Maniknya mengerjap, sangat terasa aneh. Ia tidak tau bahwa ia akan berada di satu titik dimana hal sesederhana masih dapat membuka mata bisa menjadi sesuatu yang amat ia syukuri.
Korneanya masih berusaha beradaptasi dengan cahaya dari sekitarnya. Cahaya yang begitu ia rindukan setelah entah untuk berapa lama ia hanya dapat melihat kegelapan tiada akhir kemanapun ia memandang.
Untuk pertama kalinya dalam hidup Shin Ryujin, ia tau betapa berharganya sebuah kehidupan. Ia yang hampir kehilangannya.
Awalnya samar, namun berlahan Ryujin bisa melihat dua wajah perempuan yang ia diam-diam rindukan. Raut keduanya begitu terkejuf, air mata haru juga nampak meleleh keluar dari kedua mata mereka.
Penantian dan doa mereka terjawab. Ryujin sudah siuman.
"R-ryujin-ah, akhirnya kau sadar," tangisan Jaehee pecah, ia segera menghambur memeluk Ryujin yang masih lemah.
"A-aku akan memanggil dokter," Naeun yang juga berada di ruangan yang sama turut terkejut dan segera memanggil dokter yang menangani Ryujin.
Ryujin yang dipeluk hanya dapat terdiam. Tubuhnya belum bisa memberi reaksi apapun. Masih begitu lemah mengingat cukup lama ia tak sadarkan diri.
"J-j-jaehee..."
"Jangan berbicara dulu Ryujin-ah, kau masih lem-"
"eo-eommoni. J-jaehee eommoni," lirih Ryujin lemah memberi panggilan baru untuk ibu tirinya.
"R-ryujin-ah, t-terima kasih nak," tangis haru Jaehee kembali pecah saat mendengar untuk pertama kalinya Ryujin menyebut Jaehee dengan sebuah panggilan yang begitu ia idamkan. Setelah sekian lama, Ryujin mau menerimanya.
Jaehee tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan betapa bahagianya ia hari ini. Seakan beban amat berat sudah benar-benar terangkat dari hidupnya.
"R-renjun?" seperti yang sudah Jaehee duga, Ryujin segera mencari keberadaan pemuda itu.
Seketika Jaehee sadar bahwa badai belum sepenuhnya mereda.
Ryujin tidak bisa tidur. Jujur, memejamkan mata adalah hal terakhir yang ingin Ryujin lakukan. Ia masih takut, jika ia terlelap apakah ia masih dapat terbangun lagi?
Sore itu, di ruang perawatannya, ia terbaring sendiri dengan pikiran melayang.
Ia memandangi langit-langit kamar. Memandang pemandangan dari jendela di ruangan. Melihat warna senja yang ditawarkan oleh matahari yang sedang mengakhiri hari.
Rasanya dunia yang sudah sekian lama tak ia lihat ini terasa berbeda dari sebelumnya. Terasa begitu janggal.
"Renjun, kau dimana?" gumam Ryujin di tengah lamunannya.
Bohong kalau Ryujin bilang ia tidak merindukan Renjun.
Selama berada dalam kegelapan tak berujung, segala kenangannya bersama pemuda itulah yang membuat Ryujin begitu keras kepala untuk bertahan. Bertahan sampai akhirnya ia kembali melihat dunia ini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLAR
Fanfiction[𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗] Tentang Huang Renjun dengan segala kehangatan yang diterima olehnya dan Shin Ryujin yang sudah terlalu frustasi dengan dinginnya hidup dan penolakan dari sekelilingnya. Iya, mereka selayaknya dua kutub yang berbeda dan saling be...