2 - DINNER DATE

3.3K 520 122
                                    

Ryujin's POV

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku dingin melihat Jaehee, ibu tiri ku yang sedang berdiri di depan ambang pintu kamar.

Iya, aku tidak sudih memanggilnya dengan panggilan ibu, lagipula ia terlihat terlalu muda untuk menjadi ibuku.

Jaehee menebar senyuman manisnya yang justru membuatku mengernyit curiga. 

"Katakan ada apa ini?" tanyaku sekali lagi.

"Ryujin-ah, kau tidak pernah memberitahu ternyata kau dan Renjun sudah saling kenal ya?" tanya Jaehee balik.

"Aku memang tidak mengenalnya, sudah ya," bohongku mengakhiri pembicaraan dan menutup pintu kamarku. Sialnya aku kalah cepat, tangan perempuan itu menahan pintu kamarku.

"Apa lagi sih?" ketusku.

"Renjun menjemputmu tuh di bawah, cepat bersiap. Aku akan membantumu," balas Jaehee lalu menyelonong masuk ke kamarku.

"B-bagaimana anak itu bisa tau alamat rumah kita?" tanyaku terkejut.

Selain itu ia juga tidak memberitahuku kalau ia akan datang malam ini. Sangat dadakan dan menganggu Sabtu malamku!

Aduh, bisa tidak sih barang sekali saja si Tuan muda Huang ini tak mengganggu kehidupanku?

Semenjak kejadian ciuman waktu itu, sosoknya selalu saja muncul menghantui entah di kehidupan nyata ataupun di pikiranku.

"Mungkin ayahmu yang memberitahunya, ingat? Kalian kan dijodohkan," ucap Jaehee sembari melihat-lihat pakaian di lemari. Sepertinya ia sedang memilih pakaian untuk ku pakai nanti.

"Haruskah aku pergi dengannya?" tanyaku dengan suara kecil. Sungguh, kali ini saja aku berharap Jaehee membelaku.

"Pastinya," jawab Jaehee singkat.

Harusnya aku tidak berharap padanya.

"Aku tak menyangka ternyata Renjun itu sepantaran denganmu dan ia juga sangat tampan. Anaknya juga sopan, andai saja aku masih remaja mungkin ia akan menjadi lelaki idamanku hahaha..." cerita Jaehee panjang lebar yang hanya kutanggapi dengan dengusan kasar.

Perempuan ini malah curhat, tak membantu sama sekali.

Kira-kira seperti itulah ceritanya mengapa akhirnya aku bisa berakhir disini sekarang, duduk berhadapan dengan seorang Huang Renjun. Untung saja ada meja makan yang memisahkan kami, jika tidak wajah tampan itu mungkin sudah akan kuhajar.

Ia mengajakku pergi makan malam di sebuah restoran Prancis yang namanya tidak ku ingat. Terlalu rumit dan memang tak penting juga untuk diingat.

Argh, menyebalkan sekali tampangnya itu!

Lihat saja cengiran dan senyuman sok ramah yang ia berikan pada para pelayan.

Lihat saja cengiran dan senyuman sok ramah yang ia berikan pada para pelayan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
POLARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang