TIGA PULUH SATU

3.7K 160 0
                                    

Now playing :
Yura ft Glenn - cinta dan rahasia

****

Hari sudah pagi namun gue malas untuk beranjak dari kasur. Gue benar-benar tidak ingin keluar kemanapun untuk hari ini. Devara sudah memanggil gue sedari tadi, tetapi gue masih menutupi badan gue dengan selimut.

"Dev, bangun. Kamu gak sekolah?"

"Hm."

"Masalah itu dihadapi dan diterima. Jangan lari! Wake up, D."

"Hm."

"Yaudah. Hari ini kamu boleh bolos sekolah, jangan harap hari-hari selanjutnya kamu bisa bolos. Aku berangkat dulu ya diantar pak Harun. Love you."

Sampai Devara keluar dari kamar gue pun gue masih belum beranjak untuk bangun. Gue tidak habis pikir saja dengan keputusan ayah yang dengan begitu saja membiarkan gue pergi dari rumah. Sesibuk apapun ayah, dia selalu ingat sama gue dan berusaha untuk memperbaiki hubungan kami berdua. Sepertinya ada yang mempengaruhinya.

Lama-lama kepala gue ingin pecah karena memikirkan hal itu terus menerus. Memangnya apalagi yang harus gue lakukan. Saat ini gue ingin menenangkan pikiran dulu, baru akan menyelidiki semuanya. Setidaknya gue masih memiliki kartu ATM dan motor gue yang masih bisa dimanfaatkan.

"Den, ini bibi."

"Ya masuk."

"Den, ini sarapan buat aden. Kata non Devara den Deva harus makan. Nona masak sendiri tadi. Susunya jangan lupa diminum ya den. Kalau masih sedih ke ruang pribadi non Devara aja. Gitu pesannya."

Gue tersenyum sambil menatap sepiring nasi goreng dengan telur dan sosis diatasnya juga segelas susu coklat hangat.

"Makasih bi."

"Iya den. Bibi permisi dulu ya?" Gue mengangguk. Gue menata kamar tidur gue dan beranjak untuk mandi. Mungkin ada sekitar dua jam gue berada di kamar mandi-----ketiduran. Setelah gue sadar jika gue masih berada di kamar mandi, gue menyelesaikan aktivitas gue dan segera keluar dari kamar mandi.

Susu coklat hangat buatan Devara sudah menjadi dingin namun rasanya masih enak. Gue berniat untuk pergi ke ruang pribadi Devara dan sarapan disana. Ruang pribadi Devara begitu rapi dan bersih. Gue duduk di sofa panjang dan mulai memakan nasi goreng buatan Devara. Ternyata disini menenangkan, pantas saja Devara betah berjam-jam.

Gubrak

Gue menoleh ke arah belakang gue, kucing. Sejak kapan Devara memelihara kucing? Bahkan gue baru saja mengetahui ini. Seekor kucing berwarna putih dengan bulu halus dan lebatnya menjatuhkan kotak di atas rak buku milik Devara. Gue berjalan mendekati kucing itu dan menggendongnya. Sebuah kalung melekat di leher kucing putih itu.

"Divora? Nama kucing ini Divora?" Gue tertawa kencang membaca tulisan yang ada di kalung itu. Lucu banget. Devara memberi nama kucing dari plesetan nama kami berdua.

"Eh apa ini?" Gue mengambil secarik kertas yang jatuh. Disana tertera nama sebuah rumah sakit dan laboratorium. Ini pasti punya Devara. "Bulan september Devara Agatha terdiagnosa menderita anemia akut. Bulan Oktober Devara Agatha terdiagnosa menderita kanker otak stadium 4." Gue melipat kembali kertas tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula agar Devara tidak tahu jika gue tahu. Gue membiarkan Divora berjalan bebas di dalam ruangan ini, sedangkan gue mencoba untuk menelepon om Iwan.

DEVA & DEVARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang