"Renjun..."
Aku membelalakan mataku ketika bisikan lemah itu terdengar. Suaranya yang sudah lama tidak terdengar lagi. Suara dari dirinya yang sudah lama terbungkam, terbaring lemah dan entah kapan akan kembali membuka netranya kembali.
Aku menoleh, mencari asal suaranya.
Di persimpangan jalan yang sudah tertutup salju ini aku berada. Hanya ditemani oleh papan penunjuk jalan dan lampu jalan yang redup.
"R-ryujin, kau dimana?" tanyaku entah pada siapa. Aku pasti sudah terlalu merindukan Ryujin sampai-sampai aku mendengar suaranya bahkan menanggapinya.
Angin berhembus melewatiku, semakin membuat malam bersalju ini semakin dingin.
Tidak ada sahutan.
Ya, mungkin aku memang hanya berhalusinasi.
Benar kata orang, rindu itu berat.
Terlebih jika kau tidak tahu apakah kau masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan orang itu lagi atau tidak.
Aku kembali berjalan, melangkah entah kemana.
I lost myself.
Semenjak hari dimana Ryujin kutemukan di gudang belakang sekolah, aku benar-benar seakan kehilangan sebagian dari hidupku. Ini terlalu berat, amat menyesakan.
"Renjun..."
Suara itu lagi.
Aku berhenti berjalan.
Perlahan, aku merasakan sepasang tangan memeluk tubuhku dari belakang.
"Renjun, ini aku."
Tanpa menunda ataupun berpikir lagi, aku memutar balik tubuhku dan mendapati sosok seorang Shin Ryujin di hadapanku. Tersenyum tipis menatapku di tengah butiran salju yang berjatuhan berbalut mantel hangat dan syal merah melingkar manis di lehernya.
Cantik.
Tak bisa menahan rasa rindu ini, aku langsung balas memeluknya erat. Sangat erat, belum sampai berapa lama air mataku sudah turun.
"Cengeng," ucapnya dingin seperti biasa, tapi tetap menepuk lembut pundakku, mencoba menenangkan.
Padahal biasanya, aku yang selalu menenangkan Ryujin.
Shin Ryujin, kau disini.
Bersamaku lagi.
❄️
"Kau nampak lebih kurus," ucap Ryujin.
Perhatian, tidak seperti biasa tapi aku tetap menyukainya.
"Malas makan," jawabku.
"Jangan, atau perlu aku yang menyumpalkan makanannya ke dalam mulutmu?" ancamnya tersenyum tipis.
Tipis namun amat manis.
Aku mengeratkan genggaman tanganku pada tangannya di dalam kantong mantel musim dinginku, supaya tangan kami tetap hangat di tengah angin malam ini.
Kami masih di tengah jalan setapak sepi yang sama. Jalanan asing bersalju dengan penerangan lampu yang redup.
"Kau–"
Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaanku, Ryujin sudah menyelanya dengan menunjuk sesuatu di depan sana.
"Aku mau coklat panas," ujarnya merujuk pada sebuah kafe di ujung jalan.
Tunggu, sejak kapan ada kafe disana?
Tanpa menunggu tanggapan, ia melepas genggaman tangan kami dan melangkah menuju tempat itu.
Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa panik saat tangannya tidak lagi menggenggamku. Seakan aku takut, ia akan hilang lagi. Pergi meninggalkanku di tengah rasa dingin menusuk ini sendirian.

KAMU SEDANG MEMBACA
POLAR
Fanfic[𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗] Tentang Huang Renjun dengan segala kehangatan yang diterima olehnya dan Shin Ryujin yang sudah terlalu frustasi dengan dinginnya hidup dan penolakan dari sekelilingnya. Iya, mereka selayaknya dua kutub yang berbeda dan saling be...