Hari sudah semakin siang. Dan tidak terasa, waktu bel pulang sudah berbunyi. Dhani tak beranjak sedikitpun dari duduknya walau semua penghuni kelas hampir sudah meninggalkan kelasnya. Sedangkan Rana dan Rahma? Mereka tengah sibuk menyalin rangkuman Dhani yang harus dikumpulkan siang ini juga.
“Masih lama?” tanya Dhani memecah keheningan.
Rana dan Rahma langsung menghentikan kegiatan menulisnya dan langsung mendongakkan kepalanya. Mereka langsung mengerutkan kening mereka karena bingung dan langsung terlonjak kaget ketika mengingat sesuatu.
“Anjay, kok gua baru sadar sih kalau onyet belum pulang?” tanya Rana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Anjir banget dech gua, kenapa jadi pelupa gini sih.” ucap Rahma memamerkan gigi putihnya.
Dhani hanya memutar bola matanya jengah dan langsung memalingkan mukanya ke arah lain. Ternyata dia dikacangin sejak tadi. Padahal kacang kan mahal .
“Ya ya sorry dech nyet, bentar lagi kelar kok.” ucap Rana dengan wajah memelasnya.
“Udah argh gua balik aja. Sebel gua sama lo pada.” ucap Dhani dengan ketusnya.
“Ya elah nyet, sensi amat sih lo hari ini. Lagi PMS ya?” tanya Rahma tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Dhani hanya bungkam dan langsung beranjak dari duduknya. Ia mulai melangkahkan kakinya secara perlahan karena nyerinya masih terasa sampai sekarang. Melihat sahabatnya yang kesusahan seperti itu, Rana dan Rahma jadi merasa bersalah. Harusnya mereka tidak mengacuhkan Dhani seperti ini. Padahal dia lagi sakit kan?
“Nyet udah ya ngambeknya, gua anterin dech.” bujuk Rana.
“Nggak usah. Lo selesain aja tuh tugas. Mau disuruh bersihin semua toilet di sekolah ini?” tanya Dhani mengingatkan hukuman dari salah satu guru killernya jika ada satupun siswanya yang tidak mengerjakan tugas.
“Ya nggak mau lah. Tapi gua nggak tega gini tahu lihat lo. Lutut lo masih sakit kan?” tanya Rana dengan nada khawatir.
“Nggak juga sih. Udah sana nggak usah peduliin gua. Lo peduliin aja nasib lo sendiri kalau 15 menit lagi lo nggak kelarin tuh tugas siap-siap aja lo olahraga sore.” kata Dhani bergidik ngeri.
“Peduli amat gua mah sama tugas tuh, lo itu lebih penting bagi gua.” kata Rana dengan acuhnya.
“Nggak usah sok drama gitu dech.” ucap Dhani merasa jijik.
“Ya elah nyet, harusnya lo tuh bersyukur ya punya sahabat kek kita yang baik sama lo. Apa gua pesenin taxi online aja?” tawar Rahma memberi solusi.
“Nggak perlu, gua bisa sen--” Belum sempat Dhani menyelesaikan kalimatnya, seseorang telah memotong kalimatnya dengan cepat dari balik pintu kelasnya.
“Dhani pulang sama gua aja. Lo berdua kelarin aja tuh tugas.” kata Adit sambil mendekat ke arah Dhani.
“Heh kutu, udah kaya setan aja lo tiba-tiba dateng.” ucap Dhani dengan sinisnya.
“Peduli amat sama omongan pedes lo. Udah ayo balik.” kata Adit memegang lengan Dhani detik berikutnya.
“Eht, apaan sih lo. Emang gua sapi apa main di tarik-tarik aja.” ucap Dhani dengan kesalnya.
“Ya, lo sapi yang harus gua jagain dengan sebaik-baiknya. Apa perlu gua gendong supaya lo bisa diem hah?” tanya Adit dengan wajah datarnya.
“Mana ada orang gendong sapi sih? Yang ada lo yang digendong sapi elah.” kata Dhani memutar bola matanya dengan malas.
“Ck, kalian berdua udah kayak tom and jerry aja dech. Setiap ketemu berantem mulu. Tapi jangan kaget dech ya kalau nanti jadi cinta noh bencinya.” kata Rahma tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhani (COMPLETED)
Jugendliteratur"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma ilusi kutu. Imajinasi gua terlalu tinggi. Karena tingginya gua bahkan sampai lupa sama takdir yang...