Ternyata Rama tidak pernah main-main dengan ucapannya. Ia tetap mengikuti Dhani sampai di depan kelas Dhani. Dan lagi-lagi, ia menjadi pusat perhatian di sepanjang koridor sekolah. Tentu saja karena dia berbeda, dia anak otomotif yang lazimnya ada di gedung seberang bukan di gedung elektro.
Sesampainya di depan kelas Dhani, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka berdua. Tentu saja itu pemandangan yang langka. Berhubung semenjak sekolah di sana, Dhani belum pernah dekat dengan cowok lain selain teman sekelas atau seorganisasinya. Jadi pantas saja jika itu menjadi hal yang menarik untuk teman satu kelasnya.
"Cieeee lengket amat sih Dhan. Udah kayak surat sama perangko aja." ledek Aldo dengan senyum tengilnya.
Dhani pun tersadar akan ledekan teman dekatnya itu. Segera ia membalikkan badan, dan ternyata benar. Rama ada di belakangnya sedari tadi. Dan sialnya, dia tidak merasa bersalah sedikit pun. Dia justru tersenyum-senyum saat mendapati Dhani sedang menatapnya dengan tatapan yang tak biasa, tatapan marah lebih tepatnya.
"Rama, kenapa lo ngikutin gua sih? Kelas lo kan ada di gedung seberang." ucap Dhani dengan suara lembutnya.
"Iyha sih, tapi enggak ada salahnya kan gua mampir ke sini buat kenalan sama temen-temen lo." jawabnya tak kalah manis.
Dhani kontan menggeleng dengan celatnya. "Kayaknya, enggak perlu deh Ram. Bentar lagi bel masuk bunyi lho, lebih baik lo balik ke kelas lo aja ok." bujuk Dhani dengan muka sok manisnya.
"Nah kayak gini dong Dhan, manis sama gua jangan jutek mulu. Nanti cantiknya ilang lho." sahut Rama dengan santainya.
"Arghhhhhhhhhh." teriak Aldo dan teman satu kelas Dhani yang sekarang sedang memperhatikannya bersama Rama.
"Ihhh, diam enggak lo pada." kata Dhani sedikit berteriak.
"Enggak perlu marah gitu kali Dhan. Biarin aja. Anggap aja enggak ada siapa-siapa." bujuk Rama mencoba menenangkan Dhani.
"Serasa dunia milik berdua deh." tambah Anto dengan wajah cueknya.
Teman satu kelas Dhani langsung berteriak heboh mendengar perkataan Anto. Tentu saja sekarang Dhani merasa terpojokkan. Pipinya sudah mulai memanas sekarang.
"Bisa enggak sih kalian diam, bikin pusing aja deh." kata Dhani sambil melirik teman satu kelasnya satu per satu. "Ok Rama, gua terima tawaran lo deh. Sekarang, lebih baik lo balik ke kelas aja yah." sambung Dhani sambil menatap Rama.
Rama hanya menautkan alisnya dan mengangguk kecil. Tanpa disuruh, dia sudah berbalik badan dan pergi menjauh dari kelas Dhani. Dan tanpa Dhani sadari, senyum kecil terbit di wajah Rama tanpa ia lihat sedikit pun.
Terlihat, raut-raut kegirangan di wajah teman satu kelasnya. Dan Dhani bisa melihat senyum-senyum penuh arti dari mereka. Dan beberapa menit kemudian, mereka kembali bersorak ria dan meledek Dhani habis-habisan. Sepertinya, hari ini Dhani harus lebih bersabar.
"Cieeee, yang udah jalan berdua sama si doi." ledek Rana sambil menyikut lengan Dhani.
"Nggak usah berisik deh lo Ran."
"Argh kayaknya Dhani lagi PMS nih, sensi banget kayaknya." tambah Rahma dengan muka sok polosnya.
Dhani seketika melayangkan tatapan ngeri. "PMS pala lo peyang. Kalian berdua bisa enggak sih sehari aja enggak ngeledekin gua? Belum puas lo pada liat gua diejekin habis-habisan sama temen satu kelas?"
"Belum lengkap kalau kita belum tambahin." jawab Rana cengengesan.
"Anjir."
***
Bel sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Tapi Rama tak sedikit pun beranjak dari tempat duduknya. Sepertinya ia enggan sekali meninggalkan sekolah ini. Ia tetap saja asik dengan handphone kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Teen Fiction"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...