Bab 30 : Hello, Little Princess

27.8K 1.7K 15
                                    

Waktu terus berlalu, hari menjadi minggu, minggu menjadi bulan. Ini sudah memasuki 5 bulan kepergian Afika. Dan usia kehamilanku sudah memasuki 9 bulan. Selama masa kehamilanku ini aku menikmati setiap prosesnya. Dari putriku yang kadang-kadang menendang. Mencari posisi tidur yang nyaman. Terkadang aku tidur dengan posisi duduk. Ketika berjalan dengan Haikal aku kayak angka 10. Dengan postur tubuhku yang kecil dan sedang hamil besar aku seperti angka nol dengannya. Aku sempat bilang masalahku ke Haikal tapi Haikal malah tersenyum padaku. Dia semakin mengeratkan pegangan tangannya di jariku.  Haikal bilang kalau aku tambah cantik, imut dan menggemasakan semenjak aku hamil dan semanjak aku hamil Haikal selalu menyamakan langkahku yang pendek dengan langkahnya yang lebar. Kadang kalau dia sudah tidak sabar dia akan menggendongku meskipun di depan umum sekalipun. Aku senang dengan Haikal yang selalu ada untukku. Suamiku yang tanggap, suamiku yang sigap. Suami yang begitu aku cintai. Dia separuh nafasku. Dia surgaku untuk mencapai keridhaan Allah. Suamiku yang sekarang ada di hadapanku ini. Sedang tertidur pulas, aku yang dulu bisa peluk-pelukan menjadi tidak bisa karena dihalangi perutku yang semakin membesar. Aku mencium pipinya

"Lagi."

Eh udah bangun.

"Kamu itu, kebiasaan nunggu aku bangun. Nunggu aku kecup dulu baru bangun."

Haikal tidak menyahut dia menarik tanganku di letakannya tanganku di bawah pipinya sebagai tumpuan menjadi bantalnya. Lalu di mencium tanganku itu adalah kebiasaanya sekarang karena sudah tidak bisa menjadikanku gulingnya. Sebenarnya aku ingin sekali berada dalam pelukannya berada di dalam lehernya sambil dia mengelus rambutku dan mencium keningku. I really miss it.

"Sayang... peluk." Manjaku.

"Gimana yang mau peluk sayang... ada baby kita." Haikal mengelus perut besarku. Aku merasakan putriku menendang. Hakal tersenyum.

"Itu putri kita juga pengen di peluk, dia kangen di peluk ayahnya juga." Rengekku.

Akhirnya Haikal memelukku. Meskipun tidak senyaman pelukan ketika perutku masih rata tapi itu sudah membuatku lebih nyaman. Haikal berubah posisi. Sekarang wajahnya menghadap perutku.

"Halo, putri kecil Ayah. Pasti nanti kamu manjanya bakalan ngalahin bunda." Katanya sambil mencium perutku.

Aku tertawa mendengar ucapan Haikal. Mungkin saja. Batinku. Dia pasti kerepotan nanti meladeniku dan anak kita. Yang pasti bikin dia pusing sendiri mendengar ocehanku dan ocehan putrinya. Aku tertawa membayangkan itu. Putriku sayang, cepet lahir yaa nak. Bunda dan Ayah sudah menunggumu.

"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?" Tanya Haikal yang mendengarku tertawa.

"Gak lucu ajah ngebayangin kamu repot dengan kita nanti." Kataku tersenyum dan mengelus pipinya. Dia mendengus.

"Makanya aku berencana buat adik untuk putri kecil kita setelah dia umur dua atau tiga tahunan." Katanya dengan ucapan yang memang dia sudah rencanakan.

"Hah?"

Dia mengangguk dengan senyuman usilnya. Aku memukul bahunya "kamu ini, yang sekarang belum lahir udah mikirin adik."

"Biar aku gak pusing ngedengar ocehan dua perempuan dalam hidupku." Kata Haikal dengan ekpresi yang benar-benar membuatku tertawa.

"Kalau adiknya cewek ?" Kataku bertanya.

Dia nampak berpikir "sepertinya aku bakalan tambah pusing."

Aku tertawa "kok gitu sih" kataku pura-pura sedih.

"Gak becanda, mau anakku cewek semua nanti alhamdulillah. Karena aku percaya kamu bisa menjadikan mereka wanita yang sholehah kayak kamu." Haikal menjewel hidungku.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang