Bab 7 : Kata

967 142 34
                                    

WARNING!!!

NGEBACOTLAH SESUKA KALIAN, KARENA BACOTAN ITU SANGAT MEMBANTU KELANJUTAN CERITA INI<3

***

Kita harus mengeluarkan kata untuk mengutarakan rasa. Tapi seringkali terhalang oleh rasa gengsi terkutuk yang merajalela.

🌈

Suara jangkrik di malam yang gelap kian terdengar. Bintang pun enggan keluar dari tempat persembunyiannya. Hawa dingin menusuk permukaan kulit, hingga manusiapun tak ada yang mau berdiam diri lama-lama diluar rumah.

Lain halnya dengan gadis cantik yang tengah melamun tanpa menggunakan jaket, lamunannya membuatnya lupa bahwa ia sedang berada dibumi. Membuatnya lupa, jika ia sedang tersakiti oleh semesta yang mungkin saja membencinya.

Gadis itu berparas cantik. Bisa dibilang, fisiknya sempurna. Berhati rapuh. Ia lelah dengan semua masalah yang kian mencekiknya tanpa ampun. Kadang terpikir dibenaknya untuk menyerah. Namun, masih ada yang perlu ia perjuangkan.

Keluarga.

Alasan mengapa ia masih bisa bertahan, ya, memang keluarganya pernah memberikan setetes kebencian di hatinya. Memang, ia belum ikhlas. Tapi, ia sedang berusaha untuk ikhlas.

Yang ia inginkan hanya satu.

Membanggakan semua orang yang ia sayangi, yang memberikan seulas senyuman hangat, dikarenakan oleh dirinya sendiri.

Ia pernah patah. Ia dapat sembuh.

Seseorang yang entah dimana keberadaannya membuatnya bangkit. Membuatnya sadar, bahwa hidup memang tak sederhana. Hidup memang rumit. Memiliki masalah itu manusiawi. Seseorang itu membuat Gera sadar, hidup tak selalu indah.

Dan alasannya tetap bertahan juga memang oleh orang itu. Andaikan saja, berandai andai itu tak masalah. Mungkin banyak sekali kata andai dalam hidup Gera. Tapi, tidak. Ia tak mau hidup dalam andai yang tak menjanjikan kenyataan.

Setetes air mata keluar dari kelopak mata Gera dengan cepat. Gera tersenyum getir.

Tuhan, terima kasih telah memberikan hati yang tetap bertahan, meski berbagai rintangan yang engkau berikan, kian menjelajahi hidupku, yang sudah terlanjur banyak kepedihan. Maaf, jika aku pernah meminta hal yang seharusnya aku syukuri. Aku hanya makhluk-Mu yang tak sempurna.

Kalimat itu teruraikan dalam hati dengan air mata yang tak henti-hentinya keluar tanpa izin.

Beginilah Gera jika sedang sendiri. Kenangan lama yang tak perlu diingat, kembali tanpa izin. Tapi, tak apa. Gera kuat. Ia telah sering begini. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Mata Gera menjelajahi taman bermain didekat rumahnya itu. Tangannya menghapus matanya yang sembab.

Duh, kenapa jadi mellow gini lagi sih keluh Gera dalam hati.

Gera mendengus kasar. Pikirannya kembali kepada beberapa jam lalu. Ketika ia bertemu sahabatnya, Shana.

"Lo gak bisa ngindar lagi, Ra!"

Suara Shana membuat tubuh Gera membeku mendadak. Jantungnya mendadak berhenti berdetak. Saat itu pula ia merasa kematiannya semakin mendekat.

Gera menghembuskan napas panjang pelan-pelan menetralisir rasa kaget yang membendungnya. Gera membalikkan badannya hingga berhadapan dengan sang sahabat.

Gera mengernyitkan kening. "Lo siapa ya?" tanyanya pura-pura tak kenal.

Sontak Shana langsung melotot. Menganggukkan kepala sambil menyeringai. "Oh, perkenalkan. Nama gue Kishana Pragia. Biasa dipanggil Shana. Gue cari temen yang lupa diri plus lupa ingatan. Lo liat gak? Namanya Gera."

Grafi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang