Paginya Natha terbangun dengan wajah kusut dan pusing di kepalanya, hingga rasanya ia ingin muntah, beginilah efek menangis semalaman. Eh, semalaman? Sepertinya tidak juga, ia hanya mengangis sepulangnya dari hotel, hingga kemudian Jenny datang dan... ia tidak mengingat lagi kelanjutannya.
Ngomong-ngomong di mana wanita itu.
Natha membuka tirai besar yang ada di dalam kamar itu, menampakkan pepohonan yang masih di temani lampu-lampu yang menyala dan cahaya kebiruan yang menandakan sebentar lagi matahari akan malu-malu untuk menunjukkan wajahnya.
Tanpa mencuci wajahnya terlebih dahulu, ia berjalan keluar sambil menguap dengan tidak anggun. Tidak ada siapa-siapa di sana yang berarti malam tadi ia tidur sendiri, sudah pasti Jenny akan meninggalkannya, bagaimana tidak kekasihnya juga datang. Anak itu berlagak menawarinya untuk di temani, lihat sekarang ia meninggalkan Natha begitu saja.
"lapar" gumamnya mengelus perut.
Di jam yang masih sepagi ini tentu saja para chef masih menyediakan makanan di dapur dan jadwal pagi ini adalah makan bersama dengan para tamu udangan, juga para pembaca setianya, tapi ia benar-benar lapar saat ini dan hanya ada cemilan dan beberapa bahan mentah.
Ada daging juga beberapa jenis ikan mentah di freezer, no bukan pilihan bagus. Ada beberapa jenis sayuran mentah juga, no. ada telur, tidak juga. Matanya jatuh kepada pasta yang ada di cabinet yang memang sengaja ia buka untuk memilih.
Natha memperhatikan cara pembuatannya di belakang kemasan dan sepertiya mudah. Ia mengikuti dengan teliti setiap step yang di arahkan.
Tercium bau tidak sedap namun Natha menghiraukannya, begitu ia mentiriskan pasta ada banyak pasta yang berwarna kehitaman, awalnya ia curiga namun hanya mengedikkan bahu. Manusia sekarang memang aneh-aneh saja kreasinya untuk melariskan produknya, sebentar lagi pasti sudah ada pasta pelangi.
Dengan santai ia menuangkan saus instan seperti yang di anjurkan, lalu dengan riang ia berjalan kemeja makan mini dan menyantapnya. Baru mengunyah suapan pertama ia sudah mual dan berlari kekamar mandi untuk memuntahkan apa yang belum ia makan dan juga cairan bening isi perut.
Natha tidak berselera lagi memakan apapun, hingga di hotel ketika sarapan bersamapun ia hanya meminum secangkir teh hijau dan sepotong kecil cake coklat, ia sedang tidak ingin sarapan roti atau menu sarapan apapun yang di sajikan di sana.
Tubuh Natha lemas ketika di atas panggung, entah efek demam panggung atau efek menangis tadi malam atau efek sarapan yang hanya secuil, mungkin juga akumulasi dari semuanya.
Semua orang yang ada di sana memang tidak merasakan sama sekali pada tubuh Natha yang lemas, bahkan Jenny pun tidak, Natha terlihat seperti biasa dengan kepercayaan dirinya yang maksimal, bahkan beberapa tokoh politik dan tokoh ekonom yang di undang dan menjadi pemateri, beberapa kali memujinya takjub.
Malamnya ketika hanya tinggal acara menandatangi buku, Natha benar-benar lemas dan pucat, tidak sedikit dari pengemarnya yang bertanya, banyak juga yang memberikannya berbagai jenis makanan dan makanan lainnya, padahal tadi Natha sudah mendapatkan banyak sekali hadiah dari penggemarnya. Sekarang ia merasa seperti artis saja.
Jenny yang melihat tubuh lemas Natha mengintruksikan seorang panitia untuk menyudahi acara tanda tangan itu, namun Natha mencegahnya karena hanya tinggal sedikit lagi. Natha hanya menunduk sambil menanda tangani, hanya sesekali ia tersenyum dan berterima kasih.
Tiga orang lagi Natha, bisiknya dalam hati. Satu orang terakhir menyodorkan buku kehadapannya barulah Natha menghela nafas lega.
"aku minta cap bibir sekalian"
![](https://img.wattpad.com/cover/162352126-288-k520534.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
William's Queen (end)
ChickLitWilliam Adrey Walter, seorang pengacara handal dengan reputasi sempurna dimata semua orang harus pulang kerumah karena harus menggantikan kakaknya untuk menikahi seorang gadis yang sudah menjadi tunangan kakaknya.