aja lu?" tanya Rana dengan suara cemprengnya.

"Ihh berisik banget deh lo, ganggu orang tidur aja."

"Hey, jam segini udah tidur? Anjir deh lo nyet." katanya tidak percaya.

"Bodo amat. Suka-suka gua dong. Gua yang tidur kenapa lo yang sewot sih. Ada apa? "

"Hehe sorry Dhan, gua cuma mau bilang besok buku produktif bawa ya gua mau nyalin jawaban soalnya." jawab Rana dengan cengengesan.

"Astaga Rana, besok kan ada pelajaran produktif pasti dong bukunya gua bawa. Anjir banget deh lo, gangguin orang tidur aja tahu enggak. Udahlah gua tutup."

Ramadhani (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang