Bab 31 : Kecewa

521 42 1
                                        

***

Sebesar apapun perjuangan, sebesar itulah luka menanti di ujung penantian.

🌈

Hari sabtu akan diadakan Prom Night, hanya tinggal dua hari lagi acara akan diadakan.

Sejak pagi, Gera terus-terusan bingung karena orang menatap nya dengan tatapan tak suka. Ya, Gera sudah terbiasa ternyata. Semesta memang selalu menyakitinya, tapi karena itu pula, ia menjadi pribadi yang lebih bodo amat dari sebelumnya.

Dari pagi pun, Gera terheran dengan sikap Cika seakan menghindar darinya. Jangankan untuk bicara, menyapa saja Cika enggan.

Setelah pulang dari olimpiade, Cika berhasil menjadi juara 2 olimpiade Biologi tingkat provinsi. Gera sangat bangga padanya, namun sikap Cika ini membuatnya takut mendekatinya. Ia takut terjadi hal yang tak menyenangkan terjadi, maka dari itu ia memilih untuk diam daripada mengacaukan kebahagiaan temannya.

Tak hanya Cika, Fito pun juga mendapat juara 1 olimpiade Fisika tingkat provinsi. Maka dari itu, Fito pun akan sibuk untuk melanjutkan perjuangannya mewakili kota Jakarta.

Cika, Fito, Relyan, siapapun yang Gera kenal menjauh tanpa sebab. Ia tak tahu apa yang salah darinya. Ia pun bingung karena tak pernah merasakan jauh dari sahabat nya.

Ah, iya, Gera lupa. Bagaimana Gera melupakan Shana yang jelas-jelas sahabatnya dari kecil? Astaga, sudah lima bulan berlalu sejak terakhir kalinya Gera bertemu dengannya.

Gera terlalu nyaman dengan temannya disini hingga lupa teman yang selalu ada disisinya dari dulu.

Semua orang menghindar, dan Gera benci ini. Ia mulai takut dengan kesendirian.

Na, gue kangen...

Gera menatap ponselnya, menunggu Shana membalas pesannya.

Dari mana aja, Ra? Lupa ya, disini juga ada temen lo?

Gera menggigit bibir bawahnya, ia tahu pasti Shana akan kesal padanya. Ia merasa bersalah.

Sorry, Na.
Gue tahu, siapapun yang datang di kehidupan gue, hanya lo yang menerima gue. Hanya lo yang menetap, Na. Mereka hanya sementara.

Hampir setetes cairan bening keluar dari mata Gera, tapi sekuat apapun ia tahan. Ia tak boleh nangis di kelas ini. Sejahat apapun semesta kepadanya.

Lo salah, Ra. Gue belum tentu selamanya dihidup lo. Lo harus bisa selesai kan masalah lo sama mereka. Jangan cuma ngadu kepada gue. Kalian berhak baikan kalau ada masalah. Jangan jadi kayak gini mulu, Ra. You know it.

Gera tersenyum miris. Iya, dia tahu itu. Rasa berani dan bersalahnya terbunuh hanya karena rasa gengsi brengsek yang membuatnya pengecut seperti saat ini.

Iya, Na. Tapi gue butuh lo...

Shana mengerutkan dahinya di seberang sana.

Buat apa lagi?

Gue cuma butuh didengar, Na.

Shana menghembuskan napas diseberang sana.

Oke, pulang sekolah di Cafe Samantha.
Read

Gera menghembuskan napas lega. Ia duduk sendiri hari ini, Cika pindah ke belakang bersama Diana. Ia menyimpan ponselnya saat Bu Rica masuk ke kelasnya. Sesaat ia teringat candaannya tentang Bu Rica saat bicara dengan Cika.

Grafi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang