Satu minggu telah berlalu. Lembar demi lembar ujian sudah Dhani hadapi dengan santainya. Dengan persiapan yang cukup matang, Dhani tak mengalami kesulitan sedikitpun dalam menghadapi soal demi soal. Paling-paling hanya soal produktif yang berhasil membuatnya pusing tujuh keliling. Yah, maklum materi produktif ternyata berhasil menguras otak Dhani cukup dalam.
Tak hanya Dhani, kedua sahabatnya beserta Adit juga bisa menghadapi UAS seperti biasanya. Walau harus menggunakan akal yang licik dan brilian untuk mengerjakan semua soal UAS secara tuntas, ternyata itu tak berhasil memupuskan semangat mereka semua sedikitpun.
Semua siswi di sekolahnya kini tengah was-was menunggu hasil belajar mereka. Mereka semua tengah menunggu giliran mereka mengambil raport hasil belajar semester ganjil ini. Yah, mereka bisa mengambilnya sendiri tanpa harus melalui wali murid.
Dhani menerima raportnya dengan perasaan yang tidak karuan. Pasalnya, semenjak keluarganya bermaslah, ia sering sekali tak fokus terhadap sekolahnya. Semuanya seakan tak bermakna dibanding masa depan keluarganya. Tak dipedulikannya semua cercaan dari kedua sahabatnya itu dikala ia berkabung. Dan sekarang, ia harus siap melihat semua.Yes
Seperti biasa, Dhani selalu mendapat rangking 1 di kelasnya. Walau terkadang ia sulit untuk memfokuskan dirinya terhadap pelajaran, ternyata hasil usahanya tidak mengkhianati perjuangannya sedikitpun.
“Anjir gila, lo harus traktir kita makan nich nyet.” desak Rahma dengan antusiasnya.
“Bener tuh, kali-kali kan lo traktir kita makan.” tambah Anton tak kalah semangatnya.
“Kok gua sih? Emang gua lagi ultah apa?” tanya Dhani merasa tidak terima.
“Ya iyhalah, siapa lagi coba. Yang lagi berbahagia dapet rangking 1 kan lo. Jadi lo donk yang harus traktir kita.” jawab Aldo menjelaskan.
“Kenapa harus gua sih? Bayar sendiri-sendiri aja kaleee.” ucap Dhani tetap kekeuh dengan pendiriannya.
“Ish nyet, kok lo jadi pelit gini sih,” ucap Rana tidak percaya. Pasalanya, Dhani itu orang yang rendah hati. Terlebih terhadap sahabatnya. Ia selalu berbagi semuanya tanpa memperhitungkan sedikitpun apa resikonya.
“Bodo amat. Yang pengin makan kan lo pada. Kenapa jadi gua yang harus bayar sih?” tanya Dhani dengan sinisnya.
“Ya elah, katanya anak OSIS itu baik.” bujuk Anton sekali lagi.
“Eht, enggak usah bawa-bawa OSIS dech lo.” ucap Dhani merasa tidak terima. Mungkin ia terima saja jika ada orang yang mengatainya. Tapi ia tidak akan terima jika ada orang yang membawa-bawa nama OSIS kala mereka sedang berbincang, apalagi jika ujungnya seperti merendahkan. Ia benar-benar tidak terima hal itu.
“Kalem donk Dhan, kita kan lagi bujuk lo nih.” ucap Aldo mencoba menenangkan.
“Lagi bujuk kok koar-koar sih lo.” ucap Dhani terkekeh geli.
“Yah, ketahuan kan bujukan gua,” keluh Anton memasang wajah frustasinya.
Adit tersenyum simpul melihat seseorang yang istimewa baginya itu tersenyum dengan bahagianya. Ia sudah cukup bahagia dengan kejadian seminggu lalu. Malam dimana ia menghabiskan sisa waktunya bersama seorang Dhani dengan cara mereka sendiri. Cinta itu tidak butuh pengakuan. Cukup memahami respons apa yang diberikan lewat perhatian kecil itu saja semua orang sudah dapat membaca seperti apa hati mereka berdua. Walau Dhani maupun Adit sering mengelaknya, kalau udah cinta mah hati bisa apa.
“Eht kutu,” ucap Dhani dengan kagetnya kala seseorang menepuk bahunya secara tiba-tiba. Refleks, ia langsung menoleh ke arah belakangnya merasa penasaran siapa yang telah membuatnya kaget setengah mati. Ia langsung menghembuskan napasnya dengan kasar kala menyadari siapa yang telah mengagetkannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Fiksi Remaja"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...