Sampai di ruang tamu, Ali langsung bersidekap dan mulai berkata, "apa yang mau kamu bicarakan?"
Alvin menggenggam tangan Sista. Membuat Ali jadi bingung dengan apa yang akan putranya itu sampaikan padanya.
"Aku minta maaf kalau selama ini aku udah nyembunyiin sesuatu yang Papa nggak tau."
"Maksud kamu apa?" Tanya Ali bingung.
Alvin menoleh menatap Sista.
"Wanita di samping ku ini adalah wanita yang sudah lama aku mau ceritakan ke Papa tapi nggak pernah ada waktu. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat."Alvin sedikit menghela napasnya.
"Waktu Papa memutuskan kalau aku harus kuliah di luar negeri, di situ aku mengelak. Tapi Papa nggak mau dengar penjelasan aku waktu itu. Dan sekarang, aku akan menjelaskannya. Mengapa aku lebih memilih untuk kuliah di sini daripada di luar negeri, karena hanya ada satu alasan. Alasannya karena wanita di samping ku ini alias pacar aku." Ucap Alvin seraya merangkul Sista.
Ali masih terbungkam di tempat. Menunggu penjelasan putranya itu lebih lanjut.
"Aku nggak bisa jauh dari dia Pa. Apalagi kuliah selama empat tahun di sana. Menyelesaikan S1? Dan satu lagi. Apa alasan Papa mau menyuruh Sila untuk menginap di sini? Menurut aku, Papa sepertinya ingin mendekatkan aku sama dia. Tapi maaf Pa. Aku nggak bisa. Karena hati aku cuma untuk Sista."
Samar-samar, Ani yang tengah berada di dapur, kini mendengar suara orang yang tengah berbicara. Ia pun segera mematikan kompor lalu keluar untuk melihat apa yang terjadi.
"Tolong Papa coba ngertiin apa mau aku, Pa. Karena pada akhirnya, akan ada masa di mana aku akan jadi mandiri. Nggak harus ikut apa mau Papa terus."
Baru saja Ali ingin menjawab, suara Ani duluan menyambut.
"Ada apa ini?" Tanya Ani, lalu beliau beralih menatap Sista.
Sista yang di tatap, hanya bisa memberikan salam sopannya dengan menundukkan kepala sebagai bentuk rasa penghormatan.
"Loh, Alvin? Siapa perempuan di sebelah mu itu?" Tanya Ani.
Alvin menyunggingkan senyumnya.
"Nah, ini yang udah lama aku mau omongin ke Mama. Mama inget waktu aku nyebut nama seorang perempuan ke Mama dan tiba-tiba Mama pergi gitu aja?"
Kening Ani mengerut.
"Yang mana? Ah, coba kamu ulangi saja. Mama udah lupa, saking banyaknya pekerjaan rumah, jadi Mama lupa." Ucap Ani.
"Baiklah." Alvin menoleh ke arah Sista dengan tatapan penuh keyakinan.
"Kenalin Ma. Ini Sista. Dia pacar aku."
Seketika, tubuh Ani jadi menegang. Serasa telah di sengat oleh listrik. Apa kata Alvin barusan? Sista? Tiba-tiba saja Ani teringat dengan masa lalunya.
Alvin yang melihat Mamanya hanya diam saja, ia pun kembali menyadarkan Mamanya.
"Ma?"
"Ah iya." Ani beralih menatap Sista.
"Bisa sebut nama kamu dengan lengkap?" Tanya Ani.
"Sista Akviani, Tante" jawab Sista.
Ani langsung terkesiap saat mendengar jawaban dari Sista.
Pikirannya mengarah pada dua puluh tahun yang lalu. Dimana pada masa itu, adalah masa yang Ani sangat tidak inginkan untuk mengingatnya kembali.
Sila yang baru saja menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah, tiba-tiba ia hentikan langkahnya saat ia merasa suasana rumah ini jadi menegangkan.
Alvin yang melihat Mamanya kembali jadi diam, ia pun mencoba menyadarkannya.
Kembali sadar dari lamunan, tanpa aba-aba sekali pun, Ani langsung memegang tangan Sista lalu menariknya untuk keluar dari rumah.
"Mama! Lepasin Sista Ma!" Seru Alvin sambil melepaskan tangan Ani dari tangan Sista.
Ani menatap Alvin bingung.
"Apa yang Mama lakukan? Kenapa Mama tiba-tiba narik tangan Sista untuk keluar dari rumah ini? Apa salahnya dia Ma? Aku cuma mau—"
Ucapan Alvin terpotong kala Ani mengadahkan lima jarinya tepat dihadapan wajah Alvin.
"Mama mau kamu berhenti berhubungan dengan gadis ini," ucap Ani seraya menatap Sista dengan wajah geram.
Alvin mengernyit.
"Mama ini apa-apaan sih? Mengucapkan kalimat yang aku nggak ngerti sama sekali. Apa yang salah dari Sista Ma?"
"Mama bilang, jangan berhubungan lagi dengan gadis ini. Karena Mama nggak suka!" Jeda Ani lau matanya menatap ke arah Sila yang masih tetap berdiri di ambang pintu.
"Mama mau, kamu berhubungan sama Sila. Jangan gadis ini," lanjut Ani.
Ali yang mendengar ucapan istrinya ikut menyahut.
"Iya. Papa setuju dengan ucapan Mama kamu."Sista hanya bisa menitikkan air matanya kala mendengar penuturan kedua orang tua Alvin.
Ternyata yang sudah dikatakan Alvin sebelumnya memang benar. Kedua orang tua Alvin sama pendapat dengan Papanya.
Apa mungkin beginilah akhir dari kisah cintanya dengan Alvin? Putus di tengah jalan tanpa berusaha untuk bisa sampai di puncak akhir.
~to be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
RomanceBerusaha berjuang dan mempertahankan. Tapi hasilnya??? Apa harus diakhiri begitu saja atau tetap yakin kalau semuanya akan baik-baik saja?