Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Dan Dhani baru pulang dengan diantar Rama sampai ke depan rumahnya. Setelah melepas helm, Dhani hendak langsung beranjak masuk ke rumahnya, tapi ada sebuah tangan yang mencekal lengannya dari belakang.
"Dhan." panggil Rama lembut.
"Ya," jawab Dhani singkat.
"Jangan anggep semua perkataan Ivan tadi beneran yah, dia cuma ngada-ngada." katanya sambil menarik Dhani untuk bersandar di motornya.
"Ivan?" tanya Dhani menaikkan sebelah alisnya.
"Cowok yang tadi sama Rina, juga yang ngobrol sama lo."
"Emangnya kenapa?"
"Yah, intinya anggap aja dia enggak pernah ngomong apa-apa."
"Kenapa sih, jangan bikin gua penasaran elah."
"Enggak ada apa-apa, cuma terkadang otak dia rada gesrek, jadi yah gitu."
Dhani hanya tersenyum miring mendengar pernyataan Rama. "Pantes aja lo ketularan."
"Eht, kok gua sih? Otak gua mah masih sehat wal afiat kali."
"Sehat wal afiat, kaya apa aja." katanya sambil terkekeh kecil.
Mendengar kekehan Dhani yang begitu lepasnya, entah apa yang membuat Rama langsung menarik Dhani dalam dekapannya. Mulutnya masih bungkam untuk berkata. Terlebih Dhani, ia langsung bisu seketika. Tubuhnya terasa kaku secara perlahan. Ia hanya bisa terdiam sambil mendengar detak jantung Rama yang tidak beraturan.
"Gua seneng lihat lo sebegitu bahagianya saat sama gua." kata Rama tak menguraikan sedikit pun lengannya dari pinggang Dhani.
Mulut Dhani terasa rapat seketika. Ia malu. Ia juga gugup harus menjawab apa. Dan ia yakin, pasti pipinya sudah merona sekarang.
Melihat Dhani yang terdiam tanpa menjawab pernyataannya itu, Rama langsung menguraikan tangannya dari pinggang Dhani. Ditatapnya wajah gadis yang ada di depannya itu, lucu sekali. Semburat merah muncul di pipi cantiknya. Dan ia bisa melihat Dhani yang menundukkan kepalanya karena malu.
"Jangan jadi mayat hidup gitu deh." kata Rama menyadarkan Dhani dari lamunannya.
"Ih lagian lo resek gitu sih." kata Dhani semakin menundukkan kepalanya.
"Gua seneng lihat lo ketawa selepas itu." katanya sambil menarik dagu Dhani agar ikut menatapnya.
Dengan kikuk, Dhani menatap manik hitam Rama dan tatapan mereka bertemu. Gugup? Tentu iyha. Siapa juga yang tidak gugup dalam kondisi seperti ini?
"Thanks, udah setia nemenin gua selama ini." kata Dhani sambil menahan air matanya agar tidak jatuh
"Enggak perlu terima kasih gitu, gua ikut seneng kalau lo juga ikut seneng. Tapi gua lebih seneng lagi kalau lo mau lebih dari ini. Gua pengin ada di sisi lo setiap saat. Gua pengin selalu ngejaga dan ngelindungin lo Dhan." katanya dengan lembut.
"Hm--gu--gua." katanya tergagap.
"Kalau lo belum siap jawab, enggak perlu dijawab sekarang kok. Gua bakal setia nungguin lo. Asal jangan kelamaan, nanti keburu gua diambil orang." katanya tersenyum mengejek.
"Gua mau." kata Dhani singkat. Tak terasa, air matanya langsung meluncur seketika membasahi wajahnya.
"Mau apa?" tanya Rama tersenyum miring.
"Gua mau masuk sekarang." jawabnya ketus.
"Yakin nih?" tanya Rama sambil menaik turunkan kedua alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Roman pour Adolescents"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...