Tiket Pesawat

22 5 0
                                    

Sila langsung menuju ke kamar Alvin. Hal inilah yang paling ia suka. Karena ia diberi amanah oleh Mamanya Alvin untuk bisa membuat Alvin lupa dengan Sista.

Setelah sampai di depan pintu, Sila mulai mengetuk pintu kamar Alvin. Beberapa kali ketuk, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya Sila berinisiatif untuk mengeluarkan suaranya.

"Alvin, buka pintunya. Aku mau ngomong sama kamu. Ini penting banget. Cepet buka pintunya," ucap Sila seraya kembali mengetuk pintu.

Tak lama setelah itu pintu pun terbuka. Masih dengan pakaian sama. Dengan wajah datar nya, Alvin berucap, "apa? Belum puas lo sekarang, udah ngadu ke nyokap gue?"

Sila refleks memasang ekspresi merasa bersalahnya itu.

Sila refleks memasang ekspresi merasa bersalahnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu tau dari mana?" Tanya Sila.

"Udah gue duga dari awal. Udah deh, lo nggak usah cari perhatian ke bokap nyokap gue. Nggak ada gunanya tau nggak," ucap Alvin seraya ingin menutup pintu kamarnya, tapi pergerakannya dihadang oleh Sila.

"Please Al, jangan marah gitu dong. Masa cuma karena itu kamu marah ke aku."

"Bodoh amat."

Pintu pun tertutup.

Sila hanya mengembuskan napasnya dengan gusar. Ternyata usahanya kali ini gagal. Mungkin Sila harus menyusun rencana yang lebih bagus lagi. Biar Alvin percaya kalau apa yang ia lakukan itu memang nyata. Tidak mengada-ada.

🍁🍁🍁

Sesampainya di rumah, Sista langsung naik ke kamarnya. Tak perduli dengan suara Papanya yang memanggil.

Sampai di kamar, Sista melempar tas nya begitu saja ke sembarang arah. Lalu rebahan di kasur king size nya seraya menatap langit-langit kamar.

Pikirannya menerawang, mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Sista berpikir jika rasanya, hubungan yang ia jalani bersama Alvin begitu cepat rasanya berakhir. Sepertinya Tuhan tidak berpihak pada hubungannya dengan Alvin.

Sista refleks bangun dari rebahannya saat mendengar suara dering telfonnya.

Di sana terpampang nomor yang tak di kenal. Kening Sista jadi mengerut. Dengan perasaan ragu, ia pun mengangkat telfon.

"Halo"

"Kamu Sista pacarnya Alvin kan?"

"Iya. Tapi sekarang sudah bukan pacar saya lagi. Mm... Maaf sebelumnya, ini siapa ya?"

"Kamu tidak perlu tau saya siapa. Dan, oh iya. Apa besok kamu ada waktu?"

"Iya ada."

"Besok tolong kamu temui saya di kafe Rehat pukul tiga sore."

Baru Sista ingin menjawab, telfon pun langsung di matikan secara sepihak oleh si penelfon.

Sista dilanda kebingungan. Dari suaranya, Sista bisa menebak jika yang menelfonnya barusan itu seorang wanita paruh baya. Sista bisa menebak itu. Tapi untuk apa orang yang menelfonnya itu mengajaknya bertemu?

🍁🍁🍁

Pagi harinya, di meja makan, baru saja Alvin ingin duduk. Tapi karena ada sebuah amplop berwarna coklat yang menyita perhatiannya, ia pun menghendaki dirinya untuk duduk dulu.

"Apa ini Ma? Pa?" Tanya Alvin.

Ani hanya bisa tersenyum saja seraya menatap suaminya. Sedangkan Sila, ia hanya bisa diam menyaksikan apa yang sebenarnya lagi akan terjadi hari ini.

"Buka saja. Nanti juga kamu tau," kata Ali.

Alvin segera membuka amplop itu dengan penuh rasa penasaran.

"Tiket pesawat? Buat aku?" Tanya Alvin.

"Iya. Hari ini, kamu berangkat ke Spanyol. Mama akan urus semua perlengkapan keberangkatan mu. Mama sama Papa sudah merencanakan, kalau kamu akan lanjut kuliah di sana. Kamu ingat kan, Papa kamu pernah bilang dulu?" Ucap Ani.

"Tapi ini tiba-tiba Ma."

"Terus kenapa kalau tiba-tiba? Kamu mau bilang izin dulu sama pacar kamu itu? Eh, maaf, mantan pacar kamu maksud Mama," ucap Ani mulai kesal.

Sila hanya menjadi penyimak percakapan diantara ibu dan anak itu. Lain halnya dengan Ali. Beliau hanya bisa memijat pelipisnya dengan perasaan pusing.

"Bukan itu maksud aku Ma." Elak Alvin

"Terus apa?"

"Ini tiba-tiba banget. Dan bisa nggak, kalau kalian kasih aku waktu dulu untuk berpikir. Jangan hanya semaunya kalian ngambil keputusan tanpa bilang dul——"

"Papa kamu sudah bilang sebelumnya. Tapi kamu cuma menanggapi dengan jawaban yang tidak bisa kami anggap sebagai hal yang logis. Dan pada waktu itu juga Mama tidak tau kalau kamu punya pacar yang bernama Sista itu. Menyebut nama anak itu saja, sudah buat Mama jadi panas."

"Sebenarnya apa salah Sista ke Mama? Kenapa tiba-tiba Mama begitu benci banget sama Sista?" Tanya Alvin.

Ani diam.

"Oke, kalau Mama nggak mau jawab, aku nggak akan menuruti kata-kata Mama sama Papa untuk berangkat hari ini. Tapi kalau Mama jawab, aku akan turuti semua yang Mama dan Papa mau," ucap Alvin.

Ucapan dari Alvin, refleks membuat Ani dan Ali menatap putranya itu. Jangan tanyakan Sila. Dia sudah dari tadi dibuat terperangah dengan drama yang sudah dia saksikan secara langsung ini.

Ani melipat kedua tangannya di depan dada dan mulai berkata, "oke kalau itu mau kamu. Mama harap, setelah kamu tau yang sebenarnya, kamu tidak akan pernah benci sama Mama."

"Oke."

"Jam 3 nanti, kita ke Kafe Rehat," ucap Ani dengan wajah datar lalu pergi dari hadapan putra semata wayangnya.

Ali yang melihat itu hanya bisa mengusap wajahnya dengan gusar. Untuk masalah ini, beliau juga sudah tau. Karena tadi malam, Ani sempat bercerita ke suaminya.

Ali awalnya juga tidak percaya dengan cerita Ani. Tapi seiring cerita Ani mengalir begitu saja di indra pendengarannya, beliau pun akhirnya mengerti dengan perlahan. Ali justru merasa kasihan dengan kehidupan kelam yang di alami istrinya itu sebelumnya. Tapi beliau berusaha untuk mengerti. Apalagi, beliau sangat mencintai istrinya itu. Ia tidak akan mungkin mau membenci istrinya itu setelah tau bagaimana lika-liku yang di hadapi Ani sebelumnya.

swipe up ⬆️

Terima kasih sudah membaca 😊 jangan lupa vote ya agan2 kuhh 😘

KISAH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang