Bab 37 : Terungkap

587 37 1
                                        

***

Saat semesta mempertemukan kita kembali. Kita gak sadar aja, dari awal semua ini bukanlah pertemuan pertama.

🌈

Setahun sudah berlalu, tanpa terasa. Kehidupan Gera di sekolah terasa hampa, namun setidaknya ada Cika yang menemani tanpa perlu mengingat Fito. Ya, selama ia kelas dua, tak pernah sekalipun sosok Fito tampak di matanya. Entah karena sibuk, ia yang menghindar, atau ia yang pergi jauh. Ia tak tahu pasti. Ingin bertanyapun, nalarnya bilang sudah dan tak usah.

Namun, meski begitu, ketika semester satu, ia mendengar kabar gembira bahwa Fito berhasil meraih juara satu olimpiade fisika nasional. Tentu, Gera Yang mendapat kabar itu, senang bukan main. Walau begitu, semesta tak mau membiarkan mereka bertemu begitu saja. Ketika kabar itu melayang di sekolahnya, Fito tak hadir tanpa keterangan. Membuat Gera yang lagi-lagi berharap menjadi membunuh rasa harapnya.

Akhirnya, ia memilih hidup seperti biasa yang tentunya membosankan. Tapi, tak apa, setidaknya luka tak datang lagi. Meski disetiap malamnya, luka lama berkelana di hatinya. Dengan datangnya bayangan masalalu.

Kelas tiga telah selesai ujian nasional, hingga hanya segelintir siswa kelas tiga yang datang ke sekolah.

Keadaan lapangan sekolah tengah ramai dengan anak club voli, karena ada pesan dari anggota kakak kelasnya yang akan tamat dan memberi kata motivasi untuk mempertahankan prestasi permainan voli di sekolahnya itu. Siswa kelas tiga pun dulunya hanya memperhatikan bagaimana perkembangan adik-adiknya karena ia harus fokus sama ujiannya.

Gera hanya bengong tak ingin memperhatikan Arya yang berceloteh di depannya.

Ia hampa, tak lagi seperti dulu. Harapannya musnah tak bersisa. Dunianya yang sudah muram menjadi lebih kelam dari sebelumnya. Menyakitkan.

Telah banyak tempat yang ia hindari agar sekelebat bayangan dan rasa sakitnya itu menghilang. Rooftop dan kantin. Gera selalu membawa makanan dari rumah, dan taman menjadi tempat tongkrongannya sekarang.

Sampai ocehan selesai pun, Gera masih diam. Tak tertawa saat Arya memberi hal-hal lucu.

Sungguh sangat menyedihkan melihat Gera seperti ini, apalagi Cika yang selalu ada dengannya. Relyan hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat. Karena bagaimanapun, ini pilihan Gera, sudah tak ada lagi saran darinya. Percuma. Gera itu kepala batu dan gengsinya segede gunung.

Draka, Arya, dan Ryan angkat tangan. Kejadian ini, membuat Fito tertutup dan jarang berkumpul kembali. Kalau iya pun, itu pasti di luar sekolah.

Mereka tak pernah menyalahkan siapapun. Mereka hanya berusaha tak peduli, walau perih dirasa menonton keadaan dari kedua sejoli ini. Namun, bagaimana lagi? Ini telah jadi keputusan keduanya. Mereka hanyalah orang yang mungkin, diutuskan untuk mencoba memperbaiki meski keduanya enggan.

"RAA!" teriak seseorang yang suaranya tak lagi asing bagi Gera.

Gera menoleh, seketika ia sadar, tinggal ia sendiri disini duduk di lapangan dengan matahari kian terik. Relyan menarik tangan Gera secara paksa, saking geramnya.

"Plis deh, Ra. Jangan bengong mulu. Miris gue liatnyaaa," mohon Relyan pada Gera yang menunduk.

"Maaf," sahutnya singkat.

Relyan menghela napas panjang sembari memalingkan wajahnya. Relyan menghentikan tarikannya, sekarang ia mengantarkan Gera pada tempat tongkrongannya saat ini, Taman. "Ra, dulu gue pernah bilang kan? Jangan deket Luthfi?" tanyanya.

"Iya, emang kenapa sih, Ra?" tanya Gera yang penasaran.

"Duh, seharusnya lo dengerin ucapan gue waktu itu. Bahkan lo sampai pacaran sama dia, ya ampun," ujar Relyan tak habis pikir.

Grafi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang