Pertahanan pun Runtuh

5 1 0
                                    

Dito membawakan segelas kopi untuk Sista. Dengan senang hati Sista menerimanya.

Dito pun duduk di samping Sista sembari meniup-niup kopi yang masih panas itu.

"Kenapa cobaan hidup itu mesti ada?" Tanya Sista.

Dito menatap Sista lalu menyenderkan punggungnya pada kursi taman rumah sakit.

"Karena tanpa ada cobaan, hidup cuma sia-sia saja."

Ucapan dari Dito membuat Sista menoleh menatap calon tunangannya itu.

"Tapi alangkah lebih bagusnya jika hidup tanpa cobaan kan? Kita bisa menghirup udara kebebasan. Sedangkan orang yang mendapat cobaan, hidupnya ribet."

Dito menyunggingkan senyum.

"Nggak ribet Sista. Lo nya sendiri yang buat ribet. Kalau lo berada dalam sebuah masalah, coba deh bawa santai aja. Karena hidup itu simple. Biar pun ada masalah yang menimpa, pasti ujung-ujungnya bakal selesai juga. Setiap ada masalah, pasti ada solusi. Iya kan?"

"Iya sih. Bener juga apa yang lo bilang. Tapi..."

"Kenapa lo mau donorin darah buat Sila?"

Pertanyaan Dito membuat Sista jadi diam.

"Kalau dipikir-pikir Sila udah ngerebut kebahagiaan lo. Tapi lo masih aja tetep baik ke dia. Awalnya gue pikir waktu lo dapet telfon dari rumah sakit kalau Sila kecelakaan, lo bersikap biasa aja. Tapi kenyataannya lo kaget banget, dan tetep kekeuh mau ke sini. Itu gue larang lo sebelumnya. Tapi dengan alasan lo yang masuk akal, gue biarin. Dan sekarang, lo tiba-tiba mau donorin darah ke orang yang udah buat lo kehilangan kebahagiaan lo. Apa lo nggak habis pikir Sista? Sila udah jahat banget ke lo," jelas Dito.

"😓 Sila itu temen sekaligus sahabat gue. Mau sebenci atau sekesal apapun gue ke dia, tapi rasa persahabatan gue yang udah tumbuh dari dalam buat Sila, itu nggak akan mudah hilang. Meskipun gue berusaha ngindahin untuk tetap benci ke dia, tapi gue nggak bisa. Lo tau kan Dit, gue itu gimana orangnya. Gue nggak mudah untuk membenci seseorang. Kecuali orang itu sendiri yang udah buat gue merasa tersakiti."

"😕 Itu kan sama aja Sista. Lo udah di sakitin sama Sila, karena dia udah berani rebut Alvin dari lo. Dan lo pikir itu nggak buat lo merasa tersakiti?"

Sista mengangguk.

"😪 Jadi kenapa lo benci sama Alvin? Dan berani ngambil keputusan untuk mengakhiri segalanya?"

"Karena Alvin udah buat gue merasa kecewa dan udah disakitin sama dia. Dari awal, sebelum dia ke negara ini, kita udah buat komitmen untuk saling menjaga hati di saat LDR an. Tapi nyatanya apa? Setelah ketemu dia, semuanya berubah. Dia berubah seratus delapan puluh derajat dari yang gue kira. Ini semua karena faktor dari culture di sini. Lo tau kan? Di tambah lagi dengan adanya Sila. Dulu memang Alvin bilang ke gue, kalau Sila ada di negara ini juga. Tapi gue berusaha berpikir positif, berusaha ngebuang jauh-jauh pikiran negatif gue. Dan ngingatin Alvin tentang komitmen yang udah dibuat sebelumnya. Tapi nyatanya apa? Dia malah nggak ngejalanin komitmen itu. Sedangkan gue berusaha ngejalanin. Setelah gue tau dan lo liat sendiri kan, pas kita sampai di apartemen waktu itu? Tanpa ada rasa khawatir ataupun takut, dia malah seolah-olah nggak peduli ke gue. Nanyain kabar gue aja nggak 😭.."

Akhirnya, pertahanan Sista pun runtuh. Ia pun menangis. Dito pun berusaha menenangkannya dengan memeluk gadis itu.

Sedangkan dari balik pohon ada sebening air mata yang berhasil lolos dari pelupuk matanya kala ia mendengar semua penuturan yang diucapkan Sista.

Sepertinya semua unek-unek yang gadis itu pendam, sudah keluar semua. Dan orang yang ia tempati merasa nyaman untuk menumpahkan segalanya, adalah Dito.

"Gue baru nyesal sekarang..." Batinnya.

Swipe Up ⬆️

KISAH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang