Dhani tersenyum miring kala melihat sebuah foto berisi potret dirinya dan kedua orang tuanya itu saat ada di taman depan rumah neneknya dengan pancaran kebahagiaan yang terpampang dengan jelasnya. Ditatapnya foto itu dengan rasa sesak yang semakin menjalar di hatinya. Hatinya terasa amat perih kala menyadari bahwa ia sangat merindukan keluarganya yang dulu itu. Tanpa disadari, air matanya turun seketika tanpa menunggu aba-aba darinya.
“Kalau kamu disuruh untuk memilih, kamu mau pilih mama apa sama papa?” tanya Lina dengan raut wajah yang sudah berubah serius dengan cepatnya.
Dhani yang waktu itu masih berumur 8 tahun merasa bingung dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh mamanya itu. ”Mama sama papa mau ninggalin Dhani?” tanya Dhani dengan polosnya.
“Nggak, mama cuma nanya aja. Kalau kamu disuruh untuk memilih, kamu mau pilih mama atau papa?” tanya Lina megulang pertanyaannya.
“Dhani nggak bisa milih. Kalian berdua itu dua orang yang sangat istimewa bagi Dhani. Dhani nggak bisa hidup tanpa salah satu dari kalian,” jawab Dhani menampilkan senyum indahnya.
Setelahnya, ia langsung berlari memeluk mamanya dengan eratnya. ”Mama sama papa jangan pernah ninggalin Dhani ya,” pinta Dhani dengan tulusnya. Lina tak menjawab permintaan putrinya sedikit pun, ia hanya menganggukan kepalanya kecil dan langsung mengecup singkat kening Dhani.
Semua percakapan itu masih teringat jelas di kepalanya. Luka yang selama ini coba ia tutup serasa menganga dengan lebarnya sekarang. Hatinya terasa perih kala mengingat semua kenangan yang hanya menjadi masa lalunya itu.
“Kenapa gua baru nyadar sekarang sih dari semua pertany--” Belum sempat Dhani menyelesaikan gumamannya, ia langsung terlonjak kaget kala mendengar decitan pintunya terbuka lalu suara cempreng dari seseorang langsung menggema di rumahnya yang sepi itu.
“HEYYYYY ONYETTT DHANI. WHERE ARE YOU? BIDADARI CANTIK DATENG NIH.” teriak Rana dengan kerasnya.
Mendengar terikan Rana yang begitu kerasnya, Dhani refleks langsung menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya. Kalau begini terus, lama-lama dia akan membutuhkan alat bantu pendengaran jika harus mendengar teriakan toa Rana terus-menerus.
“HEH CURUT, LO BISA DIEM NGGAK SIH, INI TUH RUMAH BUKAN HUTAN ANJIR.” teriak Dhani karena kesalnya.
“Hehe sorry nyet, abis gua kangen pake banget sama lo.” ucap Rana dengan nada alaynya.
Dhani bergidik ngeri mendengar ucapan alay Rana. Tak hanya Dhani, tapi Rahma, Delon dan Dino juga ikut bergidik ngeri mendengar ucapan Rana. Yah, mereka datang bersama untuk mengunjungi sahabat karibnya itu.
“Wait wait, kok mata lo merah gitu sih? Lo habis nangis?” selidik Rahma tak sengaja melihat mata Dhani yang terlihat memerah.
Dhani gelagapan bukan main mendengar pertanyaan Rahma. Memang benar, sahabatnya itu sudah mengetahui semua masalah yang dihadapinya terutama keluarganya itu. Tapi tetap saja Dhani tak bisa terbuka walau dengan sahabatnya sendiri, ia tetap saja menutupi semuanya rapat-rapat.
“Lo diapain lagi sama si Adit?” tanya Delon yang sudah ikut nimbrung dengan percakapan ketiga cewek itu.
“Ish, kok si kutu sih.” gerutu Dhani dengan kesalnya. Moodnya tambah berantakan sekarang kala mendengar nama musuh bebuyutannya itu disebut-sebut. Bukannya benci, ia sudah cukup merasa lelah disangkutpautkan terus-menerus dengan cowok itu sejauh ini.
“Yah, biasanya kan yang bikin lo ginian si Adit, emang siapa lagi coba?” tanya Delon meletakkan jari telunjuknya di dagu seakan sedang berfikir.
“Rama.” jawab Dino dengan mantapnya. Walaupun ia mengenal Dhani belum lama ini, tapi ia cukup paham dengan sifat Dhani yang mudah di tebak itu. Sifatnya langsung jungkir balik setelah kepergian Rama. Dan itu cukup membuatnya hafal dengan cewek yang telah menjadi sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
أدب المراهقين"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...