Bab 24 : Si Pengirim Surat

25.3K 1.7K 35
                                    

"Daffaaaaaaa....." teriakku memanggil adik bungsu ku.

Haikal mengajakku untuk menginap di rumah bunda. Setiap dua minggu sekali aku akan menginap di rumah bunda. Jadi waktu abang-abang Haikal bukan waktunya pulang maka hari minggu itu aku gunakan untuk menginap di rumah bunda. Lagian kalau mau main ke bunda cukup bawa si copy gak usah bawa mobil.

Daffa menuruni tangga dengan diikuti Kaffa di belakangnya.
Aku duduk dengan ayah dan Haikal di samping bunda.

"Ngapain kak ke sini? tanyanya setelah duduk di samping Ayah Kaffa di samping bunda.

Aku cemberut " Ayah...Daffa kok bilang gitu?" Ayah tertawa.

"Becanda. Sensi amat."

"Yang sensi itu kamu. Kok kakak yang di salahin. Eh kakak mau nginep malam ini kamu senang kan?" Kataku  dengan senyum-senyum sambil mengangkat satu alisku. Aku sudah pindah tempat ke tempat Ayah jadi aku bisa lebih jelas menghadap Daffa

"Biasa ajah." katanya sambil menyandarkan bahunya di sofa.

Aku mencubitnya. Dia meringis. Aku tahu dia lagi seneng karena aku malam ini menginap. I know him. Aku meneliti wajahnya.

"Apa sih kak?" Katanya risih karena tatapanku.

"Bunda, bunda sini...." kataku memanggil bunda. Jadi sekarang Daffa berada ditengah-tengah aku dan bunda. Ayah, Kaffa dan Haikal berada di satu sofa memandangi kami bertiga.

"Bunda, Daffa ada kumisnya." kataku menyentuh kumis Daffa yang mulai tumbuh sedikit.

"Ya ampun Daffa itu kumisnya di cukur jangan sampek jadi lebat yaa... " bunda geli lihatnya.

"Bunda ini tumbuhnya masih sedikit Daffa gak cukuran kumis soalnya kemarin-kemarinnya masih ospek." Tawar Daffa Dia melanjutkan "Lagian Daffa kan cowok gak masalah punya kumis."

"Masalah." Kataku kompak dengan bunda. Aku dan bunda memang tidak suka laki-laki yang berkumis. Geli. Ayah ajah berkumis sedikit bunda sudah heboh di suruh cukur. Kalau gak di cukur bunda gak akan berhenti marah-marah. Untung Haikal rajin cukuran kumisnya. Jadi Haikal terbebas dari omelanku.

Daffa jengah melihat kelakuan bunda dan kakaknya yang begitu kompak. Kalau mereka lagi kompak gak akan bisa di bantah. "Iya besok Daffa cukur." Katanya mengalah.

"Awas kalau lupa" ancam bunda.

"Eh bunda, kita cukur ajah sekarang dia pasti lupa besok banyak alasannya." kataku usil, lagian suruh siapa aku di judusein terus sama dia.

"Apaan sih kak! Gak ya Daffa gak mau!! Bunda... Daffa sendiri yaa yang nyukur kumis Daffa." Katanya sambil menggemgam kedua tangan bundanya.

"Diem. Bunda setuju sama kakakmu. Kamu pasti lupa besok banyak alasannya. Nada sana ambil cukurannya Daffa di kamarnya." Bunda memberi perintah.

"Ok bunda." Kataku dengan senang hati.

"Kak jangan.... "aku mengabaikan suara Daffa. Setelah mengambil nya aku turun sudah melihat Daffa di pegang dengan bunda.

"Ini bunda." Aku memberikan cukuran ke bunda aku memegang Daffa biar gak banyak gerak.

"Ayah, tolongin Daffa, bang." Daffa memohon kepada 3 laki-laki yang duduk di depannya.

Ayah hanya menampilkan wajah sambil meringis. Pertanda dia tidak mau ikut campur. "Sebaiknya kita diam saja. Kalau kita ikut campur kita yang dapat masalah." kata Ayah ke Kaffa dan Haikal. Mereka pun hanya mengangguk setuju dengan pendapat Ayah.

Akhirnya acara mencukur kumis Daffa berakhir.

"Nah kalau kayak gini kan tambah ganteng anak bunda yang bungsu ini". Kata bunda sambil mencubit pipi Daffa.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang