DUA PULUH LIMA

4K 163 8
                                    

Now playing :
Avicii - hey brother

****

Cowok itu datang dengan wajah songongnya. Andai ini bukan rumah sakit, pasti sudah gue baku hantam. Devara menggenggam tangan gue, sepertinya dia takut. Iyalah takut, wajah dan sifatnya tidak melambangkan manusia.

"Mau apa lo?"tanya gue.

"Bukan urusan lo!"

"Jelas ini urusan gue karena gue pacarnya. Mau apa lo?"

"Oh masih jadi pacar aja belagu amat."

"BANGSAT LO YA!"

Tangan gue gatel banget pingin nonjok tuh orang, tapi Devara nahan gue. Dia menggelengkan kepalanya, pertanda; jangan melakukan apapun.

"Devara, aku denger kamu sakit. Jadi, aku langsung kesini. Kamu baik-baik aja?"

"Iya baik,"kata Devara. Pernah dijahatin pun cewek gue penyabar banget.

"Aku minta maaf sama kamu. Aku bener-bener sadar apa yang keluarga aku lakuin sama kamu. Aku kangen kita, Ra."

"Jangan ngarang lo. Kangen segala,"kata gue.

"Eh, lo kalo gak percaya yaudah. Gue cuma butuh percayanya Devara, bukan manusia goblok."

"Gue goblok, lo apa? Dasar lo ikan kembung, pergi sono."

"Aku beneran kangen kamu, Ra. Aku pergi dulu ya. Cepat sembuh,"katanya sembari mencium kepala Devara, lalu pergi berlari keluar ruangan.

"Anjing,"umpat gue. Pandangan gue beralih lagi ke arah Devara yang memandang gue kesal. "Bunda ngidam apa sih dulu sampe ngelahirin anak kayak kamu?" Gue menyengir.

Bunda datang membawa dua kotak makanan sekaligus satu minuman. Bunda memberikannya padaku dan juga Devara. Untuk minum, ternyata bunda hanya membelikanku. Gue lihat Devara memanyunkan bibirnya karena tidak dapat minuman.

"Masih sakit gak boleh minum minuman dingin,"kata gue.

"Tapi aku kan pingin." Kalau wajahnya lucu begini bagaimana gue tega. Gue memberikan minuman gue buat Devara. Semakin lucu.

"Makan dulu, nanti minum." Dia mengangguk. Lihatlah bunda, sibuk dengan hp nya lagi. Tidak bisakah dia memulai obrolan atau bercerita? Gue semakin muak saja.

"Aku boleh tinggal di rumah warisan papa mama?" Gue mengernyitkan dahi. Kurang nyamankah dia berada di dekat gue. Sekarang malah ingin jauh dari gue. "Gak." Dia tersenyum tipis, kemudian menggenggam tanganku,"Aku cuma pingin hidup mandiri. Lagipula dekat dari rumah kamu kan?"

"Kamu yakin,nak? Siapa yang akan jaga kamu disana? Deva dan bunda tidak bisa menjengukmu setiap hari."

"Gapapa bunda. Percaya ya sama Devara. Devara akan baik-baik aja. Lagipula Devara sudah banyak ngrepotin kalian."

"Yasudah kalau itu mau kamu. Kalau ada apa-apa, hubungin bunda ya?" Bunda malah mengizinkan Devara untuk pergi dari rumah. Gue lebih senang Devara tinggal sama gue daripada dia harus hidup sendiri. Gue takut terjadi apa-apa. Gue takut Audi ataupun Jojo datang melukai Devara tanpa sepengetahuan gue.

"Jangan khawatir." Devara terlihat sangat mengerti apa yang ada di pikiran gue. Setidaknya gue bisa nyari asisten rumah tangga dan bodyguard buat Devara. Ah ya, gue pinter juga ternyata.

Setelah makan, Devara beristirahat dan gue memutuskan untuk mencari tahu alamat rumahnya sekaligus mencari asisten dan bodyguard.

Rumahnya memang tidak jauh dari rumah gue. Rumah itu lebih besar dari rumah gue bahkan gue bisa menyebutnya istana. Depan halaman rumahnya ada banyak tanaman, sampingnya ada taman, dan belakang rumah ada kolam renang dan gazebo. Gila, ini mewah banget.

"Bos, ini orang yang anda cari." Gue membalikkan badan gue dan melihat ada empat orang dengan penampilan sangat sederhana kecuali dua orang yang memang khusus menjadi bodyguard.

"Saya ingin kalian berempat menjaga dan merawat rumah ini. Pemilik rumah akan menempatinya lusa. Ibu sebagai asisten rumah tangga, bapak sebagai supir pribadi dan tukang kebun, kalian berdua jadi bodyguard. Saya yang nanti akan membayar gaji kalian. Paham?"

"Paham bos."

"Panggil saya Deva." Bodoh gue. Mana punya uang gue untuk membayar gaji mereka. Tapi setidaknya ayah dan bunda selalu menjatahi uang untuk gue. Ya, satu bulan bisa sampai 20 juta. Sepertinya gue siap jadi CEO pengganti papa. HA HA. "Tolong kalian bersihkan rumah ini. Saya akan kembali lusa." Gue memakai topi dan masker, kemudian keluar dari rumah ini. Nyaman sih disini namun ada yang kurang saja. Kurang Devara.

"Baik, tuan." Gue tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Mereka adalah orangtua yang perlu dihormati juga. Gue pulang ke rumah untuk mandi dan ganti baju, lalu kembali ke rumah sakit lagi.

Davina memaksa ikut untuk melihat Devara. Adik gue itu ingin memiliki kakak perempuan, tetapi karena bunda melahirkan gue sebagai kakak laki-laki pertama, jadi dia harus ikhlas. Maka dari itu, setiap Davina bersama Devara, dia selalu senang dan merasa cocok menjadi saudara. Saudara ipar.

****

Hari ini, gue mengantarkan Devara ke rumah barunya. Dia terlihat begitu antusias. Berbeda dengan gue yang memikirkan akan bagaimana suasana rumah gue tanpa dia.

"Ini rumah kamu,"kata gue.

"Serius? Mewah banget."

"Ayo masuk!"

Gue menggandeng tangannya dan menarik kopernya ke dalam rumah. Kami berdua disambut dengan sangat baik oleh bibi Tina, pak Harun, Bon dan Gon.

"Saya pembantu disini, non,"kata bibi Tina. Beliau sangat sopan dan baik. Cocok untuk Devara.

"Saya supir pribadi dan tukang kebun, non."

"Kami berdua bodyguard."

"Deva, kamu berlebihan deh pakai bodyguard segala. Memangnya aku ratu istana apa."

"Iya. Kamu ratu, ratu istana hati aku. Aku gak mau kenapa-kenapa. Jadi, aku nyari orang buat jagain kamu. Dan ya, ada sesuatu yang mau aku tunjukin ke kamu. Ayo ikut,"ucap gue sambil menggandeng tangannya menuju ke sebuah ruangan.

Gue menunjukkan kamarnya, memang terlalu luas untuknya namun disini tidak ada kamar yang kecil. Kemudian, gue mengajak Devara ke ruang lainnya. Ketika gue membuka pintu, Devara berlari kegirangan untuk masuk ke dalam.

"Deva, ini beneran ruangan buat aku? Bagus banget."

Gue sengaja membuat ruangan pribadi untuk Devara. Ya walaupun, tidak mirip dengan yang ada di rumah lamanya. Namun, gue yakin ruangan ini bisa membuatnya nyaman dan senang. Lihat saja dia, sudah membaca novel yang baru gue beli kemarin.

"Novel mulu, aku kapan?" Dia menoleh ke arahku dan memelukku. Nah begini kan enak gue diberi pelukan. "Makasih, bubble D. Aku seneng banget." Gue membelai rambutnya. Gue senang jika dia senang. Sesederhana itu.

Gue dan Devara mengelilingi rumah mewahnya. Gue merasa sudah menjadi sepasang suami istri yang baru saja membeli rumah. Indahnya imajinasi.

"Kalian siapa?"

To be continued.

DEVA & DEVARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang