Bab 11 : Stalking

25.9K 2.1K 33
                                    

Sore ini adalah sore yang indah untuk berkumpul dengan keluarga tercinta seperti halnya yang aku lakukan sore ini meskipun tidak benar-benar berkumpul. Ayah yang sibuk membaca buku tentang para tokoh ilmuwan islam. Sedangkan bunda, bunda masih ada di dapur entahlah sedang lagi bikin apa. Aku sedang mencari referensi kebaya buat di pakai di wisuda ku niatnya mau samaan dengan Indah tapi karena warna kesukaanku dengan dia tidak sama akhirnya kami putuskan untuk modelnya saja yang sama tapi warna sesuai dengan warna kesukaan masing-masing. Biru dan pink.

Bunda datang dengan membawa puding coklat beserta minumannya.

"Ini yang namanya ngumpul tapi gak bareng pada sibuk main Hp semua." kata bunda melihat anak-anaknya sibuk main Hp.

"Nada lagi sibuk cari model buat kebaya wisuda bunda". Kataku lalu menaruk Hp di meja.

"Kaffa lagi bales chatnya temen nanyak tugas kuliah ini bun". kata si Kaffa.

"Lagi main game".

Bunda geleng-geleng kepala melihat jawaban semua anaknya.

"Ayah juga, kenapa baca bukunya di sini. Bukan di ruang kerjanya Ayah." kata bunda ikut menyalahkan Ayah.

"Bosen bunda, baca buku di ruang kerja terus. Mendingan di sini bareng anak-anak".

"Bareng apanya kalau pada sibuk sendiri" kata bunda cemberut.

"Udah, jangan cemburut gitu." kata Ayah sambil mencubit pipi bunda. "Malu di lihat anak-anak" kata Ayah sambil tersenyum.

Kami bertiga yang sudah biasa melihat adegan sederhana tapi manis itu bikin senyum-senyum sendiri. Bunda yang manja kepada Ayah. Padahal kalau dari segi umur bunda itu lebih tua satu tahun dari Ayah. Tapi bunda yang kayak anak kecil selalu merajuk ke Ayah. Ketika ditanya kenapa bunda sering manja dan merajuk ke Ayah. Jawaban Ayah adalah "karena Ayah adalah orang yang ternyaman bagi bundamu. Begitu juga sebaliknya". Ah, Ayah memang yang paling the best. Jadi pengen punya suami kayak Ayah. Haikal apa kabar?.

"Yasudah, ayo di makan pudingnya. Habisin. Kalau enggak, bunda gak bakalan bikinin lagi." ancam bunda.

Itu adalah kalimat yang sering diucapkan ketika bunda bikin makanan. Kalau enggak di habisin berarti gak enak kata bunda. Tapi kami selalu menghabiskan makanan yang selalu di buat bunda, karena memang enak.

Usaha catering dan toko kue bunda yang sudah berjalan  15 tahun sampai sekarang alhamdulillah tetap laris dan semakin banyak pelanggannya. Dan sebagai rasa syukur bunda setiap bulan bunda akan bersedekah kepada yayasan panti asuhan, yayasan panti jompo, dan para pengemis di pinggir jalan. Dan orang-orang yang membutuhkan.

Tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang di bawah Nada. Bersedekah, tidak akan membuat kita miskin sayang, justru Allah akan terus memberi rejeki kepada kita karena kita rajin bersedekah dan rejeki itu bukan hanya uang saja tapi di beri kesehatan dan kebahagiaan itu adalah rejeki yang patut selalu kita syukuri.  Kata bunda ketika aku ikut menemani bunda membagikan kue-kue dan kotak nasi kepada anak yatim piatu.

Dulu waktu kami kecil, aku Kaffa dan Daffa sering di ajak bunda untuk mengajari kami bersedekah, memberi kepada yang lebih membutuhkan. Tapi karena kami sudah besar dan mempunyai kesibukan masing-masing jadi kami tidak ikut semua kadang aku sendiri yang menemani bunda, begitu juga dengan Kaffa dan Daffa. Bunda lebih sering memberi kepada anak yatim. Mungkin karena bunda sama dengan mereka dan mengerti perasaan mereka. Ya Bunda adalah anak yatim piatu semenjak bunda kelas 6 SD. Aku hanya tahu Nenek dan kakek  dari fotonya saja. Tapi bunda selalu berpesan kepada kami untuk mengirimkan  surah al-fatihah kepada nenek dan kakek setiap kita selesai sholat dan tentu saja aku melakukanya. Dan setiap tahun kami akan mengadakan pengajian di hari kematian kakek dan nenek.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang