Epilog

922 41 2
                                    


2 tahun kemudian.

Angin malam berhembus, menerpa surai panjang hitam milik gadis yang tengah menuliskan sesuatu di buku kecilnya.

Gadis itu tengah berada di rooftop, tempat terjadinya kisah masa lalu. Jika rindu, pasti ia akan kesini agar rindu itu sedikit terobati.

Seorang pemuda menghampirinnya. Gadis itu menoleh dan menatap pemuda itu. Pemuda itu tersenyum kecut, begitu pula dengan gadis itu.

Kepada Pemberi jarak dan harapan.

Awalnya, semesta mempertemukan kita dikala usia muda. Tentu, saat itu kita hanyalah sepasang anak-anak yang saling membagikan tawa dan duka. Saling mensupport dan memberi nasehat satu sama lain. Hingga kenyamanan terjalin dihubungan kita.

Namun, saat semesta mengambil kamu dari jangkauan ku, air mata tak bisa ku tahan sepenuhnya. Berhari-hari tanpamu terasa hampa. Hampir putus asa untuk mencarimu. Lalu aku, tak lagi berharap.

Semesta selalu saja memberi kejutan yang tak pernah ku harapkan. Kau datang ke kehidupan ku lagi. Bukan seperti dulu, tetapi kita tak saling mengenal. Lama kelamaan, nyaman mendatangi lagi kedekapan kita, lalu memberi luka yang kita kira untuk pertama kalinya.

Setahun lebih, setelah pertemuan kedua, semesta berhasil membuatku sesak saking tidak percayanya.

Kamu adalah orang yang sama. Orang yang pernah mengenalkan ku bahwa dunia gak seburuk itu. Kau menegarkan ku. Kau menyembuhkanku. Saat pertama kali kita bertemu.

Disaat aku tahu akan hal itu, kamu pamit pergi. Dengan aku yang tak mengantarkan mu ke bandara. Aku bukannya ketiduran. Aku hanya berharap semua yang aku rasain itu mimpi. Tapi percuma, karena semua itu nyata. Kau pergi, untuk kedua kalinya, namun, mengapa lebih sakit dari sebelumnya?

Hari ini, aku telah lega. Aku bisa mengatur perasaanku. Waktu mendewasakanku.

Dari awal, semesta mempertemukan kita. Semesta mendekatkan kita, lewat takdirnya.

Untuk pertemuan ketiga kalinya...
Izinkan aku berharap, bahwa biarkan semesta dengan takdirnya menyatukan kita. Memberi happy ending setelah bertahun lamanya semesta mencoba mendekat dan menjauhi kita.

Maaf, kamu mungkin gak suka, tapi..
Aku tetap menunggumu...
Untuk pulang.

Dari Perindu yang tersesat.

Itulah yang tertulis dibuku kecil yang dibuat gadis itu.

"Bagaimana, Ra? Sudah selesai mengenang masa lalu?" tanya pemuda itu.

Gadis yang dipanggil Ra itu terkekeh kecil. "Sudah."

"Lo masih berharap? Gue cuma mau bilang, jangan terlalu lama terbelenggu kisah masa lalu," nasehat pemuda itu.

Gadis itu mengangguk. "Bertambahnya umur dan makin lama dia gak ada di hidup gue. Membuat gue sadar, waktu itu mendewasakan. Gue ikhlas jikalau dia sama orang lain, cuma gue berharap pertemuan ketiga akan menyatukan gue sama dia. Apa gue salah?" tanya gadis itu.

"Gera, lo yang paling tahu perasaan lo sendiri. Gak ada yang salah. Hanya saja, semenjak dia pergi, dia gak ngasih kabar kan ke elo?" tanya pemuda itu.

Gera tersenyum tipis. "Luthfi, gue tahu, tapi mau sejauh apapun dan selama apapun dia pergi dari kehidupan gue. Selalu ada tempat untuknya dihati gue."

Luthfi hanya bisa tersenyum. Mereka berdua saling menengadah, menatap bintang yang terang. Sontak Gera menatap kalung yang ia pakai, ia rindu dengan seseorang yang memberikan kalung ini padanya.

Grafi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang