Sampai di ruang tamu, dengan wajah yang sudah dibubuhi dengan air mata, Sista segera menelfon Alvin.
"Halo Al? Kita bisa ketemu di taman nggak?"
"..."
"Iya, sekarang."
Telfon pun di matikan.
Kemudian Sista segera keluar dari rumahnya menuju tempat yang ia tujukan pada Alvin.
Setelah sampai di taman, Sista melihat Alvin yang dari kejauhan yang tengah menunggunya.
Alvin tiba lebih dulu, karena Alvin menggunakan motor. Beda dengan Sista yang harus memberikan alasan panjang lebar kepada sopir pribadinya. Karena jika tidak seperti itu, pasti sopir pribadinya itu tidak akan mengantarkannya.
Sista langsung memeluk Alvin dengan begitu erat seraya air matanya terus turun.
Alvin yang melihat itu, merasa bingung. Tiba-tiba saja Sista datang dengan wajah yang sembab dan langsung memeluknya.
Alvin pun membalas pelukan Sista lalu berkata, "kamu kenapa?"
Sista melepaskan pelukannya dan menatap Alvin dengan begitu sedih.
"Papa aku mau pisahin kita Al. Dan aku nggak mau pisah dari kamu. Terus Papa aku nyuruh aku deket sama anak temennya yang nggak aku kenal."
"Jadi itu sebabnya kamu tadi pulang cepet?"
Sista mengangguk.
"Papa nggak pernah setuju sama hubungan kita. Udah berapa kali aku jelasin, tapi Papa tetep nggak akan suka sama kamu Al. Aku nggak tau lagi harus berbuat apa. Aku takut, kalau Papa bakal ngelakuin hal-hal yang akan ngebuat kamu celaka," ucap Sista dengan khawatir.
Alvin memegang kedua pundak Sista untuk memberikan rasa ketenangan.
"Sista, dengerin aku. Kamu jangan selalu berpikir yang negatif tentang Papa kamu. Lagi pula dia orang tua kamu. Setidaknya, kamu turuti saja apa mau nya. Meskipun aku juga merasakan hal yang sama."
Kening Sista mengerut saat mendengar kalimat terakhir Alvin.
"Maksud kalimat terakhir kamu apa Al?"
Alvin menghela napas dengan perlahan. Mungkin ini sudah saatnya Sista tahu yang sebenarnya.
"Jadi gini. Sekarang kita udah kelas dua belas. Sebentar lagi pengumuman kelulusan akan tiba. Dan Papa sama Mama ku, udah berencana, kalau aku bakal kuliah di luar negeri." Jeda Alvin.
Melihat ekspresi wajah Sista berubah, Alvin segera melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya aku juga nggak setuju. Tapi gimana lagi. Keputusan Papa ku udah bulat. Dia tetap keukeuh sama keputusannya. Aku juga nggak rela jika harus pisah sama kamu. Itu yang sebenarnya mau aku sampaikan di kafe, tapi tertunda." Ucap Alvin.
Penglihatan Sista semakin menjadi kabur karena air mata. Mendengar semua ucapan Alvin, ia sudah merasa jika takdir hubungannya kini sudah diambang menuju kerenggangan.
"Tapi kamu nggak putus kan, dari aku Al?" Tanya Sista.
"Tidak Sista. Kita masih tetap pacaran. Tapi..."
"Tapi apa Al?"
"Tapi apa kamu sanggup LDR an?" Tanya Alvin dengan hati-hati.
"Sebenarnya jujur, aku nggak sanggup LDR an sama kamu. Tapi mau gimana lagi. Papa kamu udah memutuskan semuanya. Jadi kamu jalani aja."
Alvin menatap pacarnya itu dengan tatapan yang begitu sedih.
"Kenapa ya, takdir memperlakukan kita seperti ini?" Tanya Alvin.
"Aku juga nggak tau Al. Rasanya, kisah kita sama. Aku mesti di suruh menjauh dari kamu sedangkan kamu juga di suruh menjauh dari aku. Takdir serasa nggak mau berpihak diantara kita berdua." Ucap Sista.
Sementara dari kejauhan, pak Somad——selaku sopir pribadi Sista, mendengar semuanya. Ia merekam semua yang terjadi lalu mengirimkannya pada Papa Sista.
Sedangkan Papa Sista yang menerima pesan dari pak Somad, membuatnya jadi geram.
"Bisa-bisanya mereka ketemuan. Tapi aku sedikit bersyukur. Karena si Alvin itu, akan kuliah di luar negeri. Ini adalah kesempatan yang bagus," gumam Papa Sista.
"Al?"
"Hm?"
"Orang tua kamu tau hubungan kita nggak?" Tanya Sista.
"Tidak."
"Apa? Kok kamu nggak kasih tau ke mereka? Mereka juga berhak tau."
"Aku belum siap mengungkapkannya. Jadi untuk saat ini aku hanya diam saja."
"Al. Kamu jangan kayak gitu. Biar bagaimana pun, orang tua juga mesti tau bagaimana kehidupan anaknya."
"Biarpun aku bilang ke mereka, pasti sama aja responnya dengan Papa kamu."
"Ya, tapi setidaknya jangan sampai kamu bernasib sama dengan aku."
Alvin lalu menatap mata Sista dengan serius.
"Sista, tolong kamu jangan merasa khawatir. Saat ini, aku belum bisa bilang ke mereka. Tapi suatu saat nanti, aku akan bilang, kalau cuma kamu satu-satunya yang aku cintai. Nggak ada yang lain. Kamu ngerti kan?" Ucap Alvin seraya memegang pipi Sista.
Sista hanya bisa mengangguk dengan perlahan.
Mungkin ada benarnya juga kata-kata Alvin. Sista berharap, semoga Alvin bisa memegang kata-katanya itu.
~to be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
RomanceBerusaha berjuang dan mempertahankan. Tapi hasilnya??? Apa harus diakhiri begitu saja atau tetap yakin kalau semuanya akan baik-baik saja?