"besok pagi kita akan berangkat"
Dengan spontan Natha berbalik menatap Adrey yang sudah menutup matanya diatas ranjang.
"kemana?"
Karena tak ada jawaban Natha meletakkan sisir yang ia pengang dengan asal dan berjalan untuk duduk diranjang dan menggoyangkan tubuh Adrey demi mendapatkan jawaban namun pria itu hanya bergumam tanpa berniat menjawab.
Natha paham jika Adrey lelah sama dengan dirinya juga lelah, karena tidak ingin berdebat jika ia tetap kukuh pada pendiriannya untuk bertanya malam ini juga walau ia tau jika Adrey sama sekali belum tidur.
Natha membaringkan tubuhnya disamping Adrey mencoba menutup matanya berharap mimpi akan segera menghampirinya namun hingga satu jam berlalu ia belum juga bisa terlelap tentu saja ia lelah tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.
Mata Natha melirik Adrey, sudah terdengar dengkuran halus pria itu terlelap seperti bayi, Natha masih bisa melihat wajahnya walau hanya temaram lampu dari arah balcon yang menerobos masuk.
Pintu balkon terbuka angin malam berhembus dingin menyapu pipi Natha yang membuka pintu kemudian kembali menutupnya ketika kakinya sudah menginjak diluar.
Bintang bersinar terang, bulan terlihat sebelah Natha menghembuskan napasnya berat. Percaya tidak percaya inilah posisinya sekarang seorang istri, menyedihkan bukan matanya menyapu seluruh pekarangan rumah masih terlihat sisa-sisa pesta pernikahanya tadi pagi. Pesta paling menyedihkan yang ia rasakan apalagi yang kurang adik perempuannya tidak bisa datang, kakak laki-lakinya hanya sekedar mengucapkan selamat kemudia pergi meninggalkan pesta begitu saja.
Belum lagi kisah pernikahannya layaknya disinetron, ia masih tidak percaya pria yang tengah berbaring diatas ranjangnya sekarang adalah suaminya.
"Nat ini ada surat dari pengacara dunia halu mu"
Hari itu tepat hari ulang tahunnya Natha menerima surat yang diberikan editornya, keningnya berkerut ketika tidak tertera nama didepannya hanya amplop putih dengan penasaran ia segera membukanya.
Setelah membaca surat itu Natha langsung meremas geram surat itu dan bertanya siapa yang memberikan surat itu dan jawabannya membuat Natha tidak berkutik.
"dia sudah menunggu mu sekitar tiga puluh menit karena memiliki urusan penting lagi dia hanya menitipkan itu, memangnya isinya apa?" selidik Jenny penasaran dengan senyum jahilnya.
"dia menungguku?" Natha tidak percaya jika pengacara sesibuk itu meluangkan waktu untuknya dan meninggalakan hanya pesan singkat yang membuatnya ingin mengubur diri sendiri.
"kalian punya hubungan?" kali ini dua orang dalam ruangan itu datang menghampiri Natha dengan penasaran.
"tidak memangnya seistimewa apa aku hingga berhubungan dengan manusia canggih seperti itu"
Sang editor yang memang datang khusus menjumpai Natha dikampusnya menatap Natha dengan kening berkerut tanda sedang berpikir keras, sedang disebelahnya Anne hanya melonggo memperhatikan keduanya.
"memang apa isi suratnya?" ujar Anne dengan wajah polosnya
Tanpa menghiraukan perkataan wanita munggil itu Natha duduk dibalik meja kerjanya tanpa menatap wajah Jenny ia berkata sangat pelan.
"hentikan pencetakan buku ku yang berjudul Queen"
"wh..what?" Jenny merasa salah dengar
Natha menatap tajam Jenny dan Anne terkesiap namun masih menunjukkan tatapan bodohnya.
"aku suka buku mu yang satu itu kenapa harus dihentikan, apa?" Anne memasang wajah terkejutnya "apa pria itu menyuruhmu? Atau mengancam mu?"
"memangnya kenapa dia harus mengancam Natha" nada bicara Jenny benar-benar tidak suka dengan ide itu.
"is.. kau ini, kau benar-benar membaca tulisan Natha atau tidak, disana Natha mencantumkan nama pria itu William A. Walter oh.. apa yang kurang sudah pasti pria itu"
"diamlah Anne dia tidak mungkin seperti itu" Jenny kukuh membela
"memang kau mengenalnya?"
"besok tarik saja semua buku yang sudah dicetak kalau bisa yang sudah beredar juga"
What??
Natha sibuk mengunyah sarapannya dengan rambut yang diikat asal-asalan tanpa memerdulikan sekitarnya.
"Adrey dimana?" suara Darwin yang baru saja duduk dimeja makan tidak membuat Natha mengangkat kepalanya.
"Natha!" peringat ibunya
"mungkin dia masih lelah ma"
Namun suara deheman membuat Natha mengangkat kepalanya dan tersenyum menampakkan gigi putihnya yang berjejer rapi.
Kening Natha mengernyit melihat Adrey sudah rapi dengan kemeja abu-abu dan rambut yang masih basah berjalan kearahnya dan langsung duduk disampingnya ia langsung menyerahkan piring kepada Natha membuat Natha melongos dengan tidak rela dia mengisi piring suaminya dengan menu sarapan.
"kalian akan pergi jam berapa?" Tanya Darwin
"dia saja pa"
Jawaban yang diberikan Natha membat semua orang yang tengah mengunyah makanannya terhenti hingga terjadi keheninggan sejenak sebelum Adrey berdehem.
"setelah ini aku tidak langsung kembali kerumah ada pekerjaan yang harus aku selesaikan terlebih dahulu maka dari itu untuk sementara Natha tidak bisa ku bawa"
Tanpa sepengetahuan siapapun Natha mendesah lega untung saja Adrey, sepertinya pria itu juga satu pemikiran dengannya, sambil tersenyum Natha menyuapkan sarapannya perlahan kedalam mulutnya dan tersedak ketika mendengar suara mertuanya.
"memangnya kenapa jika membawa istrimu bekerja malah terlihat lebih manis, bayangkan itu kalian berjalan bersama berdua Natha menunggu mu ketika sedang meeting dan ketika meeting selesai kau bisa.... Aaa.."
Amira memegang kedua pipinya membayangkan dan tersenyum sendiri, sampai-sampai Adrey meringis sendiri melihat tingkah ibunya.
"mom sepertinya itu bukan ide yang bagus nanti Adrey bisa kehilangan konsentrasinya" ujar Natha meyakinkan ibu mertuanya.
"tidak boleh kalian harus pulang bersama dan kau Adrey harus membawa istrimu kemanapun kau terbang dan kau menantu ku yang cantik harus ikut suami mu kemanapun dia pergi"
Itu adalah peringatan terakhir yang tak terbantahkan hingga sepasang pengantin baru itu pergi meninggalkan ruang makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
William's Queen (end)
ChickLitWilliam Adrey Walter, seorang pengacara handal dengan reputasi sempurna dimata semua orang harus pulang kerumah karena harus menggantikan kakaknya untuk menikahi seorang gadis yang sudah menjadi tunangan kakaknya.