Jadwal kelas Adrey dan Natha kebetulan sekali sama, Adrey yang masuk hanya dua hari di fakultas yang sama dengan Natha dan Natha juga hanya memeliki dua hari masuk kelas sebagai mahasiswa selebihnya ia masuk menjadi dosen di Fakultas sastra, sebenarnya ia ingin focus menjadi mahasiswa terlebih dahulu dan melanjutkan risetnya menjadi pembantu, dikarenakan ia tidak lagi melanjutkan risetnya dengan menjadi pembantu juga pihak fakultas memintanya untuk tetap mengajar jadilah ia harus selalu datang ke kampus sesuai jadwalnya dan setiap pagi Adrey selalu mengantarnya meskipun ia tidak memiliki kelas.
"ada persidangan siang ini, kau tidak ingin ikut?" Adrey menatap lurus kedepan focus dengan kemudinya.
"tadi kau katakan jika kau kosong siang ini?" tidak bisa di pungkiri jika suara Natha terdengar kesal, Adrey tersenyum mendengarnya.
"aku kosong, ini persidangan klien teman ku"
"memangnya kasus apa?" ujar Natha tidak ada rasa penasaran sama sekali ia masih jengkel.
"sengketa warisan"
"tidak menarik" ujar Natha ketus dan memalingkan wajahnya "kau yang berkata tadi jika hari ini kita kencan" bisik Natha hampir tidak terdengar.
Adrey tersenyum menahan tawanya melihat wajah Natha yang cemberut, bibirnya mengerucut lucu, matanya berpendar tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"kau tidak ingin kencan dengan ku di ruang sidang? Bukankah menarik, kita harus berbeda dari orang lain, agar lebih terkesan begitu"
Natha meringis namun tidak menolak, mungkin menyenangkan berkencan di ruang sidang jika orang-orang berkencan di bioskop itu hal biasa bukan? Yah patut coba.
***
Suara tawa membahana di seberang sana. Ketika di ruang sidang Cessa sempat menelpon di karenakan ponsel Natha dalam mode silent ia kembali menelpon Cessa setelah acara 'kencannya' selesai dan ia menceritakan kecan uniknya kepada Cessa sambil tersenyum mengingat sepanjang sidang Adrey tidak pernah melepaskan tangannya hingga suara tawa Cessa merusak suasana hatinya.
"aku tidak tau bagai mana caranya kau menjadi professor muda di usia mu yang sekarang ini, aku masih meragukan otak mu Natha" suara Cessa masih tersenggal-senggal di seberang sana. "oh... aku lupa kau professor sastra ya? Sungguh aku tidak tau bagai mana otak anak sastra bekerja"
"Cessa... berhenti mengolok-ngolok ku" geram Natha "memangnya apa gunanya sekolah modeling? Jika hanya berlegak-lengok aku juga bisa bahkan nenek-nenekpun bisa" ujar Natha berapi-api.
"iya kakak ku yang cantic aku tau kau bisa hingga terkadang aku mengira kau alter ego, terkadang terlihat begitu rapi dan menawan terkadang terlihat Nerd dengan kaca mata bodoh mu itu dan aku lebih sering melihat sisi kelam mu dengan baju lusuh mu"
"tidak adakah hal penting yang ingin kau bicarakan? Kalau begitu akhiri saja"
"tidak, tidak, tidak, sebenarnya aku ingin bercerita kepada mu. Kau sudah membaca berita tentang ku?"
"belum, akhir-akhir ini aku tidak membaca berita apapun. Tapi..." Natha menjeda ucapannya berpikir sejenak "aku mendengar dari Adrey kau menjalin hubungan dengan si pemilik perusahaan itu"
"suamimu itu ish..." Cessa meggeram sedetik kemudian ia melunak "ya kami menjalin hubungan entah apa, dia yang menyebarkan berita itu dan dia juga memperkenalkan ku kepada orang tuanya"
"lalu?"
"aku... em... aku... em..." Cessa benar-benar gugup ingin mengatakan hal ini kepada kakaknya, sungguh ia tidak pernah menyembunyikan apapun dari Natha karena jika terjadi sesuatu kakaknyalah yang bisa melindunginya dari amukan kedua orang tuanya.
"Cessa kau kenapa?"
"aku menyukainya" ucap Cessa cepat.
"kau? Menyukainya? Atau mencintainya?"
"Natha" rengek Cessa membuat Natha terkekeh
"lalu kenapa?"
"jika nanti aku ada masalah aku ingin minta bantuan mu atau suami mu, boleh?"
"tidak"
Suara tegas itu terdengar dari arah belakang telinga Natha, kepala Natha menoleh kesamping wajah Adrey tepat di depannya. Pria itu tersenyum manis kepadanya dan mengambil ponsel Natha untuk berbicara kepada adik iparnya.
"halo adik ipar, kau ingin meminta bantuan ku atau istri ku"
Cessa berdecak kesal bagai mana bisa ia bisa berbicara dengan pria ini, ia masih belum menyukai kakak iparnya ini.
"em... mungkin"
"aku punya syarat"
"apa?"
"kau harus menyukai ku menjadi kakak ipar mu"
"ckckck... kau tau itu bayaran yang tidak setimpal, tunggu sebentar sepertinya aku memiliki tamu, katakana pada kakak ku nanti aku akan menghubunginya kembali"
Sambungan lagsung terputus, Adrey meringis kemudian duduk di samping Natha yang memperhatikannya sambil tersenyum.
"kau menguping" Natha merapikan anak-anak rambut Adrey di sekitar telinganya.
"begitulah, aku hanya penasaran tadi kau menelpon siapa"
"posessif" bisik Natha kemudian mengecup pipi Adrey.
"tidak aku tidak begitu, em.. protektif mungkin"
Sepanjang siang hingga malam ini mereka hanya menghabiskan waktu berdua, Natha hingga lupa sudah membuat janji dengan salah satu mahasiswa bimbingannya. Ketika ia membuka emailnya barulah ia teringat dengan janji temunya dan juga ada dua seminar yang harus ia datangi beruntung ia bukan menjadi pembiacara disana.
"apa Pricessa masih di rumah orang tua mu?"
"tidak, dia sudah kembali ke apartemennya. Memangnya ada kenapa?"
Kening Adrey mengernyit "tadi dia juga menelpon ku menanyakan seorang pengacara yang bagus tapi sebelum aku menjawab dia sudah kesal duluan dan mematikan ponselnya" Adrey mengedikkan bahu membuat Natha tersenyum. "apa aku semengesalkan itu?"
"tidak Ad, dia memang begitu, Ku harap kau bisa memakluminya. Yang aku tau dia memiliki masalah kontrak dengan sebuah perusahaan, aku tidak heran jika dia memiliki masalah kau sudah berbicara dengannya tentu tau sedikitnya bagai mana kasarnya ucapannya"
"masalah apa? Mungkin aku bisa membantu" Adrey menjeda ucapannya "siapa tau dia bisa menerima ku sebagai kakak iparnya" di akhir kata-katanya suara Adrey terdengar begitu kecil hampir tidak terdengar.

KAMU SEDANG MEMBACA
William's Queen (end)
Chick-LitWilliam Adrey Walter, seorang pengacara handal dengan reputasi sempurna dimata semua orang harus pulang kerumah karena harus menggantikan kakaknya untuk menikahi seorang gadis yang sudah menjadi tunangan kakaknya.