DUA PULUH DELAPAN

3.6K 152 2
                                    

Now playing :
Taeyeon - all with you

****

Gue masih berusaha menghubungi Devara  sejak tiga jam yang lalu namun HP nya belum aktif juga. Telepon pak Harun dan bibi Tina juga tidak diangkat. Akhir-akhir ini Devara sering mematikan HPnya. Gue berlari keluar rumah dan berniat untuk pergi ke rumah Devara tanpa mengganti seragam lebih dulu. Pikiran gue hampir kacau. Jaman sekarang apakah masih ada perjodohan?

Hari sudah mulai gelap dan gue baru saja sampai di depan rumah Devara. Rumahnya begitu sepi dan gelap. Lampu rumah juga mati. Tidak ada siapapun disana. Sebenarnya mereka ada dimana? Tidak meninggalkan jejak apapun. Semua nomor telepon juga sama-sama tidak aktif. Pikiran gue semakin berkecamuk dan kemana-mana. Gue yakin ada sesuatu yang terjadi dan gue tidak tahu ada apa.

Gue kembali pulang ke rumah. Rumah gue juga sepi. Davina ikut bunda. Ayah kerja. Gue mengacak rambut gue. Bisa-bisa gue frustasi kalau hidup gue terus seperti ini.

"Kamu kemana sih sayang? Suka banget ngilang."

Tidak ada yang bisa gue lakuin lagi selain menunggu kabar dan telepon dari Devara.  Sembari menunggu Devara, gue membersihkan badan dan mengganti pakaian gue. Suara senggukan tangisan terdengar di telinga gue. Keluarlah gue dari dalam kamar. Gue melihat Davina sedang menangis.

"Lo kok nangis? Kenapa?"

Davina mengusap air matanya kasar. Dengan cepat dia membersihkan bekas air mata di pipinya.

"Bunda mana? Kamu kenapa sih?"

"Bunda masih ada urusan. Davina mau tidur dulu ya kak. Selamat malam."

Pertanyaan gue tidak dijawab. Davina memejamkan matanya dengan sedikit sesenggukan. Gue mengusap pipinya, gue belum bisa jadi kakak yang baik buat dia. Selalu saja memiliki perbedaan dari berbagai aspek.

"Selamat tidur." Setelah gue mengucapkan selamat tidur buat Davina, gue kembali ke kamar. Lagi-lagi gue mengecek ponsel untuk menunggu kabar dari Devara namun hasilnya nihil.

Mungkin malam ini dia memang sedang sibuk. Mungkin besok gue bisa ngomong soal perjodohan ini ke Devara. Gue mengakhiri malam dengan memandang foto Devara hingga rasa kantuk menyergap.

****

Hari ini gue berniat untuk menjemput Devara di rumahnya. Bagaimanapun gue harus bawa dia ke hadapan papa hari ini. Gue sudah siap dengan penampilan Deva yang sebenarnya. Tanpa atribut dan baju seragam dikeluarkan. Yang terpenting gue keren.

Kali ini gue membawa mobil menuju ke rumah Devara. Tapi, setelah sampai disana, rumah Devara masih saja sepi. Gue coba buat ketuk pintunya namun tidak ada yang membuka. Gue jadi heran sekaligus khawatir. Sebenarnya Devara ada dimana? Mengapa dia menghilang seperti ini? Apa mungkin dia sudah di sekolah ya? Gue melajukan mobil kembali ke sekolah. Gue harap, Devara benar-benar ada disana.

Jam menunjukkan pukul 07.00 pagi dimana gerbang sekolah sudah ditutup. Namun, gue tetap bersikukuh untuk masuk hingga akhirnya gue menyuap pak satpam agar dibukakan pintu. Untungnya berhasil.

Gue berlari ke arah kelas, bangku Devara kosong. Tidak ada Devara apalagi tas nya. Gue semakin khawatir dengan ketiadaan kabar darinya. Oh Tuhan, dia ada dimana. Gue terus mencoba menghubungi semua orang dekat Devara namun tidak satupun yang bisa menjawab. Chelsea apalagi. Dia tidak tahu tentang Devara. Katanya Devara tidak menghubunginya selama beberapa hari ini.

DEVA & DEVARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang