Jalanan sudah terlihat sepi di jam seperti ini. Entah kemana bus yang terjadwal di jam seperti ini, mereka belum juga lewat di hadapan Dhani. Ia sudah merasa karatan menunggu bus yang entah kapan datangnya. Ia mulai menghentakkan kakinya dengan keras ke trotoar jalan. Lututnya sampai terasa nyeri karena hentakannya yang terlalu keras itu.
Tiiiin Tiiiiiin
Dhani terlonjak kaget kala mendengar suara klakson yang terdengar nyaring di depannya itu. Pasalnya, sejak tadi ia melamun karena terlalu kesalnya dengan penantian yang tak berujung ini. Didongakannya wajahnya itu menatap sesorang yang tak dikenalnya sama sekali. Motor yang terlihat asing. Menunggu beberapa detik, seseorang itu membuka helm fullfacenya dan menampakkan seseorang yang sepertinya Dhani kenal. Ia merasa pernah bertemu orang itu sebelumnya.
“Dhani.” panggil lelaki itu sembari meletakkan helmya di atas motor.
“Anda siapa ya?” tanya Dhani mengerutkan keningnya karena bingung. Pasalnya dia benar - benar tidak mengingat siapa lelaki yang berdiri di hadapannya itu.
“Saya Roni.” jawabnya dengan santai.
“Oh anda,” ucap Dhani dengan singkatnya. Ia jadi mengingat siapa lelaki yang ada di hadapannya itu. Lelaki yang berniat mengisi kekosongan posisi dalam keluarganya. Lelaki yang berhasil memikat hati Lina--mamanya entah sejak kapan. Dan lelaki, yang mungkin tidak lama lagi akan menjadi papa tirinya.
“Kamu kenapa belum pulang? Mari saya antarkan.” tawar Roni dengan sopannya.
“Enggak perlu. Saya bisa pulang sendiri.” tolak Dhani dengan ketusnya. Dialihkannya perhatiannya itu ke arah lain. Ia tak berniat sedikit pun menatap lelaki yang ada di hadapnnya itu.
“Ini udah sore, mungkin bus udah nggak ada yang lewat. Dan, sepertinya kamu sedang sakit.” bujuk Rino sekali lagi.
“Saya bisa pesan gojek atau yang lainnya. Anda tidak perlu repot-repot mengantarkan saya. Dan sepertinya, urusan anda yang lain jauh lebih penting dibanding harus mengantarkan saya.” Tanpa menghiraukan Roni yang masih mematung di hadapannya, Dhani langsung berlalu meninggalkan Roni sendirian. Entah kemana kakinya akan melangkah sekarang. Intinya, ia tak ingin menatap lelaki itu sedikitpun. Ia ingin pergi menjauh menenangkan pikirannya yang sedang kalut. Baru beberapa langkah kakinya menapaki trotoar, Dhani di kejutkan dengan seruan klakson sebuah mobil. Refleks, ia langsung menghentikan langkahnya dan menyapukan pandangannya ke arah sumber suara. Dan tak dipungkiri, ia merasa berterima kasih karena ada penyelamat untuk dirinya.
“Ayo masuk.” ajak Ivan sembari membuka kaca mobilnya.
“Beneran nich?” tanya Dhani memastikan.
“Yah beneran, udah cepetan.” desaknya.
Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, akhirnya Dhani menyerah dan memasuki mobil Ivan. Ia tak menghiraukan apapun selama itu di sekitarnya. Ia bahkan tak menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Hatinya merasa sediki lega karena ada seseorang yang mau mengajak Dhani pulang bersama.***
“Kok jam segini baru pulang?” tanya Ivan memecah keheningan.
“Terserah gua donk, kenapa lo jadi kepo gini sih.” jawab Dhani dengan ketusnya.
“Ya elah, lo kok jutek terus sih sama gua. Padahal gua udah mau nganterin lo nih, harusnya terima kasih donk.” keluh Ivan tak mengalihkan sedikit pun perhatiannya ke arah Dhani.
“Bodo amat. Jadi lo nggak ikhlas nich nganterin gua?” tanya Dhani menyipitkan matanya.
“Ya enggak gitu juga sih.” jawabnya menimang.
“Kok gitu?” tanya Dhani mengerutkan keningnya merasa bingung.
“Ya gitu,” jawab Ivan dengan santainya. Ia tetap fokus memandang ke depan menyetir mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Roman pour Adolescents"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...