Suara bel pulang sudah berbunyi. Dhani segera beranjak dari tidurnya yang sangat nyaman. Sejak tadi, ia masih betah di UKS tanpa memikirkan belajarnya sedikit pun. Tadinya, ia berniat untuk kembali ke kelasnya, tapi Rama menolaknya dengan paksa. Ia merasa khawatir jika Dhani harus kembali ke kelas dengan kondisinya yang tidak memungkinkan.
Ia segera menuju toilet wanita dan membasuh wajahnya yang terlihat berantakan. Terlihat dengan jelas matanya yang sembab karena semalaman ia menangis. Dan wajahnya juga terlihat sangat berantakan tidak terurus.
"Gua cariin ternyata lo di sini." kata Rana sambil menepuk bahu Dhani.
"Eht Ran, gua cuma cuci muka aja kok."
"Ya udah yuk balik. Udah ditungguin Rama noh di depan." katanya sambil menarik lengan Dhani.
Sekolah sudah terlihat sepi. Hanya menyisakan beberapa anak yang masih sibuk dengan kegiatannya. Jujur, Dhani masih merasa lemah dengan kondisinya sekarang. Ternyata, seburuk inikah efek samping bagi tubuhnya.
Bisa terlihat dengan jelas Rama dan kedua sahabatnya itu sedang berdiri bersandar pada motor mereka masing-masing. Dan Dhani baru menyadari ada yang berbeda dari Rama.
"Lihatin aja terus sampai gajah bisa bertelur." ejek Delon dengan senyum jahilnya.
"Eht apaan sih lo." kata Dhani tergagap.
"Haha, ketahuan juga lo Dhan." kata Dino dengan tawa khasnya.
"Ketahuan, emang gua habis maling apa?" tanya Dhani tidak terima.
"Ya, lo habis maling hatinya gua." jawab Rama sambil melirik ke arah Dhani.
"Ihhh geli gua dengernya."
"Geli, tapi lo suka kan?" ejek Rahma.
"Tau ahhh."
Mereka semua tertawa melihat tingkah Dhani yang begitu jelasnya. Terlebih, melihat pipi Dhani yang merona, tawa mereka semakin pecah. Tapi tawa mereka langsung berhenti ketika Rama mulai menatap mereka dengan tatapan yang menyeramkannya. Yah, tak ada yang berani melawan Rama dalam hal ini.
***
"Enggak papa kan gua tinggal? Apa perlu gua temenin lo malam ini?" tanya Rama dengan khawatir.
"Ihhh gila ya lo Ram? Bisa-bisa gua langsung dicincang sama bokap gua." jawab Dhani tidak percaya.
"Yah, habis gimana lagi. Gua enggak tega lihat lo gini." katanya berterus terang.
"Udah tenang aja, gua enggak papa kok. Enggak perlu khawatir yang berlebihan gitu lah." katanya menegaskan.
"Gimana gua enggak khawatir coba setelah kejadian tadi pagi. Lo nangis semaleman sampai lo sakit gini. Mana gua tega Dhan." katanya menjelaskan.
"Lebay lo Ram. Gua enggak papa kok. Lagian ini masalah gua, lo enggak perlu ikut andil. Harusnya gua enggak libatin lo ke masalah gua."
"Ish, lo ngomong apa sih? Justru gua seneng lo mau bagi masalah lo ke gua. Itu berarti lo percaya kan sama gua?" tanyanya.
"Hmm mungkin sih. Tapi gua enggak enak aja. Gua kan bukan siapa-siapa lo, tapi gua udah ngrepotin lo sejauh ini."
"Apa perlu lo jadi siapa-siapa gua dulu biar lo percaya kalau lo itu enggak pernah ngrepotin gua? Gua itu selalu khawatir kalau lihat lo gini Dhan. Gua enggak tega." katanya sambil menggenggam erat tangan Dhani.
"Lo ngomong apaan sih?" tanya Dhani bingung.
"Yaelah, lo pinter dalam hal akademik tapi ternyata lo bego dalam hal cinta ya?" tanyanya memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Teen Fiction"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...