Part 35

3.5K 257 10
                                    

Gelap, pengap, lembab, serta sesak. Itu lah yang kata yang pantas untuk menggambarkan suasana ruang penjara bawah tanah ini.
Serta, terlihat seorang pria yang tengah berjalan sambil membawa obor ditangan kanannya menyusuri lorong penjara bawah tanah.

Kemudian pria itu berdiri di depan jeruji besi yang ditempati oleh pria dengan tangan serta kaki yang terbelenggu.

"Menyedihkan sekali kau Pangeran." Ucap Neilson.

Melvin hanya menatap dingin Neilson yang entah apa maksudnya mengunjunginya ke penjara ini, bukan kah lebih baik jika Neilson langsung membunuhnya saja.

"Tenang saja aku akan membunuh mu nanti, tapi tentu saja setelah aku sudah mendapatkan apa yang ku perlukan." Jelas Neilson, dia pun menatap sekujur tubuh Melvin yang penuh lebam dan kotor. "Well, untuk sekarang aku masih membutuhkan mu Pangeran jadi aku tidak akan membunuh mu sekarang."

Melvin menatap tajam wajah Neilson yang samar terlihat karena gelapnya ruangan, ia berdecih mendengar ucapan yang dilontarkan bedebah sialan didepannya tersebut, terlebih senyum sinis menjijikan yang dipasang Neilson setelah mengucapkan kalimat sialan barusan.

"Tapi jangan khawatir Pangeran. Aku akan segera menyelesaikan urusan ku dan membunuhmu. Dengan begitu aku juga bisa cepat menikahi gadis Gracia itu." Lanjut Neilson, dengan senyum di akhir kalimatnya.

Melvin membelalakan matanya begitu mendengar nama Gracia disebut oleh bajingan yang paling ingin dia bunuh. Kalau saja bedebah Neilson itu tidak curang saat pertandingan kemarin, pasti yang ada di penjara ini adalah Neilson. Dan sekarang dirinya sudah menjabat sebagai Raja lalu dengan mudahnya dirinya juga bisa menikahi Gracia kapan pun ia mau.

"Oi sialan, jangan macam-macam dengan tunangan ku!"

Neilson melirik sinis ke arah Melvin, "Ya kita lihat saja nanti." Katanya seraya membalikan tubuhnya lalu meninggalkan Melvin dalam balik jeruji besi yang gelap.

Kegelapan kembali menyelimuti sekeliling Melvin, karena obor yang menerangi sekelilingnya sudah dibawa pergi oleh Neilson. Melvin mengeretakan giginya dan mengepalkan tangannya, perasaan ingin keluar dari tempat terkutuk itu semakin membuat darahnya memanas. Kalau saja, kalau saja dia lebih hati-hati saat pertandingan kemarin, kalau saja dia tau banyaknya mantra sihir pasti tidak akan seperti ini. Kalimat "kalau saja" terus ia ucapkan dalam pikirannya.

***

"Bagaimana persiapannya?" Tanya Neilson kepada Max seraya memutar gelas berisikan whiskey ditangannya.

Max dengan rasa tidak terima terus mencoba melayani Neilson dengan segenap kesabaran serta ketabahan, ia menghela nafas pelan dan terus memenuhi permintaan calon Raja barunya itu.

"Sudah tuan muda, persiapaannya sudah siap hanya tinggal melakukan beberapa pengecekan lagi." Jawabnya.

Neilson mengengguk minumannya sampai habis dan menuangkannya kembali, "baguslah dengan begitu acara penaubatan ku sebagai Raja bisa dilakukan tepat waktu."

"Benar tuan muda."

"Apa kau tau Max, dimana Gracia tinggal?" Tanya Neilson.

Eh? Kenapa tiba-tiba orang ini menanyakan Grace? Apa mereka sebelumnya saling mengenal? Batin Max.

"T-tidak tuan."

"Hmm...sayang sekali. Padahal aku berencana mengundangnya dalam acara penaubatan ku." Neilson menatap gelas berisikan whiskey yang ia pegang didepan wajahnya. "Kalau begitu, bisa kau tolong kau cari tau dimana dia tinggal?"

The Devil Prince and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang