Aku sudah menceritakan tentang kronologi bencana skripsiku gara-gara si bodoh Na Voldemort kan? Gara-gara dia aku terpaksa mengulang mengerjakan dan mencari ulang data-data yang hilang. Sambil menangis tentunya, berhari-hari. Untung otakku di atas rata-rata, jadi tetap bisa wisuda sesuai target.
Benar, hari ini aku wisuda. Harusnya lega dan bahagia, bukan cemberut sepanjang hari begini. Kalian tahu sendiri ibuku sudah marah-marah, sekarang Mark dan Liv yang tampak serba salah saat mengantarku pulang. Seperti biasa mereka bertengkar di mobil, tapi beda dari biasanya karena sesekali bertukar tatapan canggung. Mungkin bingung melihat sikapku yang lembek seperti nasi basi.
"Karena sekarang di jok belakang ada Alice, gimana kalo handphone-nya aku buang ke luar jendela."
Lamunanku mendadak agak buyar karena mendengar Liv menyebut nama Alice tadi.
"Iya deh, galak banget. Porongjelly?" sahut Mark.
"Bukan Porongjelly, tapi Porongdie kalo kamu nyetir sambil main handphone terus," balas Liv lagi.
"Jangan dong, nanti nggak ada yang aku gangguin. Iya kan Alice?" kata Mark kemudian, sedikit menoleh ke belakang.
"Eh? Oh, iya. Jangan nyetir sambil main handphone," aku menyahut sekenanya.
"Kamu kenapa sih? Apa yang salah? Apa gara-gara Na Jaemin lagi?" tanya Liv, beraninya menyebut nama itu.
Aku terkesiap. "Nggak kok. Jangan sebut nama itu lagi."
"Kamu sedih karena dia nggak datang ke wisuda ya?" dia bertanya lagi, makin nekat.
"Kenapa aku harus sedih? Gara-gara dia kan aku hampir gagal wisuda," tukasku sebal. "Udah sampai. Kalian langsung pulang aja, aku mau sendirian."
"Ehㅡ Alice! Yaaah ngambek."
Keluhan Liv kudengar samar- samar saat aku sudah keluar dari mobil duluan. Sial, aku jadi makin kesal karena dia membahas Jaemin lagi. Saking kesalnya sampai lupa kalau kado wisuda dan buket bungaku semuanya masih di mobil Mark. Kudengar Liv memanggilku lagi, sekilas aku hanya menoleh dan tersenyum lalu berjalan lagi ke dalam rumah.
Sesak.
Kenapa begini ya Tuhan? Sambil memegangi dada, aku bersandar ke dinding dapur. Kukira perasaanku akan baikan setelah minum, ternyata tidak. Aku bahkan tidak mengerti sebenarnya aku kenapa. Kesal, sedih, atau kenapa???
"Jaemin..." gumamku, tanpa sadar sudah menangis diam-diam. Untung tidak ada kaca soalnya pasti sekarang mukaku jelek sekali.
Bodoh. Kenapa harus kepikiran dia terus? Aku sangat benci Na Jaemin, masih sangat benci. Sebenarnya sejak hari itu Jaemin sudah sering sekali datang untuk minta maaf, dengan berbagai cara. Hasilnya selalu sama; pertengkaran. Di satu sisi aku selalu emosi kalau melihat mukanya, tapi di sisi lain..
Na Jaemin, I miss you so much. It hurts.
BRUAKK
Kegaduhan membuatku terperanjat. Apa itu? Segera kuhapus air mataku dan buru-buru kembali ke depan. Jangan-jangan Liv dan Mark berkelahi sungguhan ㅡ walaupun tidak mungkin sih.
"Ada apa sih? Kok suㅡ ya ampun! Pintunya kenapa? Liv, kamu nggak apa-apa??" aku menghampiri mereka dari dalam rumah. Kaget melihat pintu rumahku sudah rusak seperti baru didobrak rampok.
Kuv gelagapan di sebelah Mark yang anehnya malah tertawa. "Anuㅡ Alice, sumpah, aku nggak sengaja! Cuma mau buka pintu, tapi malahㅡ"
Aku geleng-geleng kemudian menghela napas. "Ya udah. Biar aku telepon Mama dulu, yang penting kamu nggak apa-apa."