22 - TEARS

1.5K 300 74
                                    

Aku kehabisan kata-kata saking kagetnya karena Chenle mengetahui hal itu.

"Hey, lihat disana," ujarnya membuatku secara automatis mengalihkan pandanganku ke arah yang ia tunjuk.

Disana Renjun sedang nampak sedang mengobrol asik dan tertawa bersama Yireon.

Aku benci mengakuinya tapi mereka tampak...

Serasi?

"Seharusnya Huang-ge dengan perempuan seperti Yireon. Ia adalah semua yang bukan dirimu, anggun, cerdas, dan-"

Plak!

Belum selesai ia melanjutkan ucapannya, aku sudah menampar wajahnya dengan amat keras.

Tentu saja itu membuat semua mata tertuju padaku, memandang diriku dengan tatapan heran, terkejut dan sinis.

Tatapan-tatapan mengintimidasi yang memang sudah biasa dan selayaknya didapatkan oleh manusia sepertiku.

"Ryujin-ah, ada apa ini?"

Itu Renjun, ia melewati orang-orang di kerumunan demi menghampiri diriku.

Aku hanya menatap wajah penuh khawatirnya dengan tatapan kosong. Di belakangnya ada Yireon yang juga turut mengikuti Renjun menghampiriku.

Hatiku entah mengapa rasanya sakit.

Renjun, aku tidak sepantasnya denganmu.

Yireon lebih pantas.

Benar kata Chenle, aku hanya anak haram.

Gadis kasar dengan beribu masalah dalam hidupnya tidak seharunya bersanding dengan Renjun.

Shin Ryujin ini hanya seorang sampah.

Tanpa menjawab apapun, aku pun berlari melewati Renjun begitu saja dan menembus kerumunan disana.

Pengecut memang.

Aku yakin mereka semua pasti akan menganggap diriku aneh.

"Y-yah Ryujin!"

Aku mendengar Renjun memanggilku, tapi tidak ku gubris.

Aku terus berlari keluar dari gedung ini tanpa peduli tatapan orang-orang.

Aku hanya ingin menghilang, enyah dari tempat ini.

Enyah dari hadapan Renjun.

Enyah dari dunia ini.

Aku benci diriku.

Seperti kata Chenle, aku ini hanya benalu dalam hidup Renjun.

Aku sekarang sudah diluar gedung, bahkan aku sudah tidak tau sedang berlari kemana sekarang. Daerah ini sangat asing untukku.

Namun, walau begitu aku tak sedikitpun berniat untuk berhenti berlari. Aku yakin Renjun masih berusaha mengejarku.

Pipiku basah dengan air mata.

Iya, dengan bodohnya sekarang aku malah menangis.

Bodoh!

Menyedihkan!

Aku benci diriku!

Hujan tiba-tiba saja mengguyur. Aneh, jelas-jelas tadi langit malam masih terlihat begitu cerah dan indah.

Tapi tetap, rintikan air yang turun dengan deras tidak menghentikan langkah kakiku yang entah akan membawaku kemana.

Jalanan pun sudah cukup sepi, semuanya sudah berhambur masuk mencari tempat berteduh. Berbeda dengan diriku yang justru membiarkan diriku terguyur hujan.

POLARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang