Bab 7 : Menerima

30.8K 2.4K 40
                                    

Bunda membuka tirai gorden jendela kamar Nada. Nada kalau lagi dateng bulan dia akan bener-benar menjadi pemalas yang biasanya bangun pagi maka dia akan bangun sedikit kesiangan.

"Sayang, Nada bangun nak." Kata bunda sambil mengoncang bahunya.

Nada hanya menggeliat."Apa masih sakit perutnya?"Tanya bunda kwatir.

"Mendingan kok, tapi masih sakit." Kata Nada sambil duduk.

"Terus kamu mau sarapan di bawah apa mau di bawa ke sini."

"Mau ke bawah ajah bun." Nada melihat sekililing kamarnya. "Indah mana bun?" Tanyanya yang tak melihat Indah.

"Di bawah, tadi dia yang bantu masak bunda kamu kan lagi tidur belum bangun." Kata bunda dengan sedkit sindirannya.

Nada hanya cengengesan.

"Berarti jamu dari ibunya Haikal manjur dong" kata bunda senyum-senyum.

"Hmmm sebelas dua belas lah sama buatannya bunda" sambil menggaruk kepalanya...

"Ih jorok cepet mandi sana!" Kata bunda yang melihat anak gadis satu-satunya yang jorok, masih dengan muka bantal rambut acak-acakan sambil garuk kepalanya. Kayak apa gitu.

"Kelamaan bun, Nada cuci muka ajah nanti habis sarapan mandinya."

"Gak usah ke bawah, ini aku dah bawain." Kata Daffa yang sudah memasuki kamar Nada sambil membawa nampan sarapan untuk Nada.

"Tapi aku mau sarapan bareng" kata Nada memelas.

"Udah di sini ajah, nanti sakit perut lagi aku gak mau yaa gendong kakak. Berat." Kata Daffa sambil meletakan sarapannya di meja nakasnya Nada.

"Yang gendong kakak bukan kamu tapi Kaffa." Kata Nada mencoba membenarkan

"Tapi kan di sini yang ada aku." Kata Daffa tak mau kalah.

"Iiii udah sana pergi." Usir Nada dengan melempar bantalnya.

Nada kalau di suruh pilih antara bantal dan bantal guling dia akan milih bantal guling. Enak bisa di peluk. Mending gak usah bantal kepala dari pada tidak ada bantal guling. Pemikiran Nada. Sama halnya dengan bundanya tapi sekarang bunda lebih suka meluk Ayah dari pada bantal gulingnya. Nada adalah copy-annya bunda. Sama-sama cerewet dan segi tubuh dia memang mewarisi ibunya mungil.

Sedangkan Kaffa the real Ayah. Tenang, kalem, tinggi, pinter pernah jadi anak teladan di sekolah sama kayak Ayah dulu yang katanya juga pernah jadi anak teladan sekolah dan kaffa anak yang ramah. Keramahan itu dia dia dapet dari bundanya untung gak kecerewetannya. Kalau di bandingin dengan Daffa dia mang lebih banyak bicara gak irit kayak Daffa. Dan untuk masalah protektifnya dia mirip sama bunda sedikit memberi kebebasan, Sedikit memberi kelonggaran.

Kalau Daffa? Dia campur sari. Hal yang dia turunin dari Ayah cueknya, tingginya bahkan dia lebih tinggi dari Kaffa yah meskipun itu hanya beberapa cm saja. Dalam kepintaran meskipun tidak sepintar Kaffa tapi Daffa termasuk anak yang berprestasi. Anak basket, anak yang termasuk ranking 5 besar dalam kelasnya. Kadang dia cerewet kayak bunda, iya dia cerewet kayak sekarang ini. Dan sifat protektifnya nurun dari Ayah. Gak tenangan kayak bunda kalau ada masalah, apalagi kalau menyangkut bunda dan kak Nadanya.

Jadi yang paling pendek di antara mereka adalah si sulung Nada. Jadi kalau mereka lagi jalan bertiga Nada akan di kira adik Kaffa dan Daffa.

"Buruan makan gak kak, udah telat ini. Sekarang hari senin mau upacara." Ternyata pakaiannya sudah rapi tinggal mengambil tasnya untuk berangkat sekolah.

"Ya sana berangkat ajah. Nanti bakalan di makan juga."

Akhirnya Daffa menyerah dan barlalu meninggalkan kamar kakaknya sambil mencium tangan bundanya untuk pamit berangkat sekolah. Dia mengabaikan Nada yang sudah memberikan tangannya untuk di salamin. Nada memberengut. Awas yaa perutku masih sakit kalau enggak udah aku cubit itu anak.

Nada (End/Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang