Bab 14 : Cerita Haikal

23K 1.9K 15
                                    

Menjadi arsitek tidak terbayangkan oleh ku. Bahkan waktu kecil aku tidak tahu cita-citaku menjadi apa. Yang kulakukan hanya belajar serajin mungkin dan bermain seperlunya. Karena aku tahu orang yang sering belajar kelak tidak akan rugi. Waktu kecil, kalau aku tidak bermain dengan abang-abangku yang kulakukan hanya berdiam diri di kamarku dan menggambar sesuatu yang ingin aku gambar.

Naifkah aku jika kukatakan bahwa aku ingin jadi Arsitek hanya gara-gara ucapan anak SMP yang ingin jadi Arsitek. Ya siapa lagi kalau bukan Nada. Waktu SD dia selalu berambut pendek sebahu dan berponi. Imut sekali. Aku tidak pernah melihatnya berambut panjang. Entahlah sekarang dia sudah berkerudung. Aku tidak tahu sekarang rambutnya apa masih tetap pendek atau sudah panjang. Ketika pelajaran olahraga dia akan mengikat rambutnya yang pendek itu. Dan ketika sudah berkeringat mukanya akan memerah.

Aku awalnya hanya tertarik dengannya dia sedikit berbeda dengan teman-temannya dia selalu menjaga adiknya Kaffa. Kalau ada yang mengganggunya  Dia akan bersuara lantang jika ada anak laki-laki ada yang mengganggu adiknya. Dia tidak takut meski yang mengganggu adiknya lebih besar dari Nada. Mungkin sebab itu sekarang Kaffa dan dan Daffa begitu menjaga kakaknya. Mereka pernah berkata kepadaku karena waktu kami kecil kak Nada selalu ngejaga kami baik itu di rumah maupun di sekolah. Meskipun sebenarnya kak Nada manja dan cengeng tapi dia akan berubah menjadi layaknya seorang kakak pada umumnya. Ketika ada yang mengganggu kami dia akan membela kami meskipun anak laki-laki sekalipun dan ketika bunda dan ayah sedang keluar rumah Kak Nada ngejaga kami dengan baik. Sekarang kami sudah besar jadi saatnya kami yang menjaga kak Nada.

Aku yakin jika mereka melihat langsung Nada yang di ganggu oleh berandal-berandal itu tentu saja mereka akan menghajar mereka. Begitu juga denganku. Aku marah sekali waktu Kaffa memberitahuku bahwa Nada di ganggu berandalan rasanya aku ingin memukul berandalan itu bertubi-tubi. Apalagi waktu melihat wajahnya yang masih merah dan matanya yang sedikit membengkak karena menangis.
Sungguh aku tidak tega. Dan aku merasa aku tidak bisa menjaga Nada dengan baik. Tapi di lain sisi aku masih berstatus tunangannya aku masih belum halal untuknya. Jadi aku ingin sekali halal untuknya. Agar aku bisa menjaganya dan Nada menjadi tanggung jawab ku.

Aku ingin melihatnya tertawa, manja, polos seperti halnya Nada biasanya.

Aku tertawa ketika mengingat kejadian yang tidak di sengaja itu. Waktu itu hari minggu aku sedang main ke rumah Kaffa aku cukup dekat dengan dia meskipun kelas kita cukup jauh kita dekat karena kami sama-sama suka menggambar. Waktu itu aku SMP kelas tiga sedang Nada kelas dua SMP dan Kaffa masih kelas 6 SD.

Flasback On

"Bang kaff ayok ke kamar ku saja"
Ajak Kaffa.

Aku melihat tante Syafna sedang menonton tv aku menyapanya. Akupun menaiki tangga mengikuti Kaffa. Aku melihat kamar paling timur di pintunya bertuliskan "Nada's room". Setelah satu jam aku berada di kamar Kaffaakupun hendak pulang. Ketika aku membuka pintu kamar Kaffa aku melihat Nada sedang terburu-buru menuruni tangga dengan piyama Doraemon dan kerudung instan  berwarna senada dengan khas warna Doraemon serta sebuah buku yang di pegangnya. Oh ya, Nada mulai berkerudung semenjak SMP.

"Bunda.....". Teriaknya. Dia tidak menyadari aku.

"Bundaaa". Masih berteriak memanggil bundanya dengan berlari menuruni tangga. Apa dia tidak takut jatuh pikirku.

"Apa sih Nda teriak-teriak?. Gerutu tante Syafna.

"Nada mau jadi Arsitek".  Katanya to the point dan senyum-senyum.

"Hmmm". Kata bunda Syafna tidak merespon putrinya.

"Ihhhh.... bunda kok gitu responnya". Ucap Nada cemberut aku yang melihat dari atas tersenyum melihatnya.

"Kamu habis baca apa"?

"Nada habis baca novel bunda, seru pokoknya tentang Arsitek-arsitek gitu. Yah meskipun Nada ada yang gak paham waktu bagian yang ngebahas tentang dunia Arisitek. Tapi ceritanya tetep seru bunda." Aku masih inget jelas dengan wajah ceria yang semangat sekali menceritakan isi novelnya.

"Bunda gak yakin kamu jadi Arsitek, belum seminggu bangunannya udah roboh." Aku tertawa mendengar penuturan tante Syafna.

"Ih...  bunda kok ngomong gitu sih". Dia kembali cemberut.

"Habisnya cita-cita kamu ubah-ubah Nada, waktu SD kamu pengen jadi Dokter sekarang udah SMP pengen jadi arsitek, nanti kamu kalau udah SMA mau jadi apa"?.

"Hmmmm,.... Novelis". Ucapnya polos. Aku tertawa waktu itu mendengarnya. Bagaimana cita-cita bisa berubah-ubah sesuai tingkat satuan sekolahnya. Sedangkan waktu itu aku masih belum punya keinginan bercita-cita untuk menjadi apa.

Tante Syafna mencubit Nada gemas. "Kamu ini, jadi novelis ajah. Kembangkan daya imajinasi kamu itu. Lagian kamu dulu lomba menulis puisi sama baca puisi terbaik kan Nada, jadi bakat kamu paling di dunia menulis."

"Gitu yaa bunda, tapi Nada pengennya sekarang jadi Arsitek bunda." Rengeknya.

"Kalau gitu kamu pelajaran fisikanya harus bagus". Kata tante Syafna memberi saran.

"Kok fisika"? tanyanya heran.

"Iya kalau mau jadi arsitek pelajaran yang mendukung itu pelajaran fisika".

"Fisika bikin pusing bunda". Keluhnya.

"Makanya bunda gak yakin kamu mau jadi arsitek."

"Yasudah, suaminya Nada ajah yang jadi Arsitek. Keren loh bunda punya suami Arsitek kayak di novel ini." Katanya sambil menunjukan novel tersebut ke tante Syafna.

Tante Syafna kembali mencubit Nada gemas. "Kamu ini, memangnya suami itu bisa di minta kayak apa yang kita mau. Lagian kamu masih SMP udah ngomongin suami-suami". Omel tante Syafna. Aku masih mendengarkan pembicaraan ibu dan anak itu.

"Aamiin gitu bunda, lagian kan setiap ucapan adalah do'a. Dan ucapan Nada tadi kan baik bunda. Seharusnya bunda meng-amini". Ucap Nada tidak mau kalah dengan bundanya. Sepertinya di rumah ini yang bikin ramai adalah mereka berdua.

"Iya iya Aamiin." kata tante Syafna sudah lelah meladeni putrinya.

"Ihh... yang serius bunda, do'a bunda itu mustajab loh."

Tante Syafna menghembuskam nafasnya dan mulai berdo'a. " Ya Allah, semoga putri hamba mendapatkan jodoh yang diinginkannya.....

"Arisitek". Nada menimpali.

Tante Syafna mendelik dan melanjutkan do'anya "suami yang Arsitek, suami yang menerima putri hamba apa adanya dan menyayanginya sepenuh hatinya."

"Aamiin". Ucap kedua wanita tersebut.

Flasback off.

Sejak mendengar percakapan Nada dengan Bundanya. Kalimat  yang selalu ku ingat adalah "yasudah, suami Nada ajah yang jadi Arsitek" sejak saat itu akupun mulai tertarik dengan dunia Arsitek dan membeli novel yang sama yang di baca Nada. Setelah membaca novel itu aku semakin tertarik untuk menjadi Arsitek. Di novel itu ada nilai spritualnya juga ada nilai islamiyahnya. Pantas Nada menyukai novel itu. Dan itu terakhir kalinya aku melihat Nada, karena aku SMA di Bandung. Waktu SMA aku tempuh dua tahun. Dan aku kuliahpun di Bandung. Aku kuliah di salah satu kampus terbaik di Indonesia dengan jurusan yang di sukai Nada. Yaitu Arsitek.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang