"Dedikasi Anonim untuk Kebebasan dan Kebenaran, nyawaku bukan prioritas lagi.
Aku bukan Moon Taeil yang dulu."*****
Terdengar suara benda pecah cukup keras tidak jauh dari tempatku saat ini. Perlu beberapa detik untuk mencerna apa yang terjadi. Masih gelap, dan sekujur tubuhku sakit. Seandainya rasa sakitnya tidak senyata ini, mungkin kukira aku sudah mati.
Ada yang menahan pundakku supaya tidak langsung membentur paving block yang keras. Tapi di saat yang sama aku juga menahan beban sesuatu yang menindihku, cukup berat. Ahㅡ ternyata bukan sesuatu, tapi seseorang. Nafasnya berat terengah-engah.
"Moon Taeil?" gumamku parau saat dia perlahan menyingkir dari atasku.
Ya. Sepertinya memang dia walaupun sulit memercayai penglihatanku sendiri. Matanya sejajar dengan mataku, tampak lelah. Benar kan ini memang Moon Taeil?
"Byul," ucapnya diiringi senyum lega. Darah menetes dari luka sayatan di pipi Taeil, seperti bekas kena serpihan kaca.
Aku bingung harus berkata apa. Bahkan aku tidak yakin ini nyata atau cuma khayalanku saja. Atau mungkin aku sudah mati dan ini alam lain. Tapi wajah Taeil tampak nyata di hadapanku. Walaupun tercoreng debu dan tampak jauh lebih dewasa.
"Kita harus pergi dari sini. Bahaya,"Taeil menarikku sampai duduk.
Aku mencengkeram lengannya erat-erat, takut dia menghilang lagi. Sementara itu Taeil melihat ke sekitar dengan panik lalu memunggungiku.
"Ayo naik!" serunya padaku.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada aku naik ke punggungnya yang keras. Belum sempat aku bertanya atau sekedar berpikir Taeil sudah berlari seperti ninja menerobos kekacauan yang mulai reda. Ia membawaku masuk ke salah satu gedung terdekat, entah dari mana dan bagaimana caranya dengan mudah dia mendapat akses untuk membuka semua pintu.
Sampai akhirnya kami sampai di semacam balkon sempit yang menghadap ke masjid. Taeil menurunkanku di bangku kayu lalu duduk di ruang yang tersisa.
Kami saling diam. Polisi dan ambulance tampak sibuk di bekas festival, sementara warga sipil sepertinya sudah menyingkir semua. Dari sini kulihat sepertinya tidak ada korban jiwa, walaupun ada yang luka, syukurlah. Ini bukan pertama kali aku terjebak kerusuhan saat bekerja, tapi tetap saja rasanya ngeri.
"Al Qaeda," ujar Taeil di sebelahku. "Mereka dalang kerusuhan barusan. Tadinya mereka berencana membunuh walikota dan bom di beberapa gedung, tapi untung tim kami bisa meretas rencana mereka. Sekarang pasti semua anggota yang terlibat udah ditangkap."
"Tim kami?" tanyaku.
Taeil menatap udara kosong di depan kami. "Ya. Alasan aku menghilang beberapa tahun yang lalu, tim badan intelijen."