WQ-33.1

21.6K 1K 28
                                        


Senyum lebar tidak pernah hilang di bibir Adrey ketika memasukki bandara. Sebelah tangannya menggenggam buket besar bunga – ya, walaupun nanti akan ia bawa pulang lagi, tidak mungkin berpergian membawa bunga sebesar itukan merepotkan oleh karena itu ia juga menyediakan berbagai macam cemilan di tangan sebelahnya lagi. Sebelum ia sampai di tempat ini, Adrey sudah memutuskan satu hal untuk hatinya.

Senyum Adrey semakin merekah ketika melihat pemandangan di hadapannya, Emerald duduk dengan anggun seperti biasanya walapun terlihat jika wajah wanita itu begitu kesal, ia tampak tidak peduli dengan sekitarnya hanya focus pada ponsel di genggamannya.

"sudah lama menunggu"

Emerald mendesah kesal dan mengangkat kepalanya dan langsung berdiri, matanya yang tadinya kesal kini berubah berbinar ceria melihat Adrey dengan buket besar di tangannya.

"untuk ku?" tunjuk Emerald ke arah buket yang di pegang Adrey.

Kening Adrey mengernyit dan menjauh dua langkah, kepalanya menggeleng tidak terima.

"Dalam mimpi mu, mana file dan laptopnya?"

Dagu Emerald menunjuk benda yang di inginkan Adrey dengan kesal. "Sudah dua jam aku menunggu mu disini dan aku tidak menerima apapun sebagai tanda terima kasih mu" sunggutnya.

"sebentar" Adrey meletakkan Buket itu dengan hati-hati lalu membuka kantung makanan dan mengeluarkan sebuah teh dalam botol kemasan, kebetulan ia membelinya dua tadi.

"ini, siapa yang menyuruh mu selalu datang terlambat. Jadi jangan salahan aku jika hari ini aku tidak ingin ada keterlambatan"

Mata Emerald membelalak tidak percaya tak urung ia meraihnya juga dengan kesal "kau memberikan ku ini? Kau serius William?" dengan kesal ia membuka tutup botol itu dan meneguknya dengan ganas.

"kau terlalu pelit, kau tau itu, kau-"

Kepala Adrey menggeleng dengan santai, ia merah tas yang di tunjuk Emerald tadi, lalu duduk tidak menghiraukan wanita itu.

"kau benar, benar, benar, benar terlalu pelit."

"aku tidak seperti itu, jika tidak mana mungkin aku memberikan mu minum" kekehnya.

"kau pelit, hati mu juga begitu. Jika kau tidak pelit, kau pasti sudah membuka hati mu untuk ku, dari pada wanita sialan yang baru masuk ke kehidupan mu itu."

Jari Adrey berhenti megetikan sesuatu di ponselnya dan menatap tajam Emerald.

Ups, sepertinya mulut cantiknya selalu tidak pernah bisa di rem, dan kini ia membangunkan singa tidur.

"jaga ucapan mu, yang kau sebut sialan itu istri ku."

Emerald tertawa kikuk "maaf Will, kau tau sendiri mulut ku tidak bisa di rem"

"sekali lagi kau berani mengeluarkan kata yang tidak pantas untuk istri ku, kau akan berurusan dengan ku" suara itu terdengar begitu menakutkan di telinga Emerald, ia hanya bisa mengangguk, tidak berani lagi bersuara.

Tanpa menghiraukan ucapan Emerald yang kembali meminta maaf kepadanya, Adrey kembali menekuri ponselnya untuk menghubungi seseorang, Tidak lama setelah itu segerombol mahasiswa yang berjumlah kira-kira sepuluh orang berjalan mendekat kearah mereka berdua dan di susul oleh seorang pria paruh baya dan dua orang wanita.

Mata Adrey memindai satu persatu mahasiswa itu dan tidak menemukan istrinya disana dengan bingung ia bertanya kepada salah satu dosen wanita.

"Mesya, masih ada mahasiswa yang belum datang?"

Kening Mesya berkerut tidak mengerti kemudian menghitung mahasiswanya "sepertinya tidak pak"

Sekarang berganti kening Adrey yang mengernyit "apa Queentha tidak ikut?"

"oh, ya. kami juga berharap dia ikut, tapi beliau tidak bisa ikut. Sayang sekali padahal mahasiswa kita butuh pendamping sepertinya pak"

Rasa kesal tidak bisa Adrey hilangkan, kenapa Natha tidak jadi ikut? Padahal ia sudah memberi izin. Tunggu dulu, apa dia salah dengar? Pendamping?.

"pendamping?" ujar Adrey bingung.

"ya, kemarin aku memintanya dan mereka juga sudah meminta tapi tetap ia sudah punya jadwal sendiri, lagi pula sepertinya ia sedang dalam mood tidak baik akhir-akhir ini, biasanya jika sudah mahasiswanya yang meminta pasti ia tidak bisa menolak. Andai aku meminta mu, aku yakin dia tidak akan berkelit dan akan meninggalkan semua jadwalnya yang mengesalkan itu. apalah daya ku sudah terlalu tua untuk merayunya, jika kau yang melakukannya, selain donatur kesayangan semua orang, kau juga memiliki wajah yang tampan, di tambah lagi dengan mulut pintar mu itu" cerocos pria tua itu yang membuat dua dosen wanita muda di sebelahnya terkekeh.

"Dia dosen?"

Kening pria yang sudah keriput itu bertambah keriput karena di kerutkan, tentu saja ia menganggukan kepalanya. "ya dia dosen, lalu apa lagi?" ia berpikir sejenak lalu berdecak kesal "ck, ya dia juga masih mahasiswa s2. Aku tidak mengerti jalan pikirannya yang rumit itu"

Sepertinya stok udara jatah Adrey hanya tinggal sedikit atau mungkin jantungnya saja yang bermasalah, rasanya susah sekali untuk menarik nafas. Jadi kemana Natha pergi, Adrey ingat kembali percakapan yang ia curi dengar dari kedua wanita di hadapannya.

"Queenatha Spark" nama itu membuat langkah Adrey berhenti di sela-sela terburu-burunya mengambil sesuatu yang tertinggal di kampus, padahal ia harus menghadiri sebuah sidang sebuah perusahaan kelas kakap.

"aku sudah membuat surat untuknya, aku rasa dia bisa ikut untuk acara ini. Tidak ada yang lain yang cocok untuk acara internasional seperti ini dan berangkatnya rabu ini bukan, aku rasa dia kosong juga"

Setelah mencuri dengar Adrey berjalan melalui mereka berdua menuju keruangannya dan hanya membalas sapaan mereka dengan senyum segaris dan anggukan singkat.

"ada apa dengan mu nak?"

Suara pria itu menyadarkan Adrey dan baru tersadar jika hanya tinggal pria tua itu, dirinya dan Emerald yang sedang duduk tidak memperdulikan mereka.

"o-oh, tidak apa Sir"

"aku mengenal mu dari kecil Adrey" pria itu tidak ingin melanjutkan ucapannya ketika suara wanita dari pengeras suara kembali mengumumkan untuk segera naik kepesawat "selesaikan apa yang perlu kau selesaikan, sampaikan salam ku pada kedua orang tua mu sudah lama kami tidak berjumpa. Aku pergi dulu Adrey"

Pria tua itu tersenyum kepada Adrey dan hanya mengangguk kepada setengah hati kepada Emerald dan berlalu.

Adrey tidak bisa menyembunyikan kekesalanya, ia merasa seperti di bohongi memang siapa yang membohonginya? Tidak ada yang bisa ia salahkan itulah hal yang membuatnya paling dongkol dan imbasnya adalah Emerald ia memnyerahkan buket dan cemilan yang tadi ia siapkan untuk Natha dengan kasal kepada Emerald hingga beberapa kelopak bunganya berjatuhan.

"ambil ini" lalu berlalu begitu saja tanpa menghiraukan gerutuan Emerald dan memanggil-manggil namanya.

"William lalu aku pulang dengan siapa?" jeritnya, beberapa orang di sekitar melihatnya dengan tatapan aneh. Adrey menjawabnya dengan lambaian tangan lesu tanpa berbalik sedikitpun.

William's Queen (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang