Bab 22 : Rapat

524 66 2
                                    

***

Selamat, takdir tengah ingin bermain-main sambil mentertawakanmu.

🌈

Pemandangan cerah seperti biasanya, namun tidak dengan perasaan Gera. Hatinya masih belum bisa untuk bangkit. Masih terlalu baru. Masih ada kemungkinan lukanya kian menganga lebar. Ia perlu menepi di suatu tempat. Dimana, hanya dia dan semesta bercakap-cakap. Menghibur diri, membangkitkan rasa semangat yang kini telah padam. Namun sayangnya, ...

"Ra!"

"..."

"Ra! Woi, Ra!"

Panggilan dari Cika, mengalihkan perhatian Gera dari langit. Membuat khayalannya hilang tak berbekas. "Ih, apaan sih? Ganggu aja lo," ujar Gera sambil berdecak kesal.

"Lo belum ngumpulin tugas Fisika kan? Tuh ditanyain Bu Khansa, yang belum angkat tangan katanya." Cika langsung mengalihkan pandangannya dari Gera. Ia tersenyum jail.

Sontak, Gera mengangkat tangannya.

"Oke, kamu bakalan nyanyi di acara Prom Night nanti. Jadi, bagi yang telah ditunjuk tadi. Jangan lupa datang jam 3 sore nanti, kita rapat di ruang osis. Sekian, terima kasih," putus kakak kelas yang sedang mencari kandidat untuk ikut meramaikan acara Prom Night tersebut.

Jelas saja Gera kebingungan, ia mengaga lebar seraya melihat kakak tersebut keluar dari kelasnya.

Setelah itu, ia menoleh ke kanan, namun Cika sudah tidak ada. Cika kabur pindah ketempat duduk yang lain. Gera menatap Cika dengan tajam. Ck, awas ya lo, Cik. Bakalan habis lo.

Cika hanya bisa tertawa kecil seraya membatin dan tersenyum projek satu berhasil!

🌈

Bahkan sampai waktu istirahat pun, Cika tak berani mendekati Gera. Entah memang takut, atau sengaja? Gera tak peduli, yang jelas ia hanya ingin bilang kepada anak osis tersebut bahwa dia tidak ingin ikut. Ini sudah keputusan finalnya. Tak ada yang boleh mengganggu gugat.

Karena Cika tak ada, maka kebiasaan Gera hanya satu. Menulis. Ketika sendirian adalah waktu yang cocok untuk beraksara. Apalagi ditemani cerahnya biru langit dan lembutnya angin sepoi-sepoi. Disinilah Gera sekarang, rooftop, tempat tongkrongan kesayangannya.

"Tempat tongkrongan lo selalu disini, ya. Emang ga bosan gitu?"

Suara itu berasal dari seorang cowok jangkung yang baru saja datang dari bawah. Yang herannya, Gera tak mengetahui siapa dia.

Sinisan terlihat jelas dari tatapan mata Gera. Ia paling benci harus bertemu orang baru. "Lo siapa?"

"Hah? Lo udah lupa aja ya, hm, wajar sih. Gue Kano, itu yang kejadian di kantin sama si brengsek Fito. Jangan geer, tenang aja, gue gak pengen deketin lo kok, gue cuma penasaran aja." Kano menatap wajah Gera meremehkan.

"Penasaran? Soal apa?" Gera mengernyitkan dahinya.

"Soal Fito, lo jadian kan sama dia?" tanya nya.

"Gak usah sebut-sebut nama dia di depan gue," ketus Gera sambil mengalihkan pandangannya pada buku yang ia pegang.

Kano berjalan mendekat, menuju dinding rooftop duduk di dekat Gera. Namun, seperti biasa, Gera menghindar. Ia memang tak terbiasa dekat dengan cowok selain Bara.

"Oh, jadi gak jadian dong?" tanya nya penasaran. Gera mengangguk. "Tapi, kenapa lo ngindar dari gue? Lo trauma? Atau punya alergi gitu?" Kano menatap jarak yang dibuat Gera untuknya.

Grafi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang