***
Kau datang menyembuhkan, lalu pergi menyakiti luka yang kau sembuhkan sendiri. Jelas, rasanya lebih sakit daripada luka sebelumnya.
🌈
Kicauan burung memeriahkan kedatangan sang mentari. Angin berhembus membuat panasnya pagi hari tak terlalu terasa. Awan datang dengan segala bentuk yang mengindahkan langit pagi. Gera mengerjapkan mata sejenak saat cahaya pagi menyelinap melalui sela-sela jendela kamarnya.
Ketiduran, itulah yang terjadi jika dihari libur. Namun, subuh tetap ia laksanakan dengan bantuan alarm, lalu setelah salat, ia memilih untuk tidur lagi. Selalu berusaha untuk bisa rebahan lama-lama baru melakukan aktivitas.
Gera beranjak dari kasur menuju toilet. Menmbasuh wajahnya sebelum akhirnya, ia mencuci beberapa pakaian sekolahnya yang kotor. Setelah itu barulah, ia mandi untuk menyegarkan badannya.
Gera mematut diri didepan cermin, menyisir rambut basahnya yang panjang namun susah untuk diatur.
"Dek! Dek!" panggil seseorang dibalik pintu kamar.
"Iya," sahut Gera dengan melangkahkan kakinya menuju pintu dan membukanya.
"Apaan?" tanya Gera sengit, menatap tepat pada manik mata Gio.
"Disuruh makan bersama. Bang Ghava sama Kak Venaya baru datang soalnya," jelas Gio yang ogah-ogahan.
"Wah, oke deh. Sebentar ya, gue mau nyisir rambut dulu," ujar Gera dengan mata berbinar sambil tersenyum.
"Denger Kak Venaya datang, baru seneng lu, dasar," sindir Gio.
"Ciee, cembukur yee," goda Gera sambil mengedipkan matanya. "Tenang, bang Gio selalu ada di hati Ara kok," ledeknya sambil tertawa.
"Bodo amat." Gio pergi yang merasa jengkel atas sikap adiknya itu.
Gera masih tertawa dipintu sembari menatap kepergian sang kakak. "Aduh, heran. Gini banget sih, Abang gue. Untung cuma satu yang begini," kekehnya yang menutup pintu.
🌈
"Gimana kabarmu, Naya?" tanya Mama Gera pada sang menantu.
"Alhamdulillah baik, Ma. Cuma ya, lagi sibuk ngurusin Nava yang seminggu lagi mau TK," jawab Venaya.
Mama Gera mengangguk lalu melahap makanan yang telah ia tusuk dengan garpunya.
Saat ini, Oma Gera tak ada di rumah karena ia pergi jauh bersama kumpulan pengajian dekat rumah.
Venaya memantau anaknya yang tengah makan bersama Gio. Bukannya apa, hanya saja ia senang melihat sang anak yang sangat dekat dengan adik iparnya.
"Mau disuapin gak nih?" goda Gio sambil melayangkan sendok didepan Nava.
"Mau dong, Om!" ujar Nava dengan mata berbinar.
"Bilang Aaa." Gio membuka mulutnya agar Nava juga mengikutinya.
"Aaa." Nava membuka mulutnya. Gio mendekatkan sendok itu ke mulut Nava. Tapi..
"Am.. Nyam-nyam. Makasih, bang Gio!" Gera datang tiba-tiba lalu mengambil suapan Gio kepada Nava. Tentu Nava kesal bukan main.
"Ihhh, Tante nyebelin banget si," gerutu Nava yang menatap Gera dengan sengit.
Gera menjulurkan lidahnya kepada Nava sambil mengebawahkan kelopak matanya. "Blek! Utututu, maaf ya, makanannya Tante ambil," ejek Gera membuat mata Nava mulai berair.
"Ra! Kelakuan lo! Tolong deh, lo tuh udah pantas jadi emak-emak tahu," omel Gio dengan mata melotot sembari menenangkan Nava yang hampir menangis kejang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grafi [End]
Roman pour Adolescents[DILARANG KERAS BAGI YANG MAMPIR CUMA UNTUK COPAS!] Jika para reader yang liat cerita yang copas grafi, langsung lapor ya^^ Jangan lupa follow author ya^^ Rank : #1 Fito 5 Juli 2020 #2 Gera 5 Juli 2020 #4 Brokenhurt 7 Juli 2020 #1 Fito 20 September...