Bab 3 : Dilamar

40.4K 2.5K 34
                                    

Setiap hari meja makan keluarga Hidayat. Selalu rame apalagi waktu sarapan.

Nada ikut membantu bunda buat sarapan. Nada bisa di bilang sudah cukup pintar masak karena sejak dia masuk SMA dia sudah bantu bundanya memasak di dapur.

Kata bunda, perempuan harus bisa masak karena kenapa, karena anak perempuan bukan anak kita selamanya dia akan di bawa orang nanti setelah menikah, anak perempuan akan menjadi hak suaminya nanti ketika sudah menikah. Maka dari itu perempuan harus bisa masak biar bisa buat makanan untuk keluarganya nanti. Ada kebahagian sendiri dan kepuasan sendiri melihat keluarga kita memakan masakan yang kita buat dengan tangan kita sendiri. Dan ketika masakan kita di puji enak itu tambah bikin semangat lagi untuk belajar masak.

Apalagi kalau ikut ke rumah mertuanya. Perumpamaan sedia payung sebelum hujan adalah kata yang tepat apabila nanti setelah berumah tangga tinggal di rumah mertua. Biar gak di bilangin punya mantu cuman bisa dandan doang tapi gak bisa masak. Karena pemikiran setiap orang gak sama. Ada yang gak masalah punya  mantu gak bisa masak. Justru ada yang sebaliknya.

"Kalau nenek termasuk yang mana bunda?" Tanyaku.

"Kalau nenek mu sih, memang gak bisa masak sayang. Jadi karena nenek gak bisa masak. Jadi bunda harus bisa masak biar bisa ambil hati nenek mu" kata bunda sambil tertawa.

"Ah kakek dan nenek baik banget yaa Nda sama kita bertiga. Sering ngasik uang jajan" kata ku tertawa.

"Iyalah, wong cucunya cuman kalian bertiga. Ayahmu kan anak tunggal sayang jadi kalian bertiga di manja, apalagi kamu" Bunda mencolek hidungku. "Cewek satu-satunya"

"Ah senenganya bisa di manja sama nenek dan Ayah." Kata ku senyum-senyum sendiri.

"Sudah ngobrolnya, ayo bawa ke meja makan." Suruh bunda.

"Iya bunda." Aku suka situasi seperti ini kalau lagi akur sama bunda.

"Ngobrolin apa kok kayaknya seru?" Kata Ayah.

"Iya, kita kan laper bunda." Rengek si bungsu.

"Ada ajah, urusan cewek ya Nda?" Kata bunda bertanya padaku.

"Iya cowok gak boleh tahu." Kataku ketus.

Ayah, Kaffa dan Daffa hanya saling berpandangan. Masalahnya kalau bunda dan Nada sedang akur. Mereka akan lupa dengan mereka bertiga. Kalau lagi jalan berdua mereka akan lupa waktu dan bunda bakalan lupa yang mau masak ujung-ujungnya suruh makan di luar. Dan tentunya rumah bakalan sepi kalau bunda dan Nada akur.

"Nada, Ayah bolehin kamu bawa si copy." Kata Ayah tiba-tiba.

"Beneran yah?" Kataku senang sekali.

"Iya" Jawab Ayah singkat.

"Makasih Ayahku sayang" Aku lalu memeluk lengan Ayah.

"Iya sama-sama putri Ayah yang cantik Kata Ayah mengelus kepalaku.

"Sudah. Ayo kita makan." Kata bunda.

                      💐💐💐💐

Jam 10 pagi Nada sudah ada di cafe sekitaran dekat kampusnya. Janjian sama Indah buat ngerjain skripsi. Sebenarnya janjiannya jam 9 tapi Indahnya masih banyak kerjaan. Biasa anak kosan. Dia masih masak dan sarapan di kosannya dan tukang sayur keliling yang biasa dateng pagi sekarang telat katanya bangun kesiangan jadinya si Indah ikut kesiangan juga.

Sebenarnya kata mengerjakan skripsi itu hanya alasan saja. Karena Nada dan Indah untuk mengerjakan skripsi mereka di butuhkan tempat yang penuh konsentrasi. Tapi mereka tetap bawa laptop, beberapa buku dan tentunya file skripsi mereka siapa tahu mereka lagi mood yang mau mengerjakan. Ini hanya bentuk syukur kecil-kecilan karena sudah di bolehin bawa si copy. Jadi kata Daffa itu ada benernya juga. Hihi.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang