Saat Taeyong bangun dengan tubuh pegal-pegal keesokan paginya, rumahnya sudah sepi. Bahkan Yuta dan yang lain juga sudah pergi tanpa pamit. Untung teman-temannya itu cukup tahu diri, saat Taeyong berjalan dari ruang tengah rumah mewahnya ke pintu depan, semua sampah yang tadinya berserakan di mana-mana sudah lenyap.
Circle pertemanan mereka memang begitu sih, bersih-bersih setelah bersenang-senang memang tampak sepele tapi melelahkan kalau dilakukan sendiri. Taeyong juga melakukan hal yang sama kalau mereka mengadakan acara sleepover di tempat lain. Bukan berarti semuanya sudah bersih seperti semula, masih agak berantakan di dapur dan beberapa tempat. Tapi lumayan lah, daripada seperti sarang monster seperti tadi malam.
"Ck- dasar. Ternyata sampahnya masih di sini," decih Taeyong saat melihat sebuah trashbag jumbo penuh sampah bersandar di pilar teras rumah.
Masih cukup pagi, belum banyak tetangganya yang keluar dari rumah. Akan memalukan kalau dilihat tetangga, reputasi Taeyong sebagai warga baru bisa tercemar. Dia segera menyeret kantung sampah itu sepanjang jalan setapak depan rumahnya, seperti santa klaus yang bangun kesiangan.
Tidak berat, tapi sengaja diseret karena Taeyong malas memakai energinya yg belum terisi lagi pagi ini untuk mengangkat sampah. Ia menyandarkan trashbag itu pada tempat sampah besi khas orang kaya yang sesuai dengan rumah ini. Saat itu lah Taeyong melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Sejak kapan di sini ada kotak surat?" gumamnya, masih menatap kotak surat antik dengan desain mirip dengan tempat sampahnya. "Ck- siapa coba yang masih kirim surat jaman sekarang? Tapi lumayan sih, buat hiasan halaman rumah."
Iseng, Taeyong membuka pintu penutup kotak surat itu. Raut wajahnya langsung berubah begitu melihat sebuah amplop warna merah bata tergeletak sendirian di dalamnya. Surat?
Taeyong celingukan melihat sekeliling jalan aspal yang menghubungkan rumah-rumah di komplek perumahan ini. Sepi, lengang seperti biasanya. Tangan Taeyong terulur pada bagian dalam kotak surat, menyentuh benda itu dengan ujung jari.
"Bersih. Masih baru?" gumam Taeyong lagi, untuk kesekian kalinya bicara pada dirinya sendiri.
Ya, memang amplop di tangan Taeyong masih bersih tanpa debu. Ahㅡ dan bahkan sekarang ia bisa mencium harum bunga mawar yang lembut berasal dari kertas merah bata itu. Sebentar. Ada sesuatu yang tertulis di atasnya:
Untuk Yoon Junho
"Yoon Junho? Siapa?" Taeyong berpikir. "Pemilik rumah kayaknya nggak ada yang namanya Junho? Marganya juga Han, bukan Yoon. Ahㅡ tapi... siapa tau rumah ini disewa orang kan?"
Rasa penasaran Taeyong menggebu. Dengan semangat aneh meletup-letup dalam dirinya ia menggenggam surat merah bata itu, membawanya melangkah masuk ke dalam rumah lagi. Konyol sebenarnya, tapi Taeyong merasa seperti akan memecahkan misteri baru. Kegiatan yang sangat ia suka.
Dengan agak tidak sabar Taeyong bergegas masuk, menutup pintu menimbulkan bunyi debam keras, lalu melompati anak tangga dua-dua sekaligus menuju kamarnya. Amplop merah bata seperti sudah tidak sabar ingin dibuka dan dibaca isinya. Taeyong menarik kursi, duduk di hadapan meja belajarnya di depan jendela.
"Oke. Coba apa isinya."
Taeyong menghela napas, membuka tutup amplop yang tidak direkat dengan lem. Gesekan saat surat dikeluarkan membuat harum mawar makin menguar. Di dalam amplop ada secarik kertas kecil tanpa lipatan, hanya satu kalimat yang ditulis di atasnya.
Rahasia kita di rumah ini masih aman kan?
ㅡTY
Mata Taeyong membaca isi surat berulang-ulang, adrenalinnya mendadak terasa terpacu karena mencium ada misteri menantinya.
Sementara itu di luar sana, mengawasi Taeyong dari kejauhan, suatu sosok dengan senyum separuh tersungging di bibirnya.
ㅡtbc