Bab 8 : Pesan

29.6K 2.3K 22
                                    

Aku terkejut Nada menerima lamaranku. Tapi di lain sisi aku merasa bersyukur sekali rasanya aku ingin bersujud syukur saja. Mata kami saling bertemu. Tidak matanya yang cantik itu yang bertemu dengan ku. Karena semenjak dia turun dari tangga aku terus melihatnya. Dia cantik dengan kebaya putih yang dia kenakan. Dengan sedikit make up dia cantiknya natural.

Aku sempat khawatir Nada bakalan tidak mau menerima lamaranku karena dia tak kunjung turun ke bawah. Aku sudah berpikiran dia bakalan menolak lamaranku. Tapi ternyata kebalikannya.

Setelah pembicaran inti selesai kami beranjak ke meja makan. Lalu tiba-tiba Pak Hidayat menghampiriku.

"Bisa kita bicara sebentar." Kata Hidayat. Aku pun mengangguk. Aku berbicara di halaman belakang rumah Nada. Kami duduk dekat pintu.

"Karena Nada menerima lamaranmu,  insyaAllah kamu akan jadi suaminya.
Tapi kamu tahu, aku belum mengajukan syarat kepadamu kan?" Tanyanya dengan tersenyum.

Aku mengerti dengan pikirannya pak Hidayat.

"Lalu apa syaratnya pak?" Tanyaku mantap.

"Tanggung jawab." Katanya singkat.

"Aku tahu kau menyukai putriku. Bahkan sangat. Terlihat dari kau memandanginya semenjak dia turun dari tangga." Dia beralih menatap kedepan dengan tatapan yang dalam di berucap kembali "Kamu tahu kan, dia adalah putriku satu-satunya. Meskipun dia anak sulung tapi aku memanjakannya seperti anak yang paling bungsu. Dia putriku yang cantik, manja dan manis. Sebenarnya aku belum ikhlas sepenuhnya melepas putriku menikah. Aku masih ingin berlama-lama dia menjadi putriku yang selalu merengek kepadaku. Tapi karena yang melamar adalah kamu. Aku percaya, kamu adalah laki-laki yang bertanggung jawab." Katanya penuh makna tersembunyi dan aku paham maksudnya.

"Jadi anak muda." Dia memegang bahuku dengan pandangan yang tegas dan sedikit mengancam dia berucap. "Aku percayakan Nada untukmu, jangan pernah menyakitinya apalagi sampai dia menangis gara-gara kamu. Kalau kau berniat untuk menyakitinya. Kembalikan padaku."

                      💐💐💐💐

Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar ku, aku membuka pakaianku dan menggantinya dengan kaos dan celana pendek. Satu pesan masuk dari Kaffa. Dia meminta nomer ku ketika kita berbincang di tangga masjid.

Bang?

Ya

Ini nomernya kak Nada
081556××××
Aku ngasik karena kak Nada nerima lamaran abang, kalau enggak gak bakalan aku kasik.

Ok. Thanks Kaff

Titip kak Nada ya bang

Pasti insyaAllah


Aku mengerti kenapa laki-laki di keluarga Nada begitu menyayanginya dan selalu melindunginya. Karena Nada layaknya embun yang menyejukan di pagi hari yang begitu bening dan indah. Nada adalah embun di keluarganya. Bagaimana mungkin aku merusak embun yang begitu bening dan menyejukan, itu akan hanya menyakiti diriku sendiri. Nada sudah menjadi embun di hatiku sejak dulu, sejak aku kecil. 

Aku merasa sebentar lagi Daffa akan bilang hal yang sama layaknya Ayah dan abangnya.

Terngiang di kepalaku bagaimana ucapan Ayah Nada kepadaku kalau kau berniat menyakitinya, kembalikan kepadaku". Aku mengerti perasaanya karena aku juga lelaki. Kalau aku berada di posisinya aku akan melakukan hal yang sama. Satu pesan masuk lagi. Dari Kaffa.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang