WQ-32.1

21.3K 1K 40
                                        

Alis mata lebat, bulu mata yang tidak terlalu panjang, hidung mancung, bibir merah sedikit gelap dan rahang tegas. Natha ingin sekali menyingkirkan rambut nakal yang biasaya rapi kini berantakkan menutupi jidat Adrey, tangannya terulur tanpa bisa ia kendalikan.

"apa aku begitu tampan?" bisik Adrey dengan nafasnya yang mulai normal.

"ya" jawab Natha dengan suara seraknya.

'ya hingga rasanya aku tidak ingin jauh satu sentipun dari mu' ingatan Natha kembali pada kejadian malam tadi hingga mereka berdua bisa berakhir di atas tempat tidur sampai matahari sudah menampakkan diripun mereka masih berpelukkan seperti ini. Yang paling garis bawahi Natha dari semua kejadian adalah wanita yang di bawa Adrey tadi malam, siapa wanita itu?.

"Ad" jeda sejenak "Adrey aku mencintai mu"

Mata Adrey langsung terbuka lebar menatap Natha tidak percaya, ia melepaskan pelukannya dari tubuh Natha dan langsung duduk, menatap kosong kearah depan. Natha sudah menyiapkan segala kemungkinan terburuk dari reaksi Adrey setelah mendengar ungkapan cintanya, semenjak pertama kali ia jatuh cinta kepada pria ini, namun tatap saja selalu rasa penolakkan itu sakit. Meskipun begitu Adrey harus tau perasaannya.

"Ad, maksud ku aku..." ucap Natha tergagap, ikut duduk dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut.

"ok dengar" suara Adrey terdegar gusar dan ia sudah berdiri memakai boxernya, ia mondar mandir seperti orang kebingungan, ok dia memang bingung saat ini.

"Ad-" ucapan Natha kembali terputus.

"aku belum bisa mencintaimu, aku masih mencintai seseorang" Adrey mengucapkannya dengan satu tarikan nafas tanpa melihat kearah Natha yang terpaku.

"Adrey, aku mencinta-"

"Maaf Natha, tidak saat ini. Aku belum bisa mencintai mu"

Natha bisa merasakan dari belakang punggung Adrey jika pria itu melirik dari ujung matanya, jadi ia hanya mengangguk dan tersenyum lemah sebelum Adrey keluar dari dalam kamar mereka.

Bibir Natha masih tersungging lemah, air mata mengalir kepipinya tanpa bisa ia kendalikan. Mengapa mencintai seseorang harus semenyakitkan ini. Natha menekuk kakinya dan memeluknya erat sambil terus menangis, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, hanya isakkan kecil.

Ia sudah tau ini akan terjadi dan dengan kebodohannya ia malah mengatakannya, mungkin Adrey harus tau isi hatinya, akan tetapi jika Adrey meninggalkannya seperti ini dan mungkin akan menjauh darinya atau lebih parahnya pria itu akan segera melayangkan surat cerai.

Bodoh.

Natha seharusnya menahan mulutnya dan memakai otaknya.

***

"Bagaimana, kau sudah siap untuk berangkat?"

Hu?

Natha terlihat begitu linglung menatap Jenny, wanita itu memperhatikannya dengan seksama. Natha mengehembuskan nafas pasrah.

"sudah pasti aku siap, jika tidak, aku tidak akan memutuskan tanggal untuk pergi."

"aku melihat dari raut wajah mu, tidak seperti itu. ada masalah?"

"ya"

"ingin bercerita?"

"café depan" ucap Natha sambil beranjak dari duduknya, di ikuti Jenny. Berjalan kearah pintu keluar suara heboh Anne menyapa mereka sebelum menggapai pintu. Natha menghembuskan nafas pasrah, dari mana datangnya manusia satu ini? Bukannya hari ini dia ada jadwal mengajar?.

Mereka duduk di meja bundar paling ujung dekat taman mini café itu, setelah Jenny dan Anne berdebat tentang ingin duduk di bagian mana, kebetulan suasana tidak terlalu ramai. Setelah memesan beberapa cemilan dan minuman, Anne langsung menatapnya penuh Tanya dengan tangan di atas meja dan menopang dagu.

"jadi?"

Jenny memutar bola matanya jengah, bukankah seharusnya dia yang bertanya kepada Natha?.

Natha memperhatikan mereka berdua bergantian kemudian kembali menghembuskan nafasnya berat.

"aku memperingatkan kalian berdua, jika kalian tidak percaya terserah kalian. Aku menganggap kalian percaya." keduanya menggangguk serentak. "aku sudah menikah dan pria itu William Adrey Walter" kali ini keduanya saling melirik. "sudah ku katakana, jika kalian tidak percaya terserah dan aku sudah mengatakan jika aku mencintainya"

Mengalirlah cerita Natha bagaimana ia bisa menikah dengan pria idamannya itu. awalnya mereka berdua mendengarkan anatara percaya dan tidak percaya, namun jika Asley yang menjadi figurannya dan Adrey adalah adik pria itu tentu saja mereka langsung percaya. Pertama, Asley itu orang yang selalu mengejar Natha, mereka berdua tau benar hal itu, Natha saja yang tidak pernah mau tau hal itu. yang kedua, bukankah nama belakang mereka sama, yah Jenny pernah mendengar jika Asley memiliki seorang adik laki-laki seorang pengcara, dan Anne masih penasaran dengan gossip yang beredar di kampus.

"Jadi, dia selingkuh dari mu?"

"nop" Natha menggeleng yakin "mereka yang lebih dulu menjalin hubungan Anne"

"tetap saja Natha" sergah Jenny jengkel.

"lalu yang di kampus? Mereka mengatakan-" Anne bertanya dengan bingug.

"kau pernah melihat wanita itu di kampus Anne?" Tanya Natha lirih.

Anne tersenyum kikuk dan menggeleng, Jenny mendelik dan menepuk kepala wanita itu. "lalu kau tau dari mana?" ucapnya kesal.

"Aku mendengar jika Adrey sudah menikah"

"hanya itu?" suara kesal Jenny kembali terdengar dan sebuah tepukkan mendarat kembali di kepala Anne ketika wanita itu mengangguk membenarkan.

"kenapa kau suka sekali memukul kepala ku" tangan Anne terangkat untuk membalas Jenny, namun karena seorang pramu saji datang untuk menghidangkan pesanan mereka, ia pun mengurungkan niatnya.

"kenapa lama sekali, kami sudah selesai satu sesi cerita dan minuman baru datang" ucap Anne jengkel, Natha pasti haus setelah bercerita.

Jenny menyodorkan kopi lattenya kepada Natha karena smothies pesanan Natha belum datang. Kopi latte?, Natha kembali teringat malam setelah paginya Adrey meninggalkannya di atas tempat tidur sambil menangis.

Entah bagaiman ceritanya Adrey pulang dengan wajah kusut dan meminta Natha membuat kopi latte dingin dan menemaninya mengerjakan sesuatu. Di atas ranjang Natha duduk diam disebelah Adrey yang berkonsentrasi penuh pada laptopnya. Natha tidak mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari Adrey hingga pria itu selesai dan menghabiskan secangkir kopi latte buatannya.

"Ad, tentang yang ku katakana tadi pagi" suara Natha terdengar ketika Adrey menarik selimut.

"bisakah kita tidak membahasnya sekarang?" ujar pria itu lelah.

Natha menggigit bibir bawahnya dan terkejut ketika Adrey meletakkan kepalanya di paha Natha.

"Bisa kau mengusap kepala ku?" pintanya sebelum terlelap.

Paginya pun begitu, Adrey hanya mencium keningnya sebelum berangkat kerja dan tersenyum manis kepadanya. Natha bertekat untuk tidak akan membahas menggenai perasaannya lagi, agar Adrey tidak menjauh darinya, namun lagi-lagi ia ragu. Adrey yang biasanya ribut dengan hal-hal yang tidak di sukainya dan akan mencerca Natha, kali ini hanya diam dan tersenyum seadanya, tidak pernah lagi banyak suara, ia hanya berkata singkat-singkat. Apa yang terjadi? Kemana Adreynya?. Natha sadar jika hal itu yang menyebabkannya tidak lain adalah dirinya sendiri.

"lalu bangaimana tanggapannya, ketika kau mengatakan jika, kau mencintainya?" Jenny menyadarkannya lamunannya.

Natha tersenyum masam dan menggeleng "aku belum bisa mencintaimu, aku masih mencintai seseorang." Kalimat itu ia ulang dengan suara parau.

William's Queen (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang