Dia adalah seseorang yang berperan penting dalam kehidupanku dan menjadi pusat semestaku. Dia bukan orang yang patuh atau rajin. Dia juga tidak pandai memainkan kata. Dia, Deva Ghanali Achmad.
Seorang most wanted dan juga cowok paling menyebalkan ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesuai janjiku, pagi ini aku akan pergi ke rumah Deva untuk menemui Davina. Aku sudah bersiap-siap dan sedang menunggu Deva menjemputku. Tetapi, sudah hampir dua jam aku menunggunya, dia tidak kunjung datang. Dia belum menjemputku atau ada sesuatu yang terjadi ya, aku khawatir kepadanya. Aku menghubungi Deva namun teleponnya tidak diangkat. Khawatirku menjadi cemas.
"Devara, ada yang nyariin kamu,"kata mama. Itu pasti Deva. Aku berpamitan kepada mama dan bergegas keluar. Ternyata bukan Deva, tetapi orang tua paruh baya dengan mobil yang mirip dengan mobil Deva. Aku sedikit mengernyit, "Permisi, bapak siapa?"
Bapak itu menunduk hormat sambil tersenyum kepadaku, "Maaf, non. Saya Suradi, supir pribadi keluarganya den Deva. Saya disuruh untuk menjemput eneng." Deva memiliki supir pribadi yang sangat sopan dan ramah. Setidaknya dia masih memiliki supir yang baik. "Mari non,"sambil membuka pintu mobil dan mempersilakan aku masuk.
Setelah mobil itu keluar dari pekarangan rumah, aku memulai percakapan sekaligus penasaran,"Deva kemana, pak?" Bapak itu melirikku dari kaca dan menjawab,"Masih tidur,"dengan sedikit tertawa kecil.
Pantas saja dia tidak datang, ternyata masih tidur. Kalau aku menjadi pacarnya, aku akan mengomelinya karena belum bangun di siang begini. Berkhayal lah Devara, sebelum kenyataan menamparmu.
"Saya disuruh non Vina buat jemput karena den Deva susah dibangunin. Neng ini pacarnya aden ya?" WTF..
"Engga pak, saya cuma teman sekolahnya."
"Bapak tidak percaya, neng bohong ya? Soalnya baru pertama kali den Deva kedatangan perempuan secantik eneng. Pertama kali ada perempuan yang main ke rumahnya,"kata pak Suradi. Aku memicingkan mataku. Jadi, selama ini Deva tidak pernah mengajak Dea untuk bermain di rumahnya. Kenapa?
Aku terlamun dalam bayangan hingga tidak sadar jika mobil yang aku tumpangi sudah berada di rumah megah berwarna vintage. Aku segera keluar dari mobil begitu pak Suradi membukakan pintunya. Ternyata rumah Deva sebagus ini. Aku baru mengetahuinya.
"Silakan masuk, neng. Non Vina menunggu di dalam."
Dengan sedikit canggung, aku berjalan ke dalam rumah Deva. Foto keluarga terpampang di ruang tamu, mereka adalah keluarga yang harmonis. Sayangnya, mereka terlalu sibuk mencari kejayaan daripada kebahagiaan.
"Kak Devara?" Aku langsung menoleh ke arah samping kananku dan terlihat sesosok anak perempuan dengan tinggi sebahuku. Dia memiliki senyum yang sangat manis. "Aku Davina, adiknya kak Deva. Aku seneng deh akhirnya kakak mau main ke rumah. Maaf ya kak, rumahnya emang sepi dan sedikit berantakan. Asisten rumah tangga juga lagi pulkam." Aku mengangguk pelan. Dia memiliki ribuan kosa kata, berbeda dengan Deva yang biasanya hanya mengeluarkan belasan kosa kata saja. Mereka bersaudara, tetapi sifatnya sangat berbeda.