Bab 2 : Gadis Biru

41.7K 3K 32
                                    

Aku segera memakai songkok untuk siap ke mesjid.  Aku terburu-buru hingga aku tidak menyadari ada gadis mungil yang hampir menabrakku.

Dia hanya sebatas bahuku. Dia mendongak. Kami bertatapan selama 3 detik. Sungguh dia cantik. Bulu matanya panjang. Pipinya putih dan sedikit chubby. Tapi dia terlihat imut dengan pipi chubby nya. Dia menunduk. Sungguh aku gemas dengannya. Dan dia bilang maaf karena tidak sengaja menabrakku.

Karena aku tidak merespon apa yang di ucapkannya dia mendongak lagi dan mengerutkan keningnya. Aku  tersadar, berdehem dan berlalu meninggalkannya. Aku yakin dia heran melihatku. Biarkan saja dari pada aku bertambah aneh jika lama-lama dengan dia.

Sungguh dia cantik Tuhan. Sepertinya aku kenal dia. Dia seperti... Nada. Iya dia Nada. Nada cinta pertamaku. Nada yang pernah aku sukai waktu masih SD. Cinta monyet kata orang.

Ah, ternyata dia tetap saja dari dulu tak pernah berubah tetap cantik dan imut. Tidak. Dia lebih cantik dan imut sekarang.

Sejak detik itu, aku berdo'a semoga dia  adalah bidadariku. Semoga dia adalah tulang rusukku. Semoga dia adalah istri dunia akhirat ku.

Dia Nada. Gadis bermukena biru.
           
                      💐💐💐💐

Setelah sholat, aku melihatnya dengan keluarganya. Mereka keluarga yang harmonis. Aku yakin yang bikin keluarga itu ceria karena gadisnya.

Cih, gadisnya? Sejak kapan dia jadi gadis ku.

Dia manja. Terlihat dia bergelanyut kepada Ayahnya. Dan laki-laki yang lebih muda darinya. Oh itu Kaffa dan Daffa sudah besar ternyata mereka.

Entah kenapa, tiba-tiba gadis itu melihatku. Aku kaget. Lalu aku pun turun menuruni tangga. Kenapa aku jadi begini sih. Hanya karena di lihat Nada. Ya aku gugup. Karena gadis ku melihat ku.

                      💐💐💐💐

Aku berada di padang rumput hijau yang begitu luas dengan bunga-bunga liar yang indah. Angin yang begitu menyejukan, langit biru yang cerah,  hanya sedikit beberapa awan putih. Begitu indah tempat ini.

Tiba-tiba ada seseorang memegang tanganku dari belakang. Tangannya begitu mungil di tanganku. Aku menoleh. Aku tertegun. Dia gadisku. Dia tersenyum kepadaku. Cantik.
Dia memegang buket bunga, dan mahkota bunga menghiasi kepalanya yang berjilbab biru. Dia terus tersenyum kepadaku dan memandangiku. Sepertinya aku sudah bertemu bidadari.

Allahu akbar... Allahu akbar...

Aku terbangun karena suara adzan shubuh di Hpku berbunyi. Bersamaan dengan suara adzan shubuh di masjid. Ternyata itu hanya mimpi. Mimpi yang indah. Aku terbangun sambil senyum-senyum. Aku pasti sudah gila.

Aku bergegas ke kamar mandi untuk segera pergi ke mesjid. Siapa tahu aku bertemu lagi dengan bidadariku. Bukan. Bukan niat ku ke masjid hanya untuk ingin bertemu dengan Nada. Itu hanya bonus yang di berikan oleh Allah kepadaku. Dan Allah memberikan ku mimpi yang indah. Alhamdulillah.

                      💐💐💐💐

Di mesjid ternyata aku satu shaf dengan Kaffa dan Daffa. Setelah sholat kami pun berbincang di tangga masjid. Dan sepertinya keluarga Nada ke mesjid hanya ketika sholat isya' dan shubuh. Nada dan bundanya sholat ke mesjid ketika isya' saja. Karena aku tak melihatnya. Hanya dua adik laki-lakinya dan Ayahnya saja yang sholat shubuh di mesjid.

"Gimana kabar kalian?" Kata ku memulai pembicaraan.

"Baik bang." jawab mereka kompak.

"Udah semester berapa?"

"Aku baru semester 4 bang, dan Daffa masih kelas 3 SMA." Kata Kaffa menjelaskan.

Oh iya aku lupa mereka bertiga selisih dua tahunan. Berarti Nada sekarang semester akhir.

Aku menceritakan pekerjaan ku dan memberitahu nama perusahaan tempat ku bekerja. Dan ternyata Kaffa ingin sekali bekerja di tempat ku nanti setelah lulus. Ternyata kita mempunyai kesamaan.

"Abang bisa bantu kamu, jika kamu mang mampu dan mempunyai skill yang bagus untuk bekerja di perusahan tempat abang bekerja. InsyaAllah Abang bisa bantu kamu."

"Beneran bang?" Tanya Kaffa tidak percaya.

"Sungguh. Insya Allah kamu bisa bekerja di tempat abang meski tanpa bantuan abang sekalipun. Karena abang percaya, kamu memang bisa di andalkan." Kataku mantap.

"Abang punya pacar gak?" Tanya Daffa tiba-tiba.

Pertanyaan random yang keluar dari topik pembahasan. Siapa lagi kalau bukan si bungsu Daffa. Menurutku hanya satu persamaan aku dengan dia. Sama-sama si bungsu dari tiga bersaudara. Bedanya aku tiga bersaudara cowok semua. Dan ibu ku ingin sekali punya anak perempuan. Lalu Allah memberikan ibuku cucu-cucu perempuan. Baik dari Abang Haidar dan Abang Hilman.

"Menurutmu?" Kata ku balik bertanya.

"Punya" Katanya dengan yakin.

"Tidak. Abang tidak punya" Kataku sambil tersenyum.

"Bohong" Katanya tak percaya.

"Apa yang membuatmu yakin kalau abang bohong?" Kataku balik bertanya lagi.

"Ya kan abang udah mapan. Udah punya pekerjaan bagus juga. Ganteng lagi. Mana mungkin gak punya pacar." Katanya bersungut-sungut.

"Gini ya bang" lanjutnya. "Aku gak bakalan bilang ganteng ke cowok. Kalau cowok itu gak lebih ganteng dari pada aku." Jawabnya. Sepertinya dia sedikit mirip dengan Nada.

Aku hanya tertawa mendengar ucapannya. Dan Kaffa hanya memukul lengan adiknya dengan bilang "Pede Lo"

"Abang gak carik pacar, abang carik istri" Dan abang harap istri abang itu adalah kakak kalian yang cantik itu.

                     💐💐💐💐

Aku akan mengutarakan keinginanku ini pada Ayah dan ibu nanti ketika sarapan tiba. Keburu di ambil orang bidadariku.

Pasti mereka akan terkejut. "Ibu, Ayah. Haikal mau bicara" Mereka tidak menyahut berarti mereka mempersilakan aku untuk bicara.

"Haikal mau nikah." Kataku tanpa keraguan.

Apa yang terjadi pada mereka setelah mereka mendengar apa yang kuucapkan. Ayah yang asalnya lagi minum kopi langsung tersedak. Ibu yang lagi menuangkan air minum untuk ku sampek ketumpahan. Dan celanaku ikut kena air tumpahannya.

"Serius?!" Tanya ibu.

"Iya bu" Jawabku tegas.

"Sama siapa? Sama temen kantormu?" Kata ibu.

"Bukan. Sama anak tetangga ibu." Kata ku memberi clue.

"Fani" Jawab Ayah untuk pertama kalinya.

"Bukan"

"Terus siapa?" Kata mereka kompak.

"Nada" Ada rasa senang ketika aku menyebut namanya.

"Nada?" Jawab Ayah dan ibu dengan raut wajah bingung dan saling berpandangan.

"Anaknya pak Hidayat?" Tanya mereka kompak. Lagi.

Pantes Ayah dan ibu jodoh mereka kompak ternyata.

"Iya" Jawab ku sambil tersenyum.

Seketika mereka ikut tersenyum juga.

"Kamu tahu ajah mana yang cantik" kata ibu tersenyum. Aku pun ikut tersenyum malu. 

"Ayah setuju. Dia anaknya baik, cantik, periang dan sopan. Dan tentunya keluarganya dari keluarga baik-baik." Jawab Ayah yang membuat ku tambah senang.

Ibu menggemgam tanganku. "Ibu kira kamu bakalan kayak abang-abang mu yang harus di suruh dulu buat nikah. Dan jodohnya jauh2 lagi. Eh kamu malah ambil yang deket-deket ajah. Tetangga malahan. Semoga jodoh ya nak. Ibu dan Ayah merestui." Kata ibu dengan senyuman hangatnya.

"Aamiin"

💙💙💙

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang