ㅡ 💮💮Petrichollustrious [part 2|END]

6.1K 1.5K 280
                                    

"Mau pesan nggak sih?"

Lamunanku buyar lagi. Sayako, si perempuan kasir, terkekeh sambil membersihkan meja di seberangku, mejanya Yuta. Kulihat Yuta bersikap normal seakan-akan tidak sedang bicara dengan teman khayalannya. Dia tersenyum lebar, senyum favoritku.

"Sebentar lagi deh, masih bingung," jawab Yuta sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Sayako jahil juga. Padahal sudah sering dihadapkan pada situasi semacam ini, tapi tetap saja suka menggoda Yuta. Dia tahu Yuta tidak akan ingat dan menganggap dirinya baru mengunjungi Rainsound sekali-dua kali untuk menunggu gadisnya.

Yuta… kamu sakit, tapi tidak sadar tentang itu.

"Bingung? Kamu sakit, Nakamoto? Kami bahkan udah hafal pesanan kamu yang selalu sama, dua macchiato. Satu buat kamu dan satu lagi dibiarkan tanpa diminum. Dasar bocah boros," Sayako terkekeh lagi.

"Aku bukan bocah," sangkal Yuta. "Dan aku bukan boros, cuma bersikap ramah."

“Ramah? Sama udara yang kamu ajak bicara, maksudnya? Kamu selalu pesan buat dua orang tapi cuma satu yang diminum, apa namanya kalau bukan pemborosan?” Sayako mengangkat sebelah alisnya. "Baiklah...  panggil aja nanti kalau udah butuh macchiato buat melengkapi kencan khayalanmu," katanya lalu kembali ke tempatnya bertugas.

Percuma Sayako, Yuta tidak akan sadar.
Ia akan tetap menganggap teman khayalannya benar-benar ada.

“Aku nggak pernah dianggap,” ujar Kei, muncul lagi dalam percakapan yang dikarang khayalan Yuta. 

“Sejak kapan kamu butuh pengakuan?” Yuta memberikan tanggapan datar.

"Dan apa tadi? Dih, kencan," sahut Kei.
Yuta sekarang tersenyum separuh. "Kamu menganggap itu serius?"

"Enggak lah. Makanya, ajak ngomong cewek itu jangan cuma bisa main telepati. Mana sih orangnya? Belum datang juga?"

"Ngomong sih gampang."

"Dua kali musim hujan, Yuta. Kamu masih mau tunggu dia?"

Yuta termenung setelah mendengar perkataan teman khayalannya sendiri. Dialog dalam khayalannya yang bisa kudengar selalu sama. Untuk kedua kalinya arus kewarasan menghampiri Yuta dan lagi-lagi aku hanya menonton dari jauh. Dia memegangi kepalanya, mulai terengah-engah mengatur napas.

“Yuta…” gumamku.

Tanganku sudah bergerak di udara seakan ingin menjangkaunya, tapi tidak bisa. Padahal aku ingin menepuk-nepuk punggung Yuta, meyakinkan dia kalau gadis yang dia tunggu tidak akan pernah datang. Tapi tidak bisa.

Sejak menyukai Yuta, aku belum pernah melihat sorot matanya seperti saat melihat gadis petrichor-nya hari itu. Ah—pasti penasaran kenapa Yuta memberi sebutan petrichor? Yuta menyebutnya petrichor karena gadis itu selalu datang setelah hujan reda bagaikan aroma yang menguap dari tanah sehabis diguyur hujan. Keduanya memberikan sensasi menenangkan secara tersendiri bagi Yuta.

Tapi tidak bagiku.

Aku benci petrichor.

Tahukah kalian kalau aroma itu bisa membuat kalian flu?

Aku benci petrichor.

Bahkan setelah si gadis petrichor tidak ada lagi di dunia ini, ingatan Yuta tentang dirinya masih terbangun setiap hujan baru reda. Ya, tiap hujan reda gangguan jiwa Yuta kambuh dan membawanya ke tempat ini.

Aku. Sangat. Benci. Petrichor.


“Kei… dia nggak mungkin datang ya?” Yuta buka suara lagi. Kali ini sorot matanya muram dan putus asa.

Sweet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang