DUA BELAS : Curhat

4.2K 163 15
                                    

Now playing :
Sheryl Sheinafia - kutunggu kau putus

****

Aku pulang ke rumah dengan rasa kesal, lelah, dan sedih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku pulang ke rumah dengan rasa kesal, lelah, dan sedih. Kesal karena Deva tidak mengantarku pulang, padahal dia yang mengajakku pergi. Lelah karena berjalan mengelilingi mall sebesar itu. Sedih karena di rumah tidak ada satupun orang. Mengapa semua orang meninggalkanku tanpa mengabariku. Sungguh tega.

Aku menjatuhkan diriku ke atas kasur dan memejamkan mata. Rasa lelahku berubah menjadi kantuk yang begitu berat. Aku ingin tidur, tetapi ini masih sore. Ah ya, aku baru ingat sesuatu. Aku bangun dari rebahanku dan mengambil sesuatu dari dalam tas. Foto kami berdua tadi masih terlihat bagus, aku mengambil pena berwarna silver dan menulis sesuatu di belakangnya.

"Ilusi yang menjadi nyata kembali ke dalam imajinasi." -D,12.

Kata-kata itu sangat cocok untukku. Deva memang ilusi dan menjadi nyata untuk sementara. Setelah itu? Dia kembali ke dalam imajinasiku. Dia tetaplah tokoh utama dalam imajinasiku, bukan tokoh utama dalam kehidupanku.

Aku menempel foto tersebut di dinding atas meja belajarku. Biarkan aku memandangnya dan terus mengoreksi diri untuk tidak terlalu berharap lebih sehingga sakit hati tidak akan terjadi.

Ting !

Deva
Gue di depan rumah lo

Aku mengernyitkan dahiku setelah membaca pesan dari Deva. Apa-apaan. Tadi dia tidak mengantarku pulang, sekarang dia berada di depan rumah. Sangat menyebalkan. Aku berjalan ke luar rumah untuk memastikan apakah Deva benar-benar berada di depan atau dia hanya mengerjaiku.

"Hai."
Dia terlihat tidak merasa bersalah setelah meninggalkanku dan membiarkan aku pulang sendirian.

"Ngapain?"tanyaku.

"Gue kesini mau minta maaf karena udah ngebiarin lo pulang sendirian. Tapi, gue beneran ada urusan mendadak."
Cih, apakah dia tidak sadar jika aku benar-benar kesal padanya.

Dia menubruk tubuhku tiba-tiba sehingga membuatku terkejut setengah mati. Dia memelukku dengan erat bahkan aku hampir kehilangan napas kalau dia tidak melepaskan pelukannya.

"Gue boleh masuk?"tanyanya dengan suara sedikit serak.

"Di rumah sedang tidak ada orang, aku takut ada salah paham nantinya."

"Kalau gitu, kita ke taman depan aja. Mau?"

"Iya, bentar."

Aku berjalan menuju kamar untuk mengambil hp, lalu keluar rumah lagi dan mengunci pintunya. Setiap orang di rumahku membawa kunci masing-masing. Jadi, aku tidak khawatir.

Aku pergi menuju taman depan kompleks dengan jalan kaki. Deva terlihat berantakan. Sebenarnya ada apa? Urusan apa yang membuat penampilannya sangat lusuh dan wajah yang sedih. Deva duduk di ayunan, aku juga. Aku masih diam melihatnya. Takut jika aku bertanya, dia malah marah.

"Ada dua hal yang pingin gue ceritain sama lo." Aku masih melihatnya.

"Pertama, urusan yang gue bilang tadi, itu mama gue yang bilang mau pergi lagi ke London buat nemenin papa. Davina nangis karena gak mau ditinggal. Lo tau gak? Papa sama mama gue gak pernah bisa berada di rumah sehari. Paling lama hanya enam jam, itu saja di rumah sedang melakukan pekerjaan. Bukan berkumpul."
Aku begitu sedih mendengarkan ceritanya. Aku kira Deva memiliki keluarga harmonis dengan fasilitasnya yang selalu terpenuhi secara utuh. Aku kira Deva tidak pernah memiliki masalah karena dia tidak pernah terlihat diam. Tapi, sekarang dia terlihat sedang rapuh.

"Kedua, tentang gue bungkam mulut lo tadi. Gue---"
Apa dia akan cerita tentang temannya yang akan menagih hutangnya?

"Gue ngliat Dea sama Reno. Ini bukan pertama kalinya gue mergokin Dea jalan sama cowok lain. Hanya saja gue gak pernah masalahin ini, gue pikir itu saudaranya atau kakanya jadi gue fine aja. Tapi, setelah gue tahu dari Chelsea kalau Dea itu anak tunggal. Gue jadi berpikir macam-macam. Sampai akhirnya gue tau kalau Reno itu mantan pacarnya Dea."
Tenggorokanku begitu tercekat. Setega itukah Dea dengan Deva. Dia bilang akan quality time dengan keluarganya namun dia malah jalan dengan mantan pacarnya.

Aku masih diam menatap Deva yang sedang mengacak-acak rambutnya. Bebannya begitu berat. Haruskah aku memeluknya untuk memberikan ketenangan? Ah, jangan jadi perempuan seperti itu, Devara. Aku mengelus pundaknya---dia menatapku---berniat untuk sedikit membuatnya tenang.

"Aku gak tahu harus kasih saran apa. Aku cuma mau bilang, kamu harus jadi cowok yang kuat dan berusaha untuk membangun semuanya dengan lebih baik. Mungkin mama papa kamu memang sibuk dan kamu akan berpikir kalau mereka tidak menyayangimu, tapi dengan terpenuhinya kebutuhan kamu, i think mereka bener-bener sayang sama kamu dan Davina. Aku akan main ke rumah kamu dan nemenin Davina."

"Really?" Aku mengangguk mantap.

"Soal Dea. Aku gaberani ikut campur karena itu adalah hubungan kalian. Yang menjalani kamu dan Dea. Jadi, lakukan yang terbaik untuk menjaga hubungan kalian. Segera selesaikan masalah ini baik-baik."
Jujur saja, aku merasakan sesak karena telah memberikan saran tentang hubungan mereka dan mengatakan agar mereka bisa bertahan. Aku tersenyum menatapnya, senyum palsu. Selalu saja seperti itu.

"Makasih buat semuanya."

"Sama-sama."

Aku mengayunkan kakiku agar ayunan itu bergerak. Aku dan Deva bermain ayunan sampai langit senja datang. Mungkin sudah dua jam aku berada disini.

"Dev, aku mau pulang."

"Yaudah, ayo."

"Apapun masalahnya, jangan pernah pergi dari kenyataan. Dasar lemah!"

"Eh, gue gak lemah ya. Awas ae lo, sini gue kejar."

Aku berlari secepat mungkin untuk menghindari Deva. Mungkin hari ini aku kesal karenanya, tapi aku lupa jika hari ini dia membuatku senang.

"Gue pulang ya."

"Hati-hati."

"Besok ke rumah gue ya? Gue jemput deh."

"Iyaa, dah."

Aku melambaikan tanganku ke arah Deva, lalu masuk ke dalam rumah. "Seneng banget kayaknya."

"Kakak darimana? Kapan datang?"

"Dari warkop aja. Barusan aja datang sambil ngliatin sejoli remaja yang lagi kejar-kejaran."

"Ihh kakak!!!" Aku menimpuk kak Brey dengan sepatuku, biarkan saja dia merasa sakit. Aku lebih malu karena sudah diledeki seperti itu.

"Bener kan? Gue gak salah. Kalian kayak orang lagi jatuh cinta dah."

"Stop it! Dia udah punya pacar."

"Tapi lo sayang juga kan?"

"Ish, kakak!!!"teriakku. Sukanya menggodaku saja. Aku berjalan langsung menuju kamar sebelum kak Brey,"PIPI LO MERAH, DEK!!"teriaknya dengan sangat kencang. Aku membanting pintu kamarku dan memegangi pipiku. Ah, aku malu.

 Ah, aku malu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DEVA & DEVARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang